September 2021

IKUTAN PENUTUPAN SUMATRAN MISSION 2021 YUK!

Tim Sumatran Mission 2021 saat ini menuju Aceh dan akan selesai di Titik Nol Indonesia, Pulau Sabang, Aceh pada hari Minggu, 26 September 2021. Kami mengajak teman-teman untuk meramaikan selesainya Sumatran Mission 2021 dengan kampanye #TerorSenapanAngin

Partisipasi teman-teman bisa dilakukan dengan foto bersama poster #TerorSenapanAngin dan diunggah secara serentak pada Minggu, 26 September 2021 mulai pagi hingga malam. Silahkan mengajak teman, sahabat dan keluarga. Jangan lupa menandai instagram dan twitter @orangutan_cop

“Saya peduli, kalau kamu? Hentikan penggunaan senapan angin. Tidak perlu korban satwa liar lainnya jatuh untuk hentikan teror senapan angin di sekitar kita. Ingat, tidak hanya satwa liar korbannya, hewan peliharaan kesayanganmu juga terancam. Bahkan nyawamu”, ajak Nanda Rizki.

Foto-foto tersebut akan kami kompilasi dan arsip dalam buku dokumentasi perjalanan Sumatran Mission 2021. Mohon foto yang diunggah dikirim juga ke email info@orangutanprotection.com agar kualitas foto terjaga.

ENRICHMENT PAKAN ORANGUTAN DALAM KARUNG GONI

Enrichment pakan dalam karung goni menjadi tantangan yang cukup baru bagi sebagian besar orangutan di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA). Enrichment ini dibuat dengan cara membungkus pakan dan dedaunan dalam karung goni yang ditutup dengan ikatan tali yang kuat. Setiap individu dan kelompok orangutan memiliki durasi waktu yang berbeda-beda dalam membuka enrichment ini.

Orangutan-orangutan dewasa seperti Ambon, Pingpong, Michelle, Ucokwati, Mungil, Kola dan Memo rata-rata dapat membuka ikatan karung dalam hitungan menit. Hanya Antak, orangutan dewasa yang tampak tidak tertarik membuka isi karungnya. Walaupun tampak mudah bagi orangutan dewasa, enrichment ini cukup menantang bagi orangutan-orangutan muda.

Kelompok anak-anak orangutan betina, kelompok orangutan jantan, Aman dengan Bagus, Rembo dan Devi membutuhkan waktu yang cukup lama. Rata-rata kelompok orangutan muda membutuhkan waktu lebih dari 1 jam untuk dapat membuka enrichment ini. “Puas bikin mereka sibuk. Sesibuk saat kami mempersiapkan enrichment ini. Paling gak, ini enrichment untuk orangutan, bukan hanya untuk perawat satwa yang lagi gabut. Hahahaha…”, kelakar Jackson, perawat satwa BORA yang hampir tiga tahun mengurus orangutan dengan sepenuh hati.

Enrichment pakan biasanya diberikan seminggu dua kali. Selain variasi pakan, cara pemberian pakan orangutan juga menjadi cara untuk membuat orangutan sibuk sembari melatih indera penciuman dan motoriknya. “Selanjutnya buat apa lagi ya?”, tanya Farellos Linau, kordinator perawat satwa. Jika kamu punya ide, langsung email kami ya di info@orangutanprotection.com Kalau donasi bisa melalui kitabisa.com (RRA)

MENJAGA POPULASI LUTUNG MERAH DENGAN MORATORIUM

Salah satu hal mengagumkan dari Pulau Borneo adalah kekayaan alamnya. Ada banyak sekali tumbuhan dan hewan yang hanya bisa ditemui di pulau ini, atau istilahnya spesies endemik. Beberapa contoh satwa endemik di Kalimantan antara lain orangutan Kalimantan, bekantan, owa, kalawet dan lutung merah. Saat melakukan investigasi di Jalan Poros Kelay-Merapun, tim APE Crusader sangat beruntung bisa berjumpa dengan sekolompok lutung merah.

