BERTEMU ORANG-ORANG BARU DI COP SCHOOL

Namaku Mikaela, 19 tahun asal Bandung. Dari kecil aku sudah dibiasakan oleh nenek untuk dapat merawat hewan sekali pun itu serangga. Oleh karena itu rasa simpati kepada hewan yang tinggi di dalam diriku tumbuh. Gak sengaja ketika melihat Facebook muncul COP, kepo tuh langsung otak-atik fanpage nya. Terus muncul poster COP School Batch 5, langsung tertarik pengen banget ikutan. Setelah ijin ke orangtua ternyata dibolehin, langsung deh daftar.

Proses daftar COP School Batch 5 yang menurutku tidak sulit dan informasi yang disampaikan pun sangat lengkap jadi ngak bikin pusing untuk daftar. Setelah aku daftar kami diundang ke grup COP School dan diberi beberapa tugas sebelum kami dinyatakan lulus sebagai siswa COP School Batch 5 yang resmi. Di waktu luangku, aku mengerjakan tugas dari COP, tapi sekali lagi karena aku sangat berminat jadi ku kerjakan dengan sungguh-sungguh dan enjoy.

Waktunya pun tiba, hasil seleksi akan diumumkan. Rasanya deg-degan, takut gak lulus. Ternyata… Namaku ada di daftar siswa COP School Batch 5!!. Senangnya bukan main!!. Pada bulan Juni pun aku berangkat dari Bandung ke Yogja, rasa antusias menyelimutiku. Sesampainya aku di Jogja langsung berangkat menuju Camp COP yang berlokasi di Gondanglegi, Sleman. Aku bertemu dengan orang-orang yang memang benar-benar baru dan gak kenal satu pun, rasanya aneh sih tapi aku selalu ingat tujuanku bahwa aku ingin ikut serta dalam misi penyelamatan hewan.

Aku bersama kak Citra, kak Ucup dan dengan mentor kami kak Dea hari pertama kami ngecamp dibelakang Camp COP. Malamnya kami berkumpul dan memperkenalkan diri lalu kami tidur. Keesokan hari, kami sarapan pagi bersama lalu bersiap dan menggendong ransel dan mengenakan topi kami untuk persiapan longmarch dari Gondanglegi menuju Kaliurang. Perjalanan yang sungguh melelahkan tapi menyenangkan. Kami melewati persawahan, pedesaan, dan menyelusuri sungai. Akhirnya pada sore hari kami sampai di Kaliurang dan langsung mendirikan tenda untuk tempat istirahat kami dan menyiapkan makan malam dengan memasak bersama lalu makan bersama, kebersamaan mulai terasa ketika kami semua selesai makan.

Malam itu kami mengikuti materi dari Pak Jamartin Sihite dari BOSF. materi-materi yang disampaikan pun sangat membuatku tercengang mendengar keseruannya, setelah materi kami pergi tidur.

Hari ketiga kami awali dengan memasak bersama yang bahan-bahan masakannya udah disiapkan panitia, kemudian sarapan. Lanjut materi dari kakak-kakak COP yang sharing tentang pengalamannya di hutan Kalimantan dan menangani perdagangan satwa liar sampai keliling Indonesia. “WOW” aku berdecak kagum banget mendengar kerseruan, ketegangan dan keharuan dari cerita mas Hardi, mas Daniek, mas Dhani, kak Jambrong.

Hari keempat, kami menerima materi enrichment untuk satwa seperti orangutan, beruang madu, kukang, bekantan. Jadi di materi enrichment kami diajarkan untuk membuat kreasi dan dirangkai untuk mengajarkan satwa liar yang sudah lama ditangkap, berada di kandang dan lupa cara mencari makan di hutan. Dari bahan-bahan yang ada seperti karet, batang pohon, barang-barang bekas dan bambu kami mengkombinasikan dengan makanan sesuai hewan yang akan kita buat enrichmentnya. Seru abissss…!. Dan kami juga mendapat materi dari mas Warno dan kak Punky dari Animal Indonesia. Materi yang disampaikannya pun menarik dan diselingi games.

