IN 5 HOURS, LECI AND NOVI DISAPPEAR

The first week of November was a week of great relief. The release of Novi and Leci began with a series of ceremonies at the Lesan Dayak village hall. The team was very grateful, the director of Biodiversity Conservation (Konservasi Keanekaragaman Hayati – KKH). drh. Indra Exploitasia, M.Si speed up the ceremony, so that the monitoring team had the opportunity to follow the two orangutans longer. “ Mrs. Indra really understands our condition. Because after the cage opened, wherever orangutan goes, we have to follow them to make sure that they can survive in their new home.”, said Reza Kurniawan, the captain of APE Guardian COP.

At 11.00 WITA, via river and land, the release team came to release point. In less than 5 secs, Leci already on the tree and started to drive the team away. Not long after that, Novi’s cage was opened. In about 5 hours, the team recorded Novi and Leci’s activities. They were seen together and sounded like they wanted to be left alone.

At 16.00 WITA o’clock, the monitoring team lost track of Novi and Leci. “Both of these orangutans are like wild orangutans. It’s very difficult to follow them. Their fast move make it difficult for the team to catch up.”, said Bit, a local ranger who had known the forest for a long time.

After the release, the monitoring team continued to patrol every morning and evening with different routes, hoping to meet one of the two released orangutan. For almost two weeks, the team still haven’t had meet them. (SAR)

DALAM WAKTU 5 JAM, LECI DAN NOVI PUN HILANG
Minggu pertama November adalah minggu yang sangat melegakan. Pelepasliaran orangutan Novi dan Leci diawali serangkaian seremoni di Balai Kampung Lesan Dayak. Tim bersyukur sekali, direktur KKH (Konservasi Keanekaragaman Hayati) drh. Indra Exploitasia, M.Si mempercepat upacara ini, sehingga tim monitoring berkesempatan untuk mengikuti kedua orangutan lebih lama lagi. “Ibu Indra benar-benar memahami kondisi kami. Karena setelah pintu kandang dibuka, kemana pun orangutan pergi, kami harus mengikutinya untuk memastikan, orangutan mampu bertahan di rumah barunya.”, ujar Reza Kurniawan, kapten APE Guardian COP.

Pukul 11.00 WITA, melalui jalur sungai dan darat, tim pelepasliaran tiba di titik pelepasliaran. Tidak sampai 5 detik, Leci sudah berada di atas pohon dan mulai mengusir tim. Tak lama kemudian pintu kandang Novi pun dibuka. Selama kurang lebih lima jam, tim masih mencatat aktivitas Novi maupun Leci. Mereka terlihat berdua dan mengeluarkan suara mengusir.

Tepat pukul 16.00 WITA, tim monitoring kehilangan jejak Novi dan Leci. “Kedua orangutan ini sudah seperti orangutan liar. Sulit sekali mengikuti mereka. Gerakan yang cepat membuat tim kesulitan mengejar.”, ujar Bit, ranger lokal yang sudah mengenal hutan ini sejak lama.

Paska pelepasliaran, tim monitoring masih terus patroli setiap pagi dan sore hari dengan jalur yang berbeda, tentu saja berharap bertemu dengan salah satu dari kedua orangutan yang dilepasliarkan. Hampir dua minggu, tim masih tak berjumpa juga. (NIK)

A PROCESS JUST LIKE SCHOOL

We simplified the rehabilitation of orangutans just like school process. Because orangutan rehabilitation centre is not an animal breed. Most of orangutans who entered the rehabilitation centre are the victims of conflicts such as illegally kept as pet and have medical issues (got trapped, etc)

Orangutans that have been long in captivity are not good at climbing. They do not know how to find food, make a nest, even they do not know who their natural enemies are. They’re no longer orangutans, but have became a citizen.

During their time in rehabilitation centre, orangutans will go to school forest i.e. their cage will be open every morning and animal keepers will take them to “school” in the jungle. Animal keepers are not their teachers who teach, but other orangutans in the same class will become their stimulant or examples for others to follow and imitate. In the evening, they return to their cage.

