Rabies atau lebih dikenal dengan penyakit anjing gila, merupakan penyakit zoonosis yang sangat ditakuti nomor 1 di dunia. Penyakit bersifat fatal karena bisa menyebabkan kematian bagi hewan maupun manusia yang terinfeksi. Ini merupakan penyakit penting di Indonesia. Virus genus Lyssavirus yang menyebabkan penyakit ini sudah dikenal sejak berabad-abad lampau dan menyebar di seluruh dunia. Menurut WHO, Rabies terjadi di 92 negara dan endemik di 72 negara termasuk Indonesia. Kasus di Indonesia dilaporkan pertama kali pada tahun 1889 pada kerbau oleh Esser dan tahun 1894 kasus pada manusia dilaporkan oleh de Hann. Sejak saat itu, kasus rabies meluas hampir ke seluruh negeri.
Rabies dapat terjadi pada semua hewan berdarah panas, seperti anjing, kucing, kera, kuda, sapi domba, kambing dan lain-lain termasuk manusia.Namun demikian menurut data Kementan, penyebar utama rabies di Indonesia adalah anjing (92%), kucing (6%) dan kera (3%). Menurut Badan Kesehatan Hewan Dunia (EIO), pada hewan penderita rabies, virus ditemukan pada air liurnya oleh sebab itu penularan ke manusia atau hewan berdarah panas lain adalah melalui gigitan atau luka terbuka dengan masa inkubasi berkisar dari harian sampai berbulan-bulan. Tentu saja tergantung banyak tidaknya virus yang masuk melalui luka, dekat tidaknya luka dengan sistem syaraf karena virus ini menyerang sistem syaraf dan perlakukan luka setelah gigitan. Gejala umum yang timbul adalah berupa manifestasi peradangan otak yang akut baik pada manusia maupun hewan. Di seluruh dunia, rabies sendiri sudah mengakibatkan kematian sekitar 59.000 orang setiap tahun.
Di beberapa negara seperti Amerika, satwa liar seperti kelelawar, skunk dan sigung merupakan vektor beberapa jenis rabies. Sedangkan di Indonesia, jenis Canine rabies yang terjadi lebih banyak menyerang anjing dan sedikit kucing. Ada sekitar 100 kasus gigitan pada manusia per tahun 2020. Tingginya tingkat kasus penularan pada hewan peliharaan ke manusia tersebut disebabkan karena faktor perilaku sosial masyarakat sendiri, dimana anjing dipergunakan dalam aktivitas manusia sehari-hari seperti berburu babi hutan, penjaga kebun/ladang yang berbatasan dengan hutan, mobilitas anjing dan kucing antar daerah yang tidak terkontrol maupun pemeliharaan yang tidak bertanggung jawab (diliarkan dan tidak tervaksin).
Transmisi rabies pada peliharaan domestik ke satwa liar sangat bisa terjadi. Aktivitas manusia yang mulai merambah kehidupan satwa liar telah menyebabkan terjadinya interaksi hewan-hewan peliharaan ini dengan satwa liar dan akan menjadi ancaman besar bagi populasi dan konservasi satwa liar. Tercatat selain rabies, beberapa penyakit hewan domestik sudah mulai menyerang satwa liar. Beberapa tradisi dan kepercayaan juga turut mengambil peran dalam penyebaran rabies seperti tidak mau memcaksin anjing pemburu, pemeliharaan beruk (Macaca nemestring) untuk proses pemanenan kelapa serta pengambilan dari alam kera ekor panjang (Macaca fasicularis) untuk Topeng Monyet turut mendorong semakin meluasnya penyakit ini baik ke lingkup domestik maupun satwa liar.
Saat ini pemerintah sedang menggalakkan vaksinasi rabies terutama untuk anjing, kucing dan kera yang dipelihara di seluruh pelosok negeri. Tindakan ini sangat penting untuk mengeliminasi kasus rabies baik di hewan maupun manusia. Vaksinasi dan pemeliharaan yang bertanggung jawab untuk hewan domestik adalah suatu upaya untuk meminimalisir transmisi kasus rabies ke satwa liar karena bagaimana pun dengan penyebaran populasi manusia serta perubahan lingkungan dan globalisasi, sangat sulit mencegah transmisi penyakit ini kehidupan liar.
Selamat Hari Rabies Sedunia, 28 September 2021! (DTW)