Hari kelima untuk kami, kami diajarkan untuk menjadi juru kampanye yang biasa COP lakukan yaitu aksi diam. Saat itu aku ditugaskan menjadi kameramen dan partnerku kak Wildan. Kali ini agak menegangkan tidak seperti biasanya yang santai karena kita diajarkan agar bisa kuat dan melakukan aksi diam. Kami mengibarkan bendera COP yang sangat besar, KEREN! Pada sore haripun kami semua masuk ke dalam kolam lumpur dan perang lumpur!. Pokoknya semua harus hitam pekat haha. Setelah habis main lumpur kita semua mandi di sungai, hari pun semakin malam kami mulai masak dan makan malam.

Hari keenam hari terakhir kami menuju Camp COP, sedih sih karena akan berakhir tapi sekaligus antusias karena kami telah membuat Program Kerja Mandiri untuk daerah kami masing-masing. Memang kenangan dan ilmu yang luar biasa. Thanks to COP School, aku pun bisa menyalurkan passion dan impianku untuk menyelamatkan satwa liar. Sampai sekarangpun walau kami jauh masih terus terhubung dengan media sosial. (Mikaela_COP School Batch 5)

EXCITING EXPERIENCE BECOMING KITCHEN ANGEL IN COP SCHOOL

Hi! My name is Nita Istikawati, you can call me Nita. I am a COP Supporter from Yogyakarta.
The story began in 2010 when I decided to join COP as a volunteer. At that time, I was a university student doing an Accounting degree. It can be said that my education didn’t have any correlation with orang-utans at all. So, I wasn’t surprised when some college friends bullied me about my bizarre activities outside of campus. They often said that I was a very odd person because I liked to go to the zoo to make enrichments and better enclosures for the animals, joined an orang-utan demonstration (campaign), and also spoke out loudly against the destruction of rainforests for palm oil plantations. They thought it was extremely peculiar behaviour for a student from the Faculty of Economics. Well, it never ever stopped me raising awareness and helping orang-utans through COP. From my own experience, I know that everyone can help the orang-utan and its habitat without limits and boundaries. Everything that begins from your heart will come back to your heart again.
There are so many exciting experiences I gained when I was working as a volunteer in orangutan protection. There were lots of unforgettable memories. One of them is when I became a COP School organiser. My favourite position was as part of the kitchen team or kitchen angel. First, because I could taste the food before the other people did. Second, I could taste again and then third I could do food tasting again and again (LOL). On the other hand, I love cooking. Perfect. But please take it easy, I just wanted to make sure that all of the food that we provided at COP School was healthy, free from formaldehyde and safe for consumption by participants and also the presenters. I called it working on the front line. Alibi.
Hmmm… actually becoming part of the kitchen team meant that we should be facing the reality of the lack of sleeping time. Imagine this: the kitchen angels have to wake up very early in the morning before the cock crows and are already moving in the direction of the rising sun. Meanwhile, others were still soundly resting in bed.
As a kitchen angel during COP School, I had to wake up no later than 3.30am every day, because we had to boil water for drinking and then go off to the market to buy vegetables. After that, we picked up food for the catering and also had to prepare anything else. Morning rush hour. From this activity, I learnt a lot about time management and of course became more responsible with my job.
The kitchen is the most strategic place to meet up with everyone. While the participants were making tea or a cup of hot coffee, I got lots of chances to talk with them. Warm conversation in the morning made us feel closer to each other. The participants of COP School are very multicultural. They come from various backgrounds. There is a veterinary student, biology, design, law, economy, communication, etc. Well, I came to understand a wide range of characters and it made me easier to adapt to the new environment. Yes, COP School is a place where I gained a new family, who inspire and strengthen each other. Thanks, COP.