We analogize entering elementary school as learning how to climb, moving from one tree to another, until well practiced. Then, they’ll enter senior high school to learn how to find and recognize their natural food and learn to make nests. We consider they’ve entered the senior high school when they start skipping a lot, which they tend to disappear in the school forest, not willing to go back when it’s late, because they’re already comfortable in their nests. That’s the sign that they’re becoming wild.

Before they are released, orangutans need to enter a higher degree of school, that is an “university” in the form of island. COP Borneo, which located in Berau, East Kalimantan, has that “university” or pre-release island. An island with fig trees, which is orangutan’s favourite, is the training place for orangutans who have passed ‘high school’. They are left outside in the sun or rain, no more cages, only food will be given in the morning and evening. On average, they train independently for 1-2 years. Once their behaviour considerably good, then they will undergo a final defense session that is final medical examination. if they pass, the orangutans will be graduated by releasing them back to their natural habitat.

Novi’s story, as a male orangutan who were forced to separate with his mother, taken care illegally by locals with chain on his neck (because it’s cheaper and easier to maintain than an iron cage), confiscated, rehabilitated, and finally released in early November 2018.

Novi is known as a smart orangutan and high adaptability, when his friends were still in ‘elementary school’, he was already in ’senior high school’. That’s how we simplify a rehabilitation process. The process takes a long time and costs a lot, so please do not buy and pet wild animals! (SAR)

PROSES SEPERTI KITA SEKOLAH
Kami menyederhanakan orangutan yang masuk rehabilitasi seperti proses sekolah. Karena pusat rehabilitasi orangutan bukanlah penangkaran. Mayoritas orangutan yang masuk rehabilitasi adalah dari konflik seperti pemeliharaan ilegal dan ada faktor medis (seperti terjerat, dll).

Orangutan yang lama dipelihara tidak pandai memanjat, tidak mengerti mencari makan, tidak tau membuat sarang dan tidak tahu musuh alaminya. Bukan lagi orangutan tetapi menjadi orang kota.

Selama di pusat rehabilitasi, orangutan akan sekolah hutan yatu setiap pagi kandan dibuka dan diajak ‘sekolah’ di hutan. Animal keeper bukanlah guru yang mengajar tapi orangutan lain yang satu kelas dengannya yang akan menjadi perangsang atau contoh agar yang lain mengikuti dan mencontoh. Ketika sudah sore, orangutan kembali lagi ke kandang.

Kami mengibaratkan masuk SD yaitu belajar memanjat, berpindah dari pohon ke pohon hingga mahir. Kemudian akan masuk SMP untuk belajar mencari dan mengenali pakan alaminya dan belajar membuat sarang. Kami menganggap masuk SMA ketika mulai banyak bolosnya, yaitu sering menghilang ketika sekolah hutan, tidak mau pulang ketika sore karena sudah nyaman di sarangnya dan itu tandanya dia meliar.

Sebelum dilepasliarkan, orangutan perlu dikuliahkan, berupa masuk ‘universitas’ berbentuk pulau. COP Borneo yang berada di Berau, Kalimantan Timur memiliki ‘universitas’ atau pulau pra-rilis. Pulau alami dengan pepohonan ara yang disukai orangutan inilah para orangutan yang suka membolos itu berlatih. Mereka dibiarkan kena panas, hujan, tak ada lagi kandang hanay dukungan pakan di pagi dan sore hari saja yang masih diberikan. Rata-rata mereka berlatih secara mandiri sekitar 1-2 tahun. Ketika perilaku mereka sudah dianggap layak, maka mereka akan ‘sidang skripsi’ berupa pemeriksaan medis akhir. Jika lulus, maka orangutan diwisuda dengan dilepasliarkan kembali ke habitatnya.

