SCHOOL VISIT PERTAMA DI TAHUN 2017

APE Crusader membuka tahun 2017 dengan kunjungan ke sekolah. Lewat kunjungan ke sekolah atau biasa disebut school visit, APE Crusader mengedukasi dan menyadartahukan siswa tentang satwa liar khususnya orangutan dan habitatnya. Tiga kelas Rekayasa Perangkat Lunak, Pemasaran dan Akutansi dari SMKN 1 Sampit, Kalimantan Tengah ini diajak untuk memahami kondisi lingkungan mereka. Orangutan dan hutan yang dalam kesehariannya berada dekat sekali dengan kehidupan mereka.

Pagi ini, siswa kelas XI dan XII diajak bermain tentang habitat. Koran bekas menjadi media, diumpamakan sebagai habitat ataupun hutan sebagai tempat tinggal satwa liar. Seiring waktu, habitat berkurang dan lembaran koran pun dilipat oleh pemateri. Semakin lama, semakin sempit dan kecil. Satu per satu siswa pun tidak kebahagian tempat dan terpaksa keluar dari permainan tersebut. “Seperti itulah hutan yang ada di sekitar kita, nasib orangutan dan satwa liar lainnya yang menghuni hutan tersebut terpaksa keluar, bahkan mati.”, ujar Septian, anggota baru dari tim APE Crusader.

Rasa ingin tahu para siswa mendorong mereka bertanya. Bagaimana dunia konservasi, habitat satwa liar, ancaman yang dihadapi orangutan sampai kenapa kita melindungi orangutan. Manusia butuh hutan dan hutan butuh satwa liar di dalamnya untuk terus meregenerasi, sehingga dapat terus produktif untuk keberlangsungan hidup peradaban manusia.

“Kami berharap pada kalian generasi penerus, untuk peduli akan habitat satwa liar, menjaga populasi dan ekosistem di dalamnya, agar anak cucu kita nanti dapat melihat langsung kehidupan alami satwa liar di habitat aslinya, bukan cerita kepunahannya. Ayo… kita SAVE the orangutan from DELETE!”, ajak Satria Wardhana, kapten APE Crusader. (PETz)

MUSIM KAWIN PREDATOR SUNGAI

Tiba-tiba seekor buaya bermoncong pendek menyerang pak Sahran (56 tahun) warga desa Hanaut, Sampit, kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah pada 27 Desember 2016. Korban sempat terseret ke sungai dan segera dibawa ke Rumah Sakit Umum Murjani Sampit. Jari tengahnya terpaksa diamputasi akibat serangan buaya itu.

Kurun waktu 2013 – 2016 dari data yang ada, korban luka dan mati akibat serangan Buaya terjadi pada bulan Januari hingga Mei di kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, data yang diperoleh dari Kepala Balai Konservasi dan Sumber daya Alam (BKSDA) Sampit Pak Muriansyah, total jumlah warga yang meninggal ada 5 orang dan 6 orang menderita luka serius. Dan rata-rata kejadian terjadi pada pagi hari dan sore menjelang malam. Ini adalah sebuah permasalahan yang sangat serius yang sedang dihadapi oleh BKSDA Sampit, terlebih lagi banyak yang angkat tangan dengan persoalan ini, seolah-olah ini adalah permasalahan yang harus di tanggung oleh BKSDA Sampit saja.

Dari olah lapangan, ada beberapa penyebab buaya menjadi ganas. Tim BKSDA Sampit memperkirakan habitat yang menjadi tempat satwa yang dilindungi yaitu Buaya telah rusak. Sumber makanan buaya di darat seperti babi, rusa dan lainnya menghilang. Ikan berkurang dikarenakan pencari ikan yang menyalahi aturan menangkap menggunakan zat kimia dan alat setrum diduga menyebabkan sungai Sampit tercemar. Sementara itu bulan Januari hingga Mei adalah musim dimana musim kawinnya predator sungai yaitu Buaya.