PENGALAMAN SERU MENJADI TEAM DAPUR DI COP SCHOOL
Hai! Nama saya Nita Istikawati biasa dipanggil Nita. Salah satu pendukung COP dari Yogyakarta.
Cerita bermula di tahun 2010 ketika saya bergabung menjadi volunteer COP. Waktu itu saya masih berstatus sebagai mahasiswa aktif di jurusan Akutansi. Bisa dibilang latar belakang saya memang tidak ada hubungannya sama sekali dengan orangutan. Jadi, tidak heran jika sering diejek teman-teman mengenai kegiatan-kegiatan saya di luar kampus. Saya dibilang orang aneh yang suka keluar masuk kebun binatang, ikut kegiatan demo (kampanye) dan teriak-teriak tentang sawit. Menurut mereka tidak wajar dilakukan oleh anak ekonomi. Namun hal itu tidak pernah mematahkan semangat saya untuk terus membantu COP. Menurut saya menyelamatkan orangutan dan habitatnya itu tanpa batas dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Semua yang berawal dari hati akan kembali ke hati.
Ada banyak sekali pengalaman seru selama berkecimpung di dunia perlindungan orangutan yang tidak akan pernah terlupakan. Salah satunya adalah setiap kali menjadi panitia kegiatan COP School. Saya paling senang menjadi bagian dari tim dapur. Pertama bisa cicip makanan, kedua cicip lagi, ketiga cicip lagi, dan lagi (hehe). Selain itu saya suka makan. Cocok ya. Eitsss tapi jangan salah persepsi. Saya cuma mau memastikan makanan di COP School semuanya sehat, bebas dari formalin dan aman dikonsumsi oleh peserta juga para pengisi acara. Ini namanya adalah bekerja di garda depan. Alibi.
Hmmm… sebenarnya menjadi tim dapur itu artinya harus menghadapi kenyataan bahwa jatah tidur sangat berkurang. Bayangkan pagi buta sebelum ayam berkokok kami para kitchen angels sudah bergerak menuju arah matahari terbit. Di saat yang lainnya masih nyenyak tidur di dalam sleeping bed.
Rutinitas selama COP School, setiap hari paling lambat bangun sekitar pukul 3.30 pagi karena wajib memasak air untuk kebutuhan minum dan pergi ke pasar membeli sayur mayur. Mengambil makanan di catering dan juga harus menyiapkan ini dan itu. Pagi yang sangat sibuk. Dari kegiatan ini saya menjadi banyak belajar tentang bagaimana mengorganisir waktu yang baik dan bertanggung jawab dengan pekerjaan.
Dapur adalah tempat paling strategis untuk bertemu dengan semua orang. Sembari para peserta membuat teh atau secangkir kopi panas, saya banyak mendapat kesempatan untuk berbincang. Obrolan hangat di pagi hari membuat susana menjadi lebih dekat dengan para peserta. Para peserta COP School sangat multikultural. Mereka datang dari berbagai macam latar belakang. Ada mahasiswa kedokteran hewan, biologi, desain, hukum, eknonomi, komunikasi, bahasa, dsb. Secara tidak sadar saya menjadi memahami berbagai macam karakter orang dan membuat lebih mudah beradaptasi di lingkungan baru. Ya, COP School adalah tempat dimana saya mendapatkan keluarga baru, saling menginspirasi dan menguatkan satu sama lain. Terimakasih COP.

SELAMA COP SCHOOL BERLANGSUNG

Hi, namaku Shaniya asal Surabaya. Di foto itu aku yang paling depan dengan jilbab hitam. Aku adalah salah satu dari 40 orang yang lolos tahap seleksi untuk mengikuti COP School Batch 6 yang diadakan pada 18-22 Mei tahun lalu di Yogyakarta. Saat ini, statusku sudah menjadi Alumni dari kegiatan tersebut.

Pertama, aku mau bilang. Sama sekali nggak bakal rugi kamu daftar dan ikut seleksi COP School. Kalau kamu lolos, kamu akan dapat salah satu pengalaman yang ngak akan kamu dapatkan di tempat lain. Kalau belum lolos, kamu masih punya banyak kesempatan untuk coba daftar lagi tahun depan, dan tahun depannya lagi, dan seterusnya.

Setelah lolos seleksi, kamu pun nggak perlu takut bakal ‘terdampar’ ketika kamu sampai di Yogyakarta sebelum waktu yang ditentukan untuk kumpul di Camp COP. Kalau tahun lalu, teman-teman Batch 6 yang memang tinggal di Yogyakarta dengan senang hati membantu siapa saja yang membutuhkan akomodasi sementara sebelum kegiatan dimulai.