Kisah Novi, orangutan jantan yang dipaksa berpisah dari induknya, dipelihara secara ilegal dengan rantai di lehernya (karena murah dan aman, kalau bikin kandang besi mahal), disita, direhabilitasi dan akhirnya dilepasliarkan pada awal November 2018 lalu.

Mengenal Novi sebagai orangutan cerdas dengan adaptasi yang tinggi, ketika teman-temannya masih di kelas SD, dia sudah di tingkatan SMA. Begitulah kami menyederhanakan sebuah proses rehabilitasi. Proses ini memakan waktu lama dan biaya tinggi, jadi mohon jangan membeli dan memelihara satwa liar! (DAN)

JOJO IN COP BORNEO FOREST SCHOOL

We haven’t heard about Jojo for a long time. Jojo is a baby orangutan who entered COP Borneo orangutan rehabilitation center in April 2018. Jojo must take a long and extra care medical check-up process. From the prior examination, Jojo was declared to have hepatitis. After going through PCR testing, hepatitis suffered by Jojo is hepatitis of orangutan strain. Thus, the medical team allowed Jojo to enter the forest school.

Do you still remember when you entered school for the first time? Afraid? Confused? Feeling alone? That is what Jojo experienced, an orangutan who finally got his chance into the COP Borneo forest school. Jojo sat on the ground, playing alone while sweeping dry leaves with his hands. Then, other orangutans are interested in the new orangutan they just met. Curiosity starts from just staring, then continue with touching even biting. Jojo also experienced that. Other orangutan babies such as Owi, Bonti, Happi, Popi and even Annie, who were still just entering the forest school, joined in.

“Come on Jojo, you can do it. Adapt quickly. Be wild, remember your time with your mother”, said Joni with full hope. Jojo will continue to be accompanied by an animal keeper until he can adjust to other baby orangutans. “Hopefully it doesn’t take too long. Every orangutan has a unique way. It cannot be determined the length of time needed for each orangutan to achieve certain abilities. But proper stimulation can speed up the process”. (IND)

JOJO DI KELAS SEKOLAH HUTAN COP BORNEO
Lama tidak mendengar kabar dari Jojo, bayi orangutan yang masuk pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo bulan April 2018 yang lalu. Pemeriksaan kesehatan yang panjang dan ekstra teliti harus dijalani Jojo. Hasil pemeriksaan di awal, Jojo menderita Hepatitis. Dan setelah melalui pengujian PCR, Hepatitis yang diderita Jojo adalah strain orangutan, akhirnya tim medis mengijinkan Jojo masuk kelas sekolah hutan.

Masih ingatkah saat kamu masuk sekolah pertama kali? Takut? Bingung? Merasa sendirian? Seperti itulah yang dialami Jojo, orangutan yang akhirnya bisa masuk kelas sekolah hutan COP Borneo. Jojo duduk di tanah, bermain sendiri sambil menyapu-nyapu daun kering dengan tangannya. Dan orangutan lain pun tertarik dengan orangutan yang baru mereka temui. Rasa ingin tahu itu mulai dari hanya menatap, lalu menyentuh bahkan menggigit. Jojo pun mengalami itu, bayi-bayi orangutan lain seperti Owi, Bonti, Happi, Popi bahkan Annie yang juga masih baru masuk kelas sekolah hutan, ikut menganggunya.

“Ayo Jojo, kamu pasti bisa. Cepatlah beradaptasi. Kembalilah liar, ingatlah masa-masa mu bersama indukmu.”, ujar Joni penuh harapan. Jojo akan terus didampingi animal keeper hingga dia bisa menyesuaikan diri dengan bayi orangutan lainnya. “Semoga tidak memakan waktu terlalu lama. Setiap orangutan punya cara yang unik. Sehingga tidak bisa ditentukan waktu yang dibutuhkan setiap orangutan untuk mencapai kemampuan tertentu. Tapi stimulasi yang tepat dapat mempercepat sebuah proses. (JON)

5 YEARS TIGHT IN CHAIN, 4 YEARS IN REHAB, FINALLY NOVI RETURNED

In November 2014, COP met orangutan Novi for the first time. Novi was put on the side of the house with a rope around his neck for 5 years so he could not go anywhere. Novi was not alone. He had some dogs as friends since childhood. Poor Novi. He is a victim of forest destruction by a palm oil company that destroys his home and his source of food.