Lutung merah dapat ditemui di kelima provinsi di Kalimantan (Indonesia) serta Sabah dan Serawak (Malaysia). Nama ilmiah lutung merah ialah Presbytis rubicunda, sedangkan dalam bahasa lokal disebut kelasi. Satwa ini memiliki rambut berwarna merah marun dengan wajah gelap kebiruan dan memiliki ekor yang panjang. Lutung merah hidup berkelompok sebanyak 6-8 ekor dengan 1 jantan dewasa, beberapa betina dan anakan. Spesies ini hidup di hutan hujan tropis dan hutan rawa. Makanan utama lutung merah adalah daun. Selain itu, mereka juga mengkonsumsi biji, buah, jamur dan serangga.

Ancaman terbesar bagi lutung merah adalah kerusakan hutan dan perburuan. IUCN Red List memperkirakan populasi lutung merah telah turun sebesar 50% jika dilihat dari perubahan habitat selama 30 tahun terakhir serta ancaman pembukaan hutan, pengeringan rawa gambut dan kebakaran hutan dalam 15 tahun ke depan. Oleh sebab itu, IUCN memasukkan spesies ini ke dalam kategori Vulnerable (Rentan). Lutung merah trmasuk golongan Appendix II CITES serta satwa yang dilindungi di Indonesia menurut UU No. 5/1990 dan PermenLHK No. 106/2018.

Menjaga kelestarian suatu spesies tentu harus diimbangi dengan menjaga habitatnya. Moratorium kelapa sawit berperan dalam menjaga hutan alam dari industri sawit yang tidak berkelanjutan. Instruksi Presiden No 8/2018 tentang Moratorium Perkebunan Kelapa Sawit telah berakhir tanggal 19 September 2021. Moratorium kelapa sawit sangat perlu untuk diperpanjang demi melindungi habitat lutung merah dan satwa endemik lainnya yang terancam punah. (IND)

KOMUNITAS SENI DANGAU DUKUNG KAMPANYE TEROR SENAPAN ANGIN

Akhirnya Centre for Orangutan Protection secara resmi bekerja di Pulau Sumatra. Tim APE Guardian yang menjadi malaikat bagi satwa liar Sumatra melakukan silahturahmi ke salah satu perkumpulan seni yang berada di Padang, yaitu Komunitas Dangau. Berdiri sejak 2015, diinisiasi oleh Budi, salah satu pemuda yang sempat menunaikan pendidikan di ISI Yogyakarta. “Dangau berarti bagunan (gubuk) di tengah sawah. Sama seperti studio kami yang berada di area persawahan”.

Saat tim berkunjung, Komunitas Dangau sedang melakukan pameran kecil di kebun yang tak jauh dari studio mereka. Beberapa karya yang mereka tampilkan mengangkat tema tentang teror senapan angin. Salah satu kampanye COP sejak enam tahun yang lalu. Bahwa peluru senapan angin yang kecil itu menjadi ancaman kehidupan orangutan dan satwa liar lainnya. Tak sebatas itu, ternyata peluru sena[pan angin pun memakan korban manusia, tak hanya satu atau dua kasus. Namun puluhan kasus penyalah gunaan senapan angin.

“Rencananya, beberapa karya akan masuk ke dalam buku Sumatran Mission sebagai kolaborasi perdana Komunitas Dangau dengan COP. Menambah relasi, memperpanjang silahturahmi, juga memperkaya pendukung COP di Sumatra”, kata Nanda Rizki, kapten APE Guardian. Harapannya, akan tumbuh kolaborasi lain dan aksi saling dukung antar komunitas untuk Indonesia Baik. (SON)

DEVI MEMBUAT SARANG ORANGUTAN DI HAMMOCK NYA

Giginya baru 20 buah. Orangutan yang baru masuk 28 April yang lalu ini terlihat sangat liar. Tak seorang pun diijinkannya mendekatinya. Berat badannya hanya 8 kg, namun kekuatannya mempertahankan diri, luar biasa. Menggigit adalah caranya mempertahankan diri. Hampir semua tim APE Defender yang menjemputnya berkenalan dengan giginya.