Siang pertama kegiatan mulai, kami kumpul di Camp COP dan menyerahkan tugas yang harus dibawa. Sorenya semua membangun tenda sesuai kelompok masing-masing dan berkenalan dengan semua yang ada di Camp. Di sini, menurutku sebaiknya kamu ngak cuma kenalan sama COP School angkatanmu aja, tapi juga sama alumni-alumni yang ada, baik yang jadi panitia maupun pendamping kelompok. Setelah semuanya kenal satu sama lain, malamnya dipilih siapa yang jadi Ketua Kelas dari Batch 6.

Hari kedua kumpul, kami sudah dapat materi sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat kedua. Nah setelah materi pertama ini serunya bener-bener dimulai. Di sini, fisik kamu bakal diuji juga ketahanannya. Longmarch bersama, yaa lumayanlah kalau buat yang jarang olahraga. Jadi, ada baiknya juga kamu latihan fisik sebelum berangkat ikut COP School.

Selama kegiatan di lokasi kedua tidur di tenda, kita bakal dapat banyak banget materi, nggak cuma tentang konservasi dan satwa liar, tapi juga jurnalistik dan bahkan bagaimana jadi investigator kasus perdagangan satwa liar! Keren kaaan! Selain itu, materi yang paling aku suka adalah tentang animal welfare. Karena di sini kamu bakal ditantang untuk bikin design kandang dan enrichment untuk satwa yang ada di kandang rehabilitasi maupun di kebun binatang. Dalam satu hari, ada sekitar 3 sampai 4 materi diselingi istirahat dan berbagai games yang seru semua. Games yang paling seru menurutku, saat kita diajak keluar pendopo buat melakukan pengamatan, ada binatang apa aaja di sekitar kita. Ini gak asal lho, karena panitia udah menyiapkan boneka berbagai binatang yang disembunyikan di sekitar jalur yang ditentukan. Di sini mata kita dituntut buat jeli sama keadaan sekitar. Dan nanti bakal di cek, apakah hewan yang kamu tulis itu bener atau bukan bagian dari binatang yang udah disembunyiin dan ditentuin sama panitia kegiatan.

Selain itu, kamu juga dituntut untuk bisa kerjasama sama kelompok kamu. Kalian bakal bagi tugas setiap harinya. Siapa yang ambil bahan masakan, yang masak, yang cuci piring, cuci alat masak, dan lain-lain, karena kita bakal masak sendiri buat sarapan dan makan malam.

Selama COP School, aku dapat banyak banget pengalaman berharga yang aku yakin berguna banget buat diriku ke depannya. Juga buat kamu yang memang ingin banget punya peran dalam membantu kelangsungan satwa liar di negara kita, kamu mungkin harus coba ikut kegiatan yang satu ini. Teamwork kamu teruji, public speaking-mu terlatih, dan kamu dapat banyak materi mengenai satwa liar, jadi ke depannya saat kamu terjun ke dunia konservasi, kamu nggak asal ikut-ikutan orang lain karena kamu punya dasar yang kamu dapat selama COP School.

Gimana, seru banget kan? Tahun ini aku berharap aku punya waktu untuk jadi pendamping kelompok selama kegiatan berlangsung. Kalau kamu bener-bener tertarik, saranku kamu harus sesegera mungkin daftar karena kalau ketinggalan ya sudah, kamu harus tunggu tahun depan lagi.
Jadi sampai ketemu ya di COP School Batch 7 nanti! See you soon! (Shaniya_Orangufriends)

INTERAKSI SISWA SAAT PRA COP SCHOOL

Tahun lalu setelah mendaftarkan diri di COP School lewat email yang saya ketahui dari media sosial, kita pun akan diberikan beberapa tugas Program Seleksi yang selama dua minggu melalui tugas-tugas lapangan atau pun membaca literasi dan merangkumnya dalam sebuah tulisan. Tugas diberikan di grup Facebook dan kita dibuatkan kelompok dengan didampingi satu orang panitia.
Mengawali dengan membiasakan diri berkomunikasi lewat media sosial untuk menerima tugas, terjun langsung ke lapangan, mengamati tugas lapangan yang diberikan, membaca literasi dan menyampaikan laporan tulisnya. Tahap selanjutnya, lima hari di Yogyakarta dengan materi yang sangat padat dan praktek langsung di lokasi kegiatan. Tidak hanya komunikasi satu arah, namun dua arah, dimana peserta dan pemateri sama-sama belajar.