Novi underwent all rehabilitation processes to re-recognize the forest. 4 years in rehab was full of stories and memories, especially on how Novi met other orangutans at the COP Borneo rehabilitation center. Now, he turned out to be the first one who has to say goodbye to the other orphans at COP Borneo. Novi released to the forest who had been waiting for him for a long time where he should be.

Welcome to your new adventure in the forest that we promised you 4 years ago, Novi. The cage is not your home anymore.

Thank you the great team for realizing Novi’s dream to release back to the forest. Our tears are not sadness but happiness to see him run out of the cage towards the trees, celebrating his freedom. (IND)

5 TAHUN DIRANTAI, 4 TAHUN DIREHAB AKHIRNYA NOVI KEMBALI KERUMAHNYA

Pada tahun 2014 bulan November, COP bertemu Orangutan Novi pertama kali. Iya diletakan di samping rumah dengan tali di lehernya selama 5 tahun agar ia tidak dapat pergi kemana pun saat pemilik rumah sedang berpergian. Novi tidak sendiri, beberapa anjing setia bermain dengannya dan mereka sudah berteman sejak kecil. Novi yang malang adalah korban dari perusakan hutan oleh sebuah perusahan sawit yang merusak rumah dan tempatnya mencari makan.

Tepat 4 tahun setelah cerita itu, Novi menjalani semua proses rehabilitasi untuk membiasakan ia kembali mengenali hutan. 4 tahun yang penuh dengan cerita dan catatan kenangan, bagaimana novi bertemu dengan orangutan lainnya di pusat rehabilitasi COP Borneo. Ia ternyata harus mengucapkan selamat tinggal lebih dahulu dari teman-teman yatim piatu lainnya yang berada di COP Borneo, Novi kembali ke hutan yang telah menunggunya sejak lama dimana seharusnya ia berada.

Selamat menempuh petualangan baru di hutan yang pernah kita janjikan kepada mu 4 tahun lalu, sebab kandang bukanlah rumahmu lagi.

Terimakasih semua tim yang hebat untuk mewujudkan mimpi Novi kembali ke hutan, air mata kita bukanlah kesedihan melainkan kebahagian melihat mereka lari keluar kandang menuju pepohonan kebebasan. (NUS)

COP AS THE BEST ENVIRONMENTAL CSO IN 2018

Today, the Center for Orangutan Protection received an Award from the Indonesian government as the best community organization of environment in 2018. The award was given directly by Minister of Home Affairs, Mr. Tjahjo Kumolo. Besides the environmental sector, the government also gave awards to community organizations in health, education, culture, and other sectors.

This award was the first to be received by COP from the Indonesian government. COP was founded in 2007 and is the first and the only orangutan conservation organization native to Indonesia. The existence of COP has an impact not only for orangutans but also for local communities and various species of wildlife.

Thank you for all the trust and support of COP supporters and COP volunteers who are members of Orangufriends. This award belongs to all of you who have been working hard to combat wildlife crime.(IND)

COP SEBAGAI ORMAS LINGKUNGAN HIDUP TERBAIK 2018
Pada hari ini Pusat Perlindungan Orangutan mendapatkan Penghargaan dari Pemerintah Indonesia sebagai organisasi masyarakat di bidang lingkungan hidup terbaik tahun 2018. Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Selain bidang lingkungan hidup, pemerintah juga memberikan penghargaan kepada organisasi-organisasi masyarakat di bidang kesehatan, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain.