Devi menghuni kandang yang dekat dengan klinik BORA sendirian. “Sebenarnya masa karantina Devi sudah berakhir. Namun kasus COVID-19 di sekitar pusat rehabilitasi sedang tinggi, sehingga Devi belum dicoba untuk sekolah hutan. Kami berharap dia memahami kalau kami tidak berniat menyakitinya. Kami ingin suatu saat dia kembali lagi ke habitatnya”, ujar Linau, kordinator perawat satwa BORA.

Hampir lima bulan mengamati aktivitas Devi di kandang. Devi tak pernah menyia-nyiakan daun-daunan dan ranting yang diberikan perawat satwa usai makan pagi dan sore. Sekalipun hammock yang terpasang di kandang ada, Devi tetap menyusun dedaunan untuk menambah kenyamanannya. Sesekali terlihat seperti membuat pelindung untuk kepalanya. “Semoga orangutan lainnya bisa belajar dari Devi untuk membuat sarang nantinya. Entah apa yang terjadi pada induknya. Mungkin membuat sarang adalah satu-satunya kenangan yang diingatnya bersama induknya yang bisa dia lakukan sekarang”, tambah Linau dengan sedih.

Orangutan bukan hewan peliharaan. Perdagangan orangutan itu melanggar hukum. Pelaku kejahatan ini diancam 5 tahun penjara dan dengan denda 100 juta rupiah. “Putusan atas kejahatan perdagangan orangutan tak pernah ada yang mencapai hukuman maksimal ini. Bagaimana hukum bisa ditegakkan, jika masih setengah hati. Kerugian ekologi yang harus ditanggung jauh lebih besar dari hukuman maksimal itu. Centre for Orangutan Protection berharap jaksa berani menuntut hukuman masimal ini. Dan hakim berpihak pada dunia konservasi”, kata Satria Wardhana, Anti Wildlife Crime COP.

POLRES ACEH JAYA TANGKAP 11 PELAKU PEMBUNUH 5 GAJAH

Penyidik Polres Aceh Jaya berhasil menangkap tujuh pelaku dari kasus terbunuhnya 5 gajah di Aceh Jaya. Ada enam pelaku yang ditangkap di Gampong Tuwi Periya Kecamatan Pasie Raya, Aceh Jaya serta satu orang pelaku ditangkap di Banda Aceh pada Jumat, 27 Agustus 2021. Kemudian Polres melakukan pengembangan yang akhirnya menangkap empat pelaku lainnya termasuk pelaku penjual gading gajah tersebut.

Centre for Orangutan sangat mengapresiasi kerja Polres Aceh Jaya yang telah menangkap 11 orang pelaku pembunuhan 5 individu gajah di Gampong Tuwi Priya, Kecamatan Pasie Raya, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh. “Terimakasih Polres Aceh Jaya, kerja luar biasa. Kejadian setahun yang lalu berhasil diungkap”, kata Nanda Rizki, manajer COP Sumatra di tengah perjalanan Sumatran Mission 2021.

Sumatran Mission 2021 adalah kegiatan sosialisasi kehadiran Centre for Orangutan Protection di Pulau Sumatra. “Sebenarnya ini bukan kegiatan baru COP karena pada tahun 2013 dan 2015 yang lalu, tim APE Warrior juga menjelajahi pulau Sumatra untuk membantu satwa. Tahun 2021 ini sedikit berbeda karena COP memiliki tim baru yang akan benar-benar bekerja di Sumatra yaitu tim APE Guardian”, tambah Nanda lagi.

Perdagangan satwa liar ilegal tetap menjadi fokus tim termuda di COP ini. “Kami berharap pelaku pembantaian 5 gajah tersebut mendapatkan hukuman adil dan setimpal”, tegas Nanda. Keseriusan Kepolisian Indonesia sudah terbukti, tinggal bagaimana Pengadilan mendengar, menimbang dan memutuskan agar hukum dipandang dan membuat efek jera agar tidak ada pengulangan kejadian seperti ini.