Yang menarik, peserta yang telah lolos seleksi menjadi siswa akan dibuatkan kelompok dan didampingi panitia dari siswa COP School sebelumnya, disinilah kita sebagai siswa COP School yang lolos seleksi akan berkomunikasi satu sama lain tanpa mementingkan status sosial, agama, ras, suku, kesetaraan gender ataupun bahasa. Karena selain dari negara kita sendiri yang mempunyai berbagai macam bahasa ada juga beberapa siswa COP School berasal dari Negara lain.
Dalam kelompok yang akan dibuatkan oleh panitia, disini kita menjalin komunikasi yang saling mengenalkan satu sama lainnya sebelum kita sama-sama bertemu secara langsung. Komunikasi lewat group Line, WhatsApp ataupun Facebook akan memberikan sebuah keakraban yang berbeda, saling berinteraksi mengenai perkenalan diri sampai hal-hal yang mesti dipersiapkan untuk pelatihan di Yogyakarta.

Beberapa persiapan dari panitia pelaksana sebelum kegiatan dilakukan akan diinformasikan terlebih dahulu ke pendamping kelompoknya dan selanjutnya akan dibagikan informasi tersebut ke group masing-masing kelompok. Mulai dari persiapan bahan materi, perbekalan yang akan dibawa, sampai keperluan dan perlengkapan bersama untuk kelompok. Biasanya dari berbagai kebutuhan yang diperlukan pasti akan ada teman kelompok kita yang tidak mempunyai, ini akan menuntut kita untuk sama-sama menutupi kekurangan dalam kelompok dan memang dituntut untuk saling melengkapi dan mendukung satu sama lainnya.

Walaupun kita belum pernah bertemu dan baru kenal lewat media sosial saja, tetapi ini menjadi wahana yang sangat unik mengakrabkan diri sebelum bertemu pada saat pelaksanaan COP School.
Dari komunikasi yang berjalan inilah sehari sebelum COP School saya sudah berada di Yogyakarta. Kami berkumpul dengan teman satu kelompok untuk sekedar berkenalan dan makan malam menikmati kota Yogyakarta. Siswa yang luar kota bahkan tertolong bisa dijemput oleh siswa yang dari Yogyakarta di stasiun, terminal dan bandara. Bahkan ada yang mendapat tumpangan tidur baik sebelum COP School maupun setelahnya. Ya saya itu orangnya. (PETz)

TASK BY TASK TO JOIN COP SCHOOL

Jadi gini, flashback ke tahun 2016 sekitar pertengahan hingga akhir bulan April ada beberapa tugas yang diberikan setelah mendaftar jadi peserta COP School Batch 6. Tugas ini merupakan tahapan seleksi calon siswa COP School menjadi siswa. Diantaranya tugas berkunjung ke pasar burung/pasar hewan, berkunjung ke kebun binatang, memberikan komentar tentang iklan yang beredar, dan tugas esai tentang “Mengapa Orangutan Perlu Dilindungi”.

Setiap tugas yang diberikakan mempunyai batasan waktu pengumpulan yang mana pada waktu itu sistemnya diunggah di grup facebook khusus COP School Batch 6. Tugas pertama tentang berkunjung ke pasar hewan waktu itu saya mengerjakan dengan sangat mepet batas pengumpulan, sebab berhubung di tempat saya berkuliah lumayan disibukkan dengan praktikum hingga petang hari. Jadi 1 jam sebelum batas pengumpulan saya berkunjung ke salah satu petshop dan melaporkan hasilnya beberapa menit sebelum batas pengumpulan.

Setelah itu, tugas kedua dirilis beberapa hari kemudian yaitu berkunjung ke kebun binatang maupun taman satwa sekitar daerah yang kita tempati. Tugas ini lumayan santai karena waktu yang diberikan lumayan sekitar beberapa hari. Kebetulan saya berkuliah di Yogyakarta jadi tujuan saya adalah ke kebun binatang kesayangan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Seperti biasa setelah kunjungan gratis *eh (cerita untuk masuk gratis kebun binatang di Jogja nanti aja yah, kalo dah ketemu, haha) dilanjutkan dengan menulis laporan dan mengunggahnya di Facebook.