Penghargaan ini adalah yang pertama diterima Pusat Perlindungan Orangutan atau lebih dikenal dengan Centre for Orangutan Protection (COP) dari pemerintah Indonesia. COP didirikan pada tahun 2007 dan merupakan oraganisasi konservasi orangutan yang pertama dan satu-satunya yang asli Indonesia. Keberadaan COP berdampak tidak hanya untuk orangutan tetapi juga untuk berbagai jenis satwa liar lainnya dan masyarakat setempat.

Terimakasih atas dukungan dan kepercayaan para pendukung COP dan relawan COP yang tergabung dalam orangufriends.

A THANK-YOU NOTE FROM NOVI

Perhaps the owner of orangutan Novi had never imagined, a long road that must finally be passed because Novi had been cared for by humans. Novi has been chained in his neck and be friends with dogs. After going through the stage of a long and expensive medical check-up, he must struggle from one class to another in the forest school. Finally, COP Borneo can release Novi back into his habitat.

This will be Novi’s last stare we can see before he completely disappeared in the jungle of Borneo. He disappeared very fast, shortly after the cage door was opened.

This photo was taken shortly after Novi climbing back into his habitat. We feel the happiness when Novi stops and sees us for a second, maybe saying “Thank you”. All we know is that thanks to you, all COP supporters, for giving your eternal support and trust to us.

Thanks also to Novi adopters who have provided the financial need for Novi. Novi’s freedom can be achieved because of the hard work of all people who care for orangutans.(IND)

SESAAT, TERIMAKASIH DARI NOVI
Mungkin pemelihara orangutan Novi tidak pernah membayangkan, jalan panjang yang akhirnya harus ditempuh Novi karena dia pernah dipelihara manusia. Novi yang pernah berkalung rantai dalam kesehariannya dan berteman anjing dalam kesendiriannya. Setelah melalui tahapan pemeriksaan kesehatan yang panjang dan mahal dengan perjuangannya naik dari satu kelas ke kelas lainnya di pusat rehabilitasi COP Borneo akhirnya bisa dilepasliarkan kembali ke habitatnya.

Mungkin ini akan menjadi tatapan Novi yang terakhir kalinya bisa kita lihat, sebelum dia benar-benar menghilang di rimbunya hutan Kalimantan. Kecepatan Novi meninggalkan kandang angkut, sesaat setelah pintu kandang diangkat memang sudah diprediksi. Karena sudah beberapa kali, untuk keperluan pemeriksaan kesehatan, Novi harus menjalani proses karantina.

Foto ini diambil sesaat setelah Novi dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Kebahagiaan yang kami rasakan, saat dia berhenti dan memandang kami untuk ‘mungkin’ mengucapkan terimakasih. Yang kami tahu, terimakasih itu pun untuk Kamu, para pendukung COP yang telah begitu teguh memberikan kepercayaanmu untuk kami.

Terimakasih juga untuk para adopter Novi terdahulu https://www.withcompassion.com.au yang telah memberikan dukungan finansial untuk perawatan Novi. Kebebasan Novi adalah kerja keras semua pihak yang peduli pada orangutan.

NOVI REACHES HIS FIRST TREE AND GOES WITH LECI WHO HAVE WAITED FOR HIM

This morning, on November 3rd, 2018 the Director of Biodiversity Conservation, drh. Indra Exploitasia, M.Sc, began the release of two orangutans from COP Borneo rehabilitation center. Orangutan conservation in Berau has been supported by many stakeholders, especially the local community. We involved locals to create a traditional ceremony before beginning the release process.

The difficulty of going through the low tide of the Kelay river and the heavy of the transport cage did not ruin the enthusiasm of our APE Guardian team. There was a silence when Mr. Sunandar Trigunajasa, head of the Natural Resources Agency (BKSDA) East Kalimantan, opened a cage carrying Leci. Only in seconds, Leci runs and climbs the tree. 100m later, he stopped between forest canopies.

Then the second cage was opened by Mr. Ahmad Saerozi. Just like Leci, Novi ran and immediately climbed a tree, following Leci. Shortly thereafter, Leci and Novi continued their journey. The monitoring team quietly followed both of them.