HARI RABIES SEDUNIA 2021, INDONESIA BISA

Rabies atau lebih dikenal dengan penyakit anjing gila, merupakan penyakit zoonosis yang sangat ditakuti nomor 1 di dunia. Penyakit bersifat fatal karena bisa menyebabkan kematian bagi hewan maupun manusia yang terinfeksi. Ini merupakan penyakit penting di Indonesia. Virus genus Lyssavirus yang menyebabkan penyakit ini sudah dikenal sejak berabad-abad lampau dan menyebar di seluruh dunia. Menurut WHO, Rabies terjadi di 92 negara dan endemik di 72 negara termasuk Indonesia. Kasus di Indonesia dilaporkan pertama kali pada tahun 1889 pada kerbau oleh Esser dan tahun 1894 kasus pada manusia dilaporkan oleh de Hann. Sejak saat itu, kasus rabies meluas hampir ke seluruh negeri.

Rabies dapat terjadi pada semua hewan berdarah panas, seperti anjing, kucing, kera, kuda, sapi domba, kambing dan lain-lain termasuk manusia.Namun demikian menurut data Kementan, penyebar utama rabies di Indonesia adalah anjing (92%), kucing (6%) dan kera (3%). Menurut Badan Kesehatan Hewan Dunia (EIO), pada hewan penderita rabies, virus ditemukan pada air liurnya oleh sebab itu penularan ke manusia atau hewan berdarah panas lain adalah melalui gigitan atau luka terbuka dengan masa inkubasi berkisar dari harian sampai berbulan-bulan. Tentu saja tergantung banyak tidaknya virus yang masuk melalui luka, dekat tidaknya luka dengan sistem syaraf karena virus ini menyerang sistem syaraf dan perlakukan luka setelah gigitan. Gejala umum yang timbul adalah berupa manifestasi peradangan otak yang akut baik pada manusia maupun hewan. Di seluruh dunia, rabies sendiri sudah mengakibatkan kematian sekitar 59.000 orang setiap tahun.

Di beberapa negara seperti Amerika, satwa liar seperti kelelawar, skunk dan sigung merupakan vektor beberapa jenis rabies. Sedangkan di Indonesia, jenis Canine rabies yang terjadi lebih banyak menyerang anjing dan sedikit kucing. Ada sekitar 100 kasus gigitan pada manusia per tahun 2020. Tingginya tingkat kasus penularan pada hewan peliharaan ke manusia tersebut disebabkan karena faktor perilaku sosial masyarakat sendiri, dimana anjing dipergunakan dalam aktivitas manusia sehari-hari seperti berburu babi hutan, penjaga kebun/ladang yang berbatasan dengan hutan, mobilitas anjing dan kucing antar daerah yang tidak terkontrol maupun pemeliharaan yang tidak bertanggung jawab (diliarkan dan tidak tervaksin).

Transmisi rabies pada peliharaan domestik ke satwa liar sangat bisa terjadi. Aktivitas manusia yang mulai merambah kehidupan satwa liar telah menyebabkan terjadinya interaksi hewan-hewan peliharaan ini dengan satwa liar dan akan menjadi ancaman besar bagi populasi dan konservasi satwa liar. Tercatat selain rabies, beberapa penyakit hewan domestik sudah mulai menyerang satwa liar. Beberapa tradisi dan kepercayaan juga turut mengambil peran dalam penyebaran rabies seperti tidak mau memcaksin anjing pemburu, pemeliharaan beruk (Macaca nemestring) untuk proses pemanenan kelapa serta pengambilan dari alam kera ekor panjang (Macaca fasicularis) untuk Topeng Monyet turut mendorong semakin meluasnya penyakit ini baik ke lingkup domestik maupun satwa liar.

Saat ini pemerintah sedang menggalakkan vaksinasi rabies terutama untuk anjing, kucing dan kera yang dipelihara di seluruh pelosok negeri. Tindakan ini sangat penting untuk mengeliminasi kasus rabies baik di hewan maupun manusia. Vaksinasi dan pemeliharaan yang bertanggung jawab untuk hewan domestik adalah suatu upaya untuk meminimalisir transmisi kasus rabies ke satwa liar karena bagaimana pun dengan penyebaran populasi manusia serta perubahan lingkungan dan globalisasi, sangat sulit mencegah transmisi penyakit ini kehidupan liar.