Beranjak ke tugas ketiga, nah ini lumayan bikin penasaran tugasnya buat apa? Tugas ketiga sangat gampang tetapi rada sulit. Tugasnya adalah mengambil gambar dan dibagi di grup Facebook. Gambarnya adalah tentang iklan/reklame/billboard dan sejenisnya yang menurut anda menarik. Mudah sih buat nyari iklannya yang susahnya adalah memilih iklan mana yang paling menarik karena waktu itu saya dihadapkan pada dua pilihan, ya dua pilihan itu sangat sulit antara ya dan tidak, tetapi kamu harus berani menentukan pilihan walaupun dua-duanya punya resiko dan dua-duanya punya kenikmatan yang terembunyi (ngomong opo toh iki).

Tadaa~ saatnya untuk tugas ke-4, the last task. Jadi gini, tugas keempat kita disuruh menulis esai tentang ”Mengapa Orangutan Perlu Dilindungi?”. Nyari semalaman saya di depan layar komputer, merangkai kata-kata dan membandingkan dengan literatur demi tugas keempat ini. Tiada rasa puas yang terbandingkan jika kita melakukannya dengan tangan sendiri meski masih banyak evaluasi, kritik dan saran maupun komentar. Tetapi itulah yang membuat langkah kaki tetap kuat bertumpu di tanah air tercinta ini.

Ternyata setelah materi-materi diberikan di COP School saya baru mengerti kenapa tugas-tugas dalam seleksi calon siswa itu untuk apa. Materi yang diberikan akan mudah kita mengerti karena kita sudah pernah melihat langsung dan membaca litarasinya. Sampai bertemu ya di COP School batch 7.(Tete_Orangufriends)

SEKOLAH KONSERVASI SATWA LIAR

This is the aerial view of our COP School. We are raising fund to develop a new class room. COP School is training centre for new generations of animal advocate. COP School has graduated 145 activist that currently working on a very effective personal network. This is a strategic investment for environmental and social network. Please donate through:
kitabisa.com/copschool

Inilah foto udara COP School, hanya setengah bagian saja.
Terletak di dusun Gondanglegi Kabupaten Sleman. Dari airport hanya 30 menit mengemudi. Di sinilah generasi pelindung satwa liar selama 6 tahun terakhir.

SEMANGAT DAN IMPIAN BARU LEWAT COP SCHOOL

Nama saya Alex Sander, sebelum mengikuti COP School Bacth 6 saya telah aktif sebagai Animal Keeper di Animals Indonesia, sebuah Pusat Penyelamatan Satwa di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan sejak satu tahun yang lalu. Suatu kebanggaan besar bagi saya untuk bisa bergabung dan aktif dalam upaya penyelamatan satwa. Saya memperoleh kesempatan besar untuk mengikuti COP School Batch 6 pada bulan Mei 2016.

Pada awalnya saya masih ragu mengikuti kegiatan ini, namun atas dasar saran dari kawan kawan seperjuangan, saya mencoba memberanikan diri untuk mengikuti kegiatan ini. Keputusan ini merupakan hal yang berat karena saya belum pernah berpergian jauh apalagi keluar luar pulau dan ijin orang tua yang belum juga merestui keberangkatan saya. Hampir satu minggu saya galau seperti orang yang tidak waras, namun saya tetap bersikeras untuk datang di kegiatan tersebut karena menurut saya  COP school  adalah kegiatan yang akan memberikan banyak hal positif bagi saya dan memberikan pelajaran hidup yang bisa memotivasi saya menjadi lebih baik.

Seminggu setelah galau, saya berangkat menunju Yogja pada hari Rabu tanggal 11 Mei 2016 dengan niat, kemauan dan modal yang pas-pasan, hanya pas untuk ongkos pulang pergi. Sebagai informasi buat kalian, bahwa perjalanan dari Lubuk Linggau menuju Yogyakarta membutuhkan waktu selama tiga hari tiga malam, mungkin kalau satu hari lagi saya berada dalam bis pasti saya sudah menjadi mumi saat tiba di Yogya.

Pada saat bus tiba di Yogya, saya malah tidak sadarkan diri dan seseorang membangunkan saya kalau bis yang saya tumpangi telah menuju Solo. Pada saat itu saya bingung harus bagaimana namun supir bis memberikan bantuan untuk ikut dengan bis lain yang menuju kearah Yogya dan akhirnya saya tiba di tempat tujuan yaitu “Y.O.G.Y.A.K.A.R.T.A.!!!”.