Upaya sudah dilakukan untuk meminimalisir korban dengan cara memasang papan peringatan daerah rawan Buaya dan masih perlu ada penambahan pemasangan papan peringatan, dilanjutkan dengan penyuluhan ke daerah rawan buaya. Pada rapat koordinasi bulan Mei tahun 2014 dari instansi daerah memutuskan kesepakatan untuk menanggapi serius permasalahan ini dikarenakan sudah banyak menelan korban jiwa berkaitan dengan satwa yang dilindungi. Beberapa solusi yang disepakati dalam rapat diantaranya menambah pemasangan papan peringatan, kemudin pemasangan jaring dipinggir sungai dan pembentukan tim khusus. BKSDA Sampit menyarankan untuk jangka panjang agar penyediaan air bersih untuk desa yang tinggal di tepi sungai Mentaya terutama untuk 3 Kecamatan (kecamatan mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Kecamatan Pulau Hanaut) sudah 2 tahun berlalu sampai sekarang hasil rapat tersebut belum menemui titik terang dari pihak pemerintah Provinsi. (PIL)

FOUR JAVAN LANGURS SAVED FROM TRADER

Seorang pedagang satwa liar tertangkap tangan dengan barang bukti 4 lutung jawa (Tranchypithecus auratus), 3 betina dan 1 jantan pada 6 Januari 2016 di depan stasiun Lawang, Jawa Timur. Operasi ini adalah operasi pertama di awal tahun 2017 bersama Gakkum Seksi II Jawa Timur dengan COP, Animals Indonesia. Orangufriends Malang membantu penanganan keempat lutung jawa tersebut. Perdagangan lewat media sosial terus berlanjut hingga awal tahun 2017. Kini pedagang (dengan nama akun facebook setan merah) sedang di proses hukum di polsek Lawang, Jawa Timur.

Suwarno dari Animals Indonesia, “Jawa Timur memang merupakan kantong-kantong satwa liar. Dapat dilihat dari kawasan konservasinya yang paling banyak dibandingkan provinsi lainnya. Sehingga perburuan liar banyak sekali dijumpai. Sementara itu, kelompok-kelompok yang menyatakan diri sebagai ‘pecinta satwa’ sudah semakin spesifik. Sehingga permintaan pada spesies tertentu seperti lutung jawa cukup tinggi.”

Center for Orangutan Protection sudah 5 tahun ini berperan aktif dalam setiap operasi bersama dengan pihak berwajib, baik itu kepolisian maupun kementrian kehutanan. Selama ini telah 26 kali operasi bersama dan 85 persen berakhir di hukuman penjara. Namun memang hukuman masih terlalu ringan sehingga tidak cukup membuat jera pelaku.

Ramadhani, dari Centre for Orangutan Protection, “Kami berharap Undang-undang No 5 tahun 1990 segera direvisi agar disesuaikan dengan kondisi saat ini, sehingga membuat efek jera bagi pelaku kejahatan.”

Penegakkan hukum di dunia satwa liar terasa semakin berat dengan kehadiran facebook maupun media sosial lainnya tanpa menerapkan security system atas kejahatan ini. “Facebook sebagai media sosial yang menjadi pasar dunia maya perdagangan satwa liar seharusnya segera menutup grup-grup pedagang bahkan ‘komunitas pecinta satwa liar’. Karena lewat facebook mereka saling bertemu dan bertransaksi secara bebas tanpa harus bertatap muka.”, tambah Ramadhani.

Untuk wawancara lebih lanjut, silahkan hubungi:

Ramadhani
Centre for Orangutan Protection
081349271904

Suwarno
Animals Indonesia
082233951221

TAHUN 2016 BERSAMA APE GUARDIAN

Pertengahan tahun 2016 adalah awal kiprah tim APE Guardian. APE yang merupakan singkatan dari Animal (Satwa), People (Masyarakat) dan Environment (Lingkungan) bergandengan dengan Guardian yang dapat diartikan sebagai malaikat pelindung orangutan. APE Guardian bekerja di Kalimantan Timur.

Satu bulan setibanya APE Guardian di Kalimantan Timur, langsung menyelamatkan orangutan Happi yang berasal dari Taman Nasional Kutai pada 29 Agustus 2016. Satu kawasan yang seharusnya cukup aman untuk induk dan bayi orangutan hidup. Namun Happi yang saat itu berusia 11 bulan tanpa induknya.