“The process was so fast. Luckily the APE Guardian team had practiced enough before. Two orangutans with different backgrounds, but the same rehabilitation period, will have a different reaction to nature”, said Reza Kurniawan, APE Guardian captain.

Novi had been kept as a pet in Kongbeng, East Kalimantan. Meanwhile, Leci were wild but young when he arrived. They were expected to carry out their functions in the forest. Orangutans are the best forest farmer ever. The wide roaming of orangutans and their diversity of food makes orangutans have an important role in nature. (IND)

NOVI MERAIH POHON PERTAMANYA DAN PERGI BERSAMA LECI YANG SUDAH MENUNGGU
Pagi ini, 3 November 2018 Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, drh. Indra Exploitasia, M.Si, memulai pelepasliaran dua orangutan dari pusat rehabilitasi COP Borneo. Konservasi orangutan di Berau mendapat dukungan dari banyak pihak terutama masyarakat sekitar, upacara adat pun mengawali proses pelepasliaran kali ini.

Sulitnya melalui sungai Kelay yang agak surut dan beratnya kandang angkut orangutan tak sedikitpun menyurutkan semangat tim APE Guardian. Suasana hening saat Sunandar Trigunajasa, kepala Balai KSDA Kalimantan Timur membuka kandang angkut orangutan Leci. Hanya hitungan detik, Leci berlari dan memanjat pohonnya. 100m kemudian, dia berhenti di antara kanopi.

Kemudian kandang kedua dibuka oleh Ahmad Saerozi. Sama saja seperti Leci, Novi pun berlari dan langsung memanjat pohon menyusul Leci. Tak lama kemudian, Leci dan Novi melanjutkan perjalanan mereka. Tim monitoring dengan sigap mengikuti mereka berdua.

“Proses tadi begitu cepat. Untung saja tim APE Guardian sudah cukup berlatih sebelumnya. Dua orangutan dengan latar belakang yang berbeda ini, namun masa rehabilitasi yang sama akan menjadi catatan tersendiri.”, ujar Reza Kurniawan, kapten APE Guardian.

Novi yang sebelumnya pernah dipelihara warga Kongbeng, Kalimantan Timur dan Leci yang liar namun berusia muda diharapkan bisa menjalankan fungsi nya di hutan. Orangutan adalah pelaku reboisasi terbaik yang pernah ada. Daya jelajah orangutan dan keanekaragaman makanannyalah yang menjadikan orangutan punya peran penting di alam.

THERE ARE ORANGUTANS IN INDOCOMTECH 2018

This was the first time for Center for Orangutan Protection to participate at the electronic exhibition, Indocomtech at the Jakarta Convention Center, Senayan Jakarta. It all began with the unexpected invitation from the committee which turned out to be an extraordinary excitement. October 31 to November 4, starting at 9:00 a.m. to 10:00 a.m. Who else made it hillarious … yes Orangufriends, a support group for the Center for Orangutan Protection. Not only in Jakarta, Novi (Orangufriends Padang) also took time to stop after becoming an Animals Warrior volunteer in the tsunami earthquake in Palu, Central Sulawesi.

Only at the COP booth those who wanted to take pictures with orangutans are allowed. There were even 4 orangutans that could accompany you with your best style. There were also prizes for those who then upload to social media by tagging @orangutan_cop on Instagram. It was exciting! Of course, these orangutan dolls will stay silent, they won’t bite you or transmit their disease to you.