Selamat Hari Rabies Sedunia, 28 September 2021! (DTW)

ADA ORANGUTAN DI KOPI LADANG PADANG

Selasa, 14 September, hari yang panjang setelah melibas banyak kegiatan seharian. Tidak bisa dipungkiri peranan Orangufriends Padang menghidupkan kegiatan konservasi di Sumatra Barat sangat besar dan luar biasa. Mereka membantu sampai detil di setiap acara, mengantarkan sampai depan pintu saat kami bertamu. Menyambungkan satu komunitas ke komunitas lain. Merajut pemikiran dari banyak kepala menjadi selebaran kain dengan tajuk misi yang sama.

“Kemarin kami sempat dengar kalau tim Sumatran Mission akan singgah di Padang, kebetulan kami punya banyak ruang. Nah, pasti akan jadi obrolan yang menarik”, terang Bang Joni, pemilik Kopi Ladang saat menyambut kami di kedainya.

Diskusi dan open merchandise dibuka terbatas, tidak terlalu banyak peserta yang hadir, sekira 25 orang saja. Ini seperti obrolan santai dengan bahasan “apa yang bisa dilakukan untuk orangutan dan habitatnya” namun dikemas dengan serius.

Tim juga berjumpa dengan Tengku dari SINTAS, salah satu NGO satwa liar yang berkantor di Bogor. Mereka bercerita soal bagaimana menggunakan kamera trap untuk mengamati satwa liar dan pengalaman yang diceritakan. Diskusi lintas komunitas menjadi penyambung lidah dan media efektif kampanye anti teror senapan angin dan perlindungan satwa liar. (SON)

PEDAGANG ORANGUTAN DI SAMARINDA DENGAN VONIS 2,6 TAHUN

Samarinda, Sidang kasus perdagangan satwa liar orangutan melalui akun media sosial facebook akhirnya mencapai puncaknya. Pada hari Kamis (2/9) Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Samarinda menyatakan terdakwa Nur SAS alias Simex Bin Suwandi telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Terdakwa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 21 ayat (20 huruf A, Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu menangkap, menyimpan, memiliki dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.

Majelis Hakim menjatuhkan Bonie pidana penjara selama 2 (dua) tahin dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) subsidair 2 (dua) bulan kurungan kepada Simex. Secara terpisah, ada terdakwa Abdullah Bin (alm) Bedu sebagai oelaku yang menyuruh dan turut melakukan transaksi jual-beli pada Senin, 26 April 2021 sekitar pukul 21.00 WITA atau setidak-tidaknya pada suatu waktu masih pada bulan April 2021 bertempat di depan Rumah Makan Bebek Ayam Ranjau, Jl. Pelita Sungai Pinang Dalam, Kecamatan Sunagi Pinang, Kota Samarinda. Lelaki paruh baya ini dijatuhi hukuman penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) sebsidair 2 (dua) bulan kurungan.

Sebelumnya pada Senin (26/4) Ditreskrimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus) Mabes Polri dibantu COP dan OIC menggerebek pedagang satwa di Samarinda. Tim menangkap pedagang bernama Max dan mengamankan 1 individu bayi orangutan betina yang ditaruh dalam ember kecil di bagasi mobil. Untuk orangutan tersebut kini telah mendapatkan perawatan penuh di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) di Berau, Kalimantan Timur.

Vonis ini tentunya patut disambut baik sebagai bentuk apresiasi atas kinerja jajaran Kepolisian Daerah Kalimantan Timur yang bekerjasama dengan Balai KSDA Kalimantan Timur dalam mengungkap kasus-kasus perdagangan satwa liar. Dengan hukuman 2 tahun 6 bulan dan denda 10 juta ini mudah-mudahn dapat memberikan efek jera kepada para pelakju kejahatan lingkungan hidup, termasuk perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Harapannya ke depan dalam kasus yang lain, putusan majelis hakim dapat lebih berpihak pada dunia konservasi.