Sebulan setelah penyelamatan Happi, APE Guardian harus menyelamatkan bayi orangutan lagi. Kali ini masih berusia 8 minggu. Kami mnyebutnya bayi Popi, tanpa gigi dan sangat lemah. Bayi ini ditemukan warga di perkebunan sawit di desa Sempayau, kabupaten Kutai Timur, kalimantan Timur pada 20 September 2016.

“Dua bulan yang berat.”, begitu kata Eliz anggota tim yang baru bergabung. Emosi karena senang bisa menolong bercampur dengan sedih dan amarah melihat bayi yang harus terpisah dengan induknya ini. Di akhir November, APE Guardian terpaksa menyelamatkan orangutan Lana yang masih sangat liar. Lana pun tak berlama-lama singgah di COP Borneo, dan ditranslokasi ke Hutan Lindung Sungai Lesan pada 10 Desembernya.

APE Guardian adalah tim yang menangani proses pelepasliaran orangutan. 2017 adalah tahun kebebasan untuk orangutan-orangutan COP Borneo yang memenuhi syarat. Hidup di alam, adalah tempat terbaik bagi satwa liar. (YUN)

CATATAN APE CRUSADER TAHUN 2016

APE Crusader adalah tim gerak cepatnya COP yang berada di garis depan untuk perlindungan orangutan dan habitatnya. Sepanjang tahun 2016, APE Crusader menangani 16 orangutan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Selain itu kasus-kasus satwa liar lainnya seperti penemuan 18 tringgiling di Sampit, evakuasi Bekantan (monyet Belanda) dan mitigasi konflik dengan buaya juga menjadi catatan APE Crusader menutup tahun 2016.

Tahun 2016, APE Crusader harus menghadapi kematian 5 orangutan, termasuk di dalamnya kasus 3 orangutan di Bontang yang mati dalam kondisi terbakar. Kasus ini menarik dan menantang pihak kepolisian untuk melakukan proses penegakan hukum. Berawal dari postingan seseorang di Facebooknya, bahwa ada tiga orangutan yang mati. Proses ini berhasil membuktikan pelaku dengan sengaja membakar orangutan sehingga melakukan tindak kriminal terhadap satwa endemik asli Indonesia yang dilindungi oleh undang–undang ini. Terdakwa telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 21 ayat (2) huruf a dan pasal 40 ayat (2) UU RI nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, sehingga terdakwa terjerat hukuman vonis penjara 1 tahun 6 bulan. Keberhasilan kasus ini tidak lepas dari dorongan orangufriends dan media.

Sementara itu kasus pemeliharaan orangutan ilegal dengan latar belakang rasa kasihan mendominasi. Sebagian besar orangutan tersebut adalah bayi. Sebagai contoh kepemilikan dan pemeliharaan illegal yang dilakukan oleh anggota TNI yang bertugas di Bontang. Menurut Pasal 40 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1990, para pemelihara satwa dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) serta dikatagorikan sebagai tindak pidana kejahatan. Masih menjadi pertanyaan besar, bagaimana bayi-bayi orangutan tersebut sampai ke tangan manusia. Induk orangutan merawat anaknya hingga usia 6-8 tahun. “Dapat dipastikan, induknya mati.”, ujar Satria, kapten APE Crusader.

Seperti kasus orangutan Apung yang akhirnya berganti nama menjadi orangutan Bumi. Orangutan dengan tali pusar yang baru lepas ini diselamatkan dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Setiap kali tubuhnya diangkat dia menjerit kesakitan. Setelah dilakukan x-ray ditemukan peluru senapan angin di dadanya. Bayi orangutan berusia 2 minggu dengan peluru senapan angin di dadanya? Bagaimana nasib induknya?

APE Crusader bersyukur bisa memberikan kesempatan kedua bagi orangutan-orangutan yang bisa diselamatkan dalam kondisi hidup di tahun 2016. Namun juga harus mengatasi depresi yang mendalam saat menangani orangutan maupun satwa liar lainnya yang mati. Dan terus mencari jalan terbaik untuk orangutan-orangutan liar yang terjebak di hutan terfragmentasi akibat pembukaan perkebunan kelapa sawit yang terjadi di PT AE, Kalimantan Timur. Dukungan anda semua adalah kekuatan tim ini untuk terus melakukan yang terbaik untuk orangutan dan habitatnya. (PET)