Do you still remember the campaign Orangutan is not a toy right? Yes, we share the same DNA with orangutans at 97%. If you have the flu, of course the orangutan can catch it from you so he becomes a cold. What if the opposite? Yes, if the orangutan is exposed to hepatitis, you can also get hepatitis from him. Say no photos with orangutans! Except for stuffed orangutans at the Indocomtech COP booth. (EBO)

ADA ORANGUTAN DI INDOCOMTECH 2018
Ini adalah keikutsertaan Centre for Orangutan Protection yang pertama kali di acara pameran elektronik, Indocomtech di Jakarta Convention Center, Senayan Jakarta. Ini juga karena undangan dari panitia yang tak disangka ternyata menjadi keseruan luar biasa. 31 Oktober hingga 4 November mulai dari jam 09.00 pagi hingga 10.00 malam. Siapa lagi yang bikin ramai… ya orangufriends, kelompok pendukung Centre for Orangutan Protection. Tidak hanya yang di Jakarta loh, Novi (Orangufriends Padang) juga menyempatkan diri mampir usai menjadi relawan Animals Warrior di gempa tsunami Palu, Sulawesi Tengah.

Hanya di booth nya COP loh, untuk kamu yang ingin berfoto bersama dengan orangutan diperbolehkan. Bahkan ada 4 orangutan yang bisa menemani kamu dengan gaya terbaikmu. Ada hadiahnya juga untuk kamu yang lalu mengunggah ke media sosialmu dengan mencolek @orangutan_cop di instagram. Seru kan! Tentu saja, boneka orangutan ini akan diam saja, tidak akan mengigit kamu ataupun menularkan penyakit ke kamu.

Masih ingat kampanye Orangutan Bukan Mainan kan? Ya, kita berbagi DNA yang sama dengan orangutan sebesar 97%. Jika kamu flu, tentu saja orangutan bisa tertular dari kamu sehingga dia menjadi flu. Bagaimana jika sebaliknya? Ya, jika orangutan tersebut terkena hepatitis, kamu pun bisa tertular hepatitis darinya. Katakan tidak foto dengan orangutan ya! Kecuali boneka orangutan di booth COP Indocomtech.

RELEASING NOVI AND LECI IN THIS NOVEMBER

There was no dramatic moment when the former rehab orangutans of COP Borneo were released. No orangutan hugged his nurse to say goodbye. Nor does anyone come down to give a flower as orangutans do to conservation experts. Everything was fast and spontaneously. When we release orangutans from the cage, there are only two possibilities: Jump and climb trees as high as possible and then disappear or attack people.

November 3rd is a thrilling day for the Center for Orangutan Protection family. This was our second orangutan release after a year earlier. In 2017, we released orangutan from the zoo, named Oki. Oki managed to make an achievement as an orangutan who used to live behind bars and could go back wild. Now, Novi and Leci also get their chance to return to their habitat.

Novi, previously kept under a house with chains around his neck. In April 2015, Novi was rescued from Kongbeng, East Kalimantan. His body was so small because of lack of nutrition, as he did not eat proper food for orangutans. At that time, Novi made friends with dogs.

While Leci is a wild agile orangutan who lost his mother in the middle of a field. How were Novi and Leci when their cage doors were lifted? (IND)

MELEPAS NOVI DAN LECI DI AWAL NOVEMBER
Tidak ada momen yang dramatis pada saat orangutan mantan pusat rehabilitasi COP Borneo dilepasliarkan. Tidak ada orangutan yang memeluk perawatnya untuk berpamitan. Pun tidak ada yang turun memberikan sekuntum bunga seperti yang dilakukan orangutan ke para pakar konservasi. Semuanya akan berlangsung cepat dan waspada. Orangutan yang dilepaskan dari kandang, kemungkinannya hanya dua. Langsung melompat dan memanjat pohon setinggi mungkin dan lalu menghilang atau menyerang orang – orang.

3 November menjadi hari yang mendebarkan keluarga Centre for Orangutan Protection. Walaupun ini adalah pelepasliaran orangutan kedua setelah setahun sebelumnya, orangutan mantan dari kebun binatang berhasil dilepasliarkan. Orangutan Oki namanya. Oki berhasil mengukir prestasi sebagai orangutan yang terbiasa tinggal dibalik jeruji besi dan bisa kembali liar. Kini, orangutan Novi dan Leci mendapatkan kesempatannya untuk kembali ke habitatnya.