Perdagangan ilegal satwa liar meru[akan jenis kejahatan terorganisir yang berskala besar. Keuntungan ilegalnya bisa mencapai miliaran rupiah setiap tahun. Bisnis tersebut turut mendorong praktik korupsi, mengancam keanekaragaman hayati dan dapat menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap negara. Untuk memindahkan, menyembunyikan dan mencuci keuntungan yang didapatkan, pelaku memanfaatkan berbagai kelemahan di sektor keuangan dan non-keuangan yang memungkinkan kejahatan terhadap satwa liar terus berlangsung sekaligus merusak integritas sistem keuangan. Terlepas dari fakta ini, investigasi terhadap jejak keuangan yang ditinggalkan oleh tindak kejahatan ini masih tergolong langka.

Satwa liar dilindungi adalah aset negara yang nilainya tidak terukur dan negara rugi besar dengan adanya praktek pengambilan dan perdagangan satwa secara ilegal. Hal ini berhubungan langsung dengan keseimbangan ekosistem alam yang memberikan manfaat banyak bagi masyarakat luas. (SAT)

MORATORIUM SAWIT BERAKHIR 4 HARI LAGI

Kebijakan moratorium sawit sesuai Instruksi Presiden atau Inpres No. 8/2018 akan berakhir tanggal 19 September 2021 atau 4 hari ke depan. Inpres tersebut mengatur tentang pemberhentian sementara (penundaan) izin baru konsesi perkebunan kelapa sawit. Moratorium dilakukan untuk mengevaluasi dan menata izin-izin perkebunan sawit, serta meningkatkan produktivitas lahan.

Moratorium adalah salah satu upaya untuk membenahi izin konsesi kelapa sawit yang tumpah tindih. Ada beberapa kasus dimana satu lahan yang sama ternyata masuk ke dalam konsesi perusahaan-perusahaan yang berbeda. Dengan adanya moratorium, pemerintah memiliki waktu untuk meluruskan izin-izin konsesi yang kusut. Moratorium juga bertujuan untuk memberikan pembinaan kepada petani sawit dan peningkatan produktivitas lahan. Hal tersebut penting dilakukan agar hasil panen bisa meningkat tanpa harus membuka lahan yang baru.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa luas perkebunan sawit di Indonesia tahun 2020 mencapai 14,85 juta hektar. Artinya, perkebunan sawit lebih luas dibanding Pulau Jawa yang memiliki luas 12,82 juta hektar. Dengan konsesi yang sudah luar biasa besar, tentu pemberian izin-izin baru dikhawatirkan akan mengambil ruang hidup masyarakat adat dan flora fauna di hutan. Mau dimana lagi mereka akan hidup jika rumah mereka dijadikan perkebunan sawit?

Sampai hari ini pemerintah belum memperpanjang moratorium, padahal izin-izin perkebunan sawit masih belum dibenahi. Masih banyak konsesi yang tumpah tindih. Hasil analisis JATAM di tahun 2019. menemukan bahwa di Kalimantan Timur ada 4,5 juta hektar konsesi yang saling tumpah tindih antara izin pertambangan, kehutanan dan perkebunan kelapa sawit. Luas konsesi yang tumpah tindih ini setara dengan 68 kali luas DKI Jakarta. Itu baru kasus di Provinsi Kalimantan Timur, belum di provinsi yang lain.

Selain penataan izin dan peningkatan produktivitas, moratorium juga sangat berperan dalam kelestarian lingkungan. Moratorium menjaga hutan-hutan alam dari ancaman pembukaan lahan (land clearing). Jika hutan lestari, flora fauna di dalamnya juga akan lestari, termasuk orangutan. Batas akhir moratorium sawit sudah tinggal 4 hari lagi. Kami harap kebijakan moratorium diperpanjang untuk membuktikan komitmen pemerintah dalam menjaga lingkungan dan membangun perkebunan sawit yang berkelanjutan. (IND)