JUDULNYA RANGER SI PENJAGA HUTAN, TAPI?

Tim APE Guardian yang bertanggung jawab menjalankan pelepasliaran orangutan sudah dua tahun ini berada di pos monitoring Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat, Kecamatan Busang, Kutai Timur. Kerja sama mutlak menjadi landasan tim. Urusan administrasi hingga memastikan orangutan yang dilepasliarkan dapat bertahan hidup di rumah barunya menuntut tim lentur dan displin.

Ada enam ranger atau penjaga hutan yang handal merupakan masyarakat lokal. Bagi mereka, kegiatan post-release monitoring dengan lokasi sungai maupun hutan adalah kegiatan sehari-hari mereka. Para ranger cekatan ini dapat dengan mudah menerabas lebatnya hutan untuk mengikuti jejak orangutan yang berpindah dari satu kanopi ke kanopi lainnya.

Kegiatan inventarisasi pohon pakan orangutan juga tak lepas dari tugas mereka. Pencatatan semua aktivitas orangutan juga menghasilkan data pakan alami orangutan. Nama lokal pohon hingga usaha mengenalkan pakan alami untuk orangutan yang ada di pulau pra-rilis juga menjadi konsentrasi pekerjaan ranger.

Selain itu, ranger juga memiliki keahlian mengendalikan perahu ketinting di sungai. Pengetahuan jeram dan mesin perahu juga mengikuti keahlian ini. Ranger APE Guardian sungguh unik, ada saatnya mereka menganyam rotan, membuat peralatan dari kayu bahkan memiliki jiwa seni seperti melukis dan memahat. Sesekali mereka ikut school visit atau kunjungan ke sekolah, “ada saatnya berbagi pengalaman dan menginspirasi generasi penerus”. Selamat Hari Penjaga Hutan Sedunia (World Ranger Day) yang selalu diperinggati setiap tanggal 31 Juli. (DIM)

ORANGUTAN RUBY, SI PEMBUAT SARANG YANG HANDAL

Orangutan Ruby harus mendapatkan tindakan medis pada matanya pada bulan Mei 2024 yang lalu. Lokasi sekolah hutan di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) pun menjadi tempat baru baginya untuk mengasah insting alaminya, walau tidak sebaik sekolah hutan sebelumnya di KHDTK Labanan.

Tim APE Defender pun memulai sekolah hutan pertama Ruby dengan hati-hati, menganalisa perilaku dan responnya terhadap manusia. Di luar dugaan, Ruby sudah memanjat pohon hingga ketinggian 20 meter. Langkahnya yang besar dan gegabah menjadikan hari pertamanya sekolah hutan bersejarah, bagaimana tidak, ia jatuh dari ketinggian hampir 18 meter. “Kami sudah siap membawanya ke klinik untuk mengecek kondisinya, namun Ruby lanjut memanjat lagi seolah-olah tidak pernah ada yang terjadi. Sejak saat itu, Ruby selalu kami awasi lebih cermat karena sampai tulisan ini dibuat, gerakannya masih kasar dan gegabah”, ujar Nurazizah, animal keeper BORA.

Jika animal keeper ditanya, siapakah orangutan yang mengikuti sekolah hutan dengan penanganan tingkat kesulitan tinggi di BORA, maka semuanya seragam menjawab orangutan Ruby. Dua bulan di BORA, cukup buat animal keeper selalu ketar-ketir ketika bertugas membawanya sekolah hutan. Sarang-sarang yang dibuatnya terbilang besar dan kuat. Di atas pohon sejenis ficus, pada ketinggian 20 meter, Ruby membangun sarang pertamanya. Sarang itu juga ia pamerkan pada orangutan lain yang lebih muda darinya ketika mendapatkan jadwal yang sama di sekolah hutan. Eboni dan Mabel pun menjadi pengikutnya, mencoba-coba menumpuk dedaunan dan cabang-cabang pohon kecil. “Luar biasa proses sekolah hutan orangutan di BORA. Ruby pun akan menjadi siswa sekolah hutan yang paling terlambat kembali ke kandang saat sekolah hutan usai. Tak tanggung-tanggung, terlambat 40 menit”, tambah Nurazizah lagi.

Ruby masih butuh banyak pembiasaan agar bisa dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Sembari terus melatih otot-otonya, para animal keeper juga bersyukur karena Ruby, orangutan kecil lainnya ikut belajar hal baru. Harapan dan doa semoga proses itu berjalan dengan lancar. (RAR)