Novi, orangutan yang dipelihara di bawah kolong rumah dengan rantai yang selalu mengalungi lehernya hingga meninggalkan bekas akan mendapatkan kebebasannya. April 2015, Novi diselamatkan dari Kongbeng, Kalimantan Timur. Tubuhnya kecil karena kurang gizi, dia dipelihara dengan makan makanan yang bukan makanannya. Saat itu, Novi bertemankan anjing.

Sementara Leci, adalah orangutan lincah nan liar yang kehilangan induknya di tengah ladang buah. Bagaimana Novi dan Leci saat pintu kandang diangkat?

PLEASE HELP US BUYING A KETINTING MACHINE

Orangutans on the island are those who ready to be released. They are learning to live independently without human intervention. But the limitations of natural food on the island makes the team in monitoring post need to send food every morning and evening. The monitoring team is there to keep observing on the existence and development of orangutans on the pre-release island.

Routine patrols are carried out using a motorized boat or often called ketinting. Unfortunately, the ‘way back home’ boat continues to have leaks. Maybe because of the boat age and relentless use to send food and to patrol. “It’s time to buy a new one. But the team is still trying to patch it because the price of the boat is quite expensive,” said Danel, assistant logistics officer for the COP Borneo Rehabilitation Center.

Not only the boat is broken but also the boat machine. The monitoring team is not losing their minds. They were tinkering the machine. Two machines from different years, manufactured in 2015 and 2017, are transformed into one usable machine. “It’s a pleasure, the two broken machines can produce one machine that can deliver orangutan food to the pre-release island,” said Danel again.

But sadly, a month later, the machine has a problem again. This time the piston ring is replaced. If the ketinting machine really can’t be used like before, the team was forced to rent a machine to the local residents. Of course, this will inhibit our team activity. Please help the COP Borneo Rehabilitation Center to buy a new ketinting machine. Donations can be sent to https://kitabisa.com/orangindo4orangutan. Thank you. (IND)

BELIKAN MESIN KETINTING DONK!
Orangutan yang berada di pulau adalah orangutan yang siap dilepasliarkan. Mereka adalah orangutan-orangutan yang sedang belajar mandiri tanpa ikut campur tangan manusia. Tapi keterbatasan pakan alami yang berada di pulau, menjadwalkan tim Pos Pantau untuk mengirim makanan pada pagi dan sore hari. Ini dilakukan untuk terus mengawasi keberadaan dan perkembangan orangutan yang berada di pulau pra-rilis.

Patroli berkala dalam satu hari dilakukan dengan menggunakan perahu bermesin atau sering juga disebut ketinting. Tapi sayang, perahu ‘way back home’ terus menerus mengalami kebocoran. Mungkin karena usia dan penggunaan tanpa henti untuk kirim pakan dan patroli. “Sudah satnya beli yang baru. Tapi tim masih berusaha menambalnya, karena harga perahu yang cukup mahal.”, ujar Danel, asisten Logistik pusat rehabilitasi COP Borneo.

Tak hanya perahu/ketinting yang mengalami kerusakan. Mesin yang menggerakkan perahu pun kembali rusak. Tim pos pantau tak kehilangan akal. Utak-atik mesin dilakukan. Dua mesin dari berbeda tahun yaitu pembelian mesin 2015 dan mesin tahun 2017 disulap menjadi satu mesin yang bisa digunakan. “Senang sekali, kedua mesin rusak bisa menghasilkan satu mesin yang bisa mengantarkan pakan orangutan ke pulau pra rilis orangutan.”, ujar Danel lagi.

Tapi apa daya, sebulan kemudian, mesin pun kembali bermasalah. Kali ini ring pistonnya yang diganti. Jika mesin ketinting benar-benar tidak bisa digunakan seperti kemarin, tim terpaksa menyewa mesin ke warga. Tentu saja ini sangat menghambat aktivitas. Bantu pusat rehabilitasi COP Borneo beli mesin ketinting yang baru yuk. Donasi bisa melalui https://kitabisa.com/orangindo4orangutan Terimakasih…