Sebelum kegiatan COP School dimulai, saya dan beberapa kawan animal keeper dari COP Borneo berkesempatan menjadi relawan di Wildlife Rescue Center Yogyakarta selama 2 hari. Saya berkesempatan untuk merawat Siamang, berbagai jenis burung, orangutan dan membuat enrichment.

Pada tanggal 18 – 22 Mei 2016 saya mengikuti COP School Batch 6, hal yang pertama kali saya rasakan adalah seperti saya bukan siapa – siapa mengingat saya sangat awam dalam kegiatan konservasi dibandingkan dengan kawan-kawan lainya. Namun itu bukan penghalang bagi saya untuk belajar karena saya bertemu kawan-kawan dan tim seperjuangan (Kelompok 6) yang selalu mendukung saya walaupun saya paling bodoh dan dekil. Hahahaha…

Selama lima hari kegiatan saya mendapatkan pelajaran dan pengalaman berharga dari narasumber yang sangat menginspirasi dan memotivasi saya menjadi lebih baik lagi dalam dunia konservasi. Hal yang tidak terlupakan ketika tenda kelompok kami kebanjiran karena tenda kami bocor dan akhirnya kami tidur seadanya dan kami harus memakan kerak nasi karena nasi yang kelompok kami masak terlalu matang.

Banyak Hal yang saya peroleh pada saat kegiatan COP school Batch 6 dan tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup saya. Terimakasih kepada keluarga besar COP yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk belajar tentang dunia konservasi. Pada tanggal 23 Mei saya harus pulang kembali ke Lubuk Linggau dan kembali menekuni aktivitas yang saya lakukan dengan penuh semangat dan impian yang baru. (Alex_Orangufriends)

RUANG KELAS UNTUK SEKOLAH KONSERVASI SATWA LIAR

Namanya Wety, dari Purwodadi – Jawa Tengah. Dia adalah satu dari ribuan anak muda Indonesia yang menggilai tayangan Animal Planet dan ingin terlibat langsung di dalamnya. Wety menemukan jalannya di COP School Batch 1 pada tahun 2011. Kini, dia bersama dengan para alumni COP School lainnya, dari Batch 1 – 6 menjalankan Pusat Penyelamatan Orangutan COP Borneo di Hutan Penelitian Labanan, Kalimantan Timur.

Sejak diinisiasi pada tahun 2011, COP School telah meluluskan 145 orang, yang kini tersebar di berbagai organisasi perlindungan alam dan gerakan sosial. Mereka membangun jaringan kerja yang efektif untuk Indonesia yang lebih hijau. Sayangnya, hingga menjelang COP School Batch 7 yang akan diselenggarakan bulan Mei 2017 ini, COP School belum memiliki ruang kelas, meskipun lahannya sudah tersedia di Yogya.

Bantuan Anda akan digunakan untuk membangun ruang kelas dan mendukung program pelatihan COP School. Ini adalah investasi strategis untuk gerakan perlindungan satwa liar dan habitatnya di Indonesia.

Klik https://kitabisa.com/copschool

WHOEVER YOU ARE, LET’S JOIN COP SCHOOL BATCH 7

Halo! My name is Zahra and I am an employee of a private company in Jakarta. I am an alumni of COP School Batch 6 which was held last year. Since I was a kid, I have always loved animals. But since I do not have any background related to animal conservation, I thought all I can do was just watch animal planet, donate, and like and share some posts in social media.

I was wrong! Last year, I saw a facebook post about COP school, and I thought this was perfect for me. At first I was a bit scared. I did not know anybody in the program! I did not have background and experience related to animal conservation. I was completely new on this field. I also had to spend some time writing the pre-program tasks between works. But with determination, I managed to get picked as one of COP school student.

When I arrived at COP camp, I met new friends which were very open and welcome. COP school students had various backgrounds, age, and even nationality! All those differences did not stop us to feel like home.

During COP school, I learned and experienced a lot of new things: outside class (for example how to build tent, long march along with friends) and inside class. The classes were presented by experts from well-known animal and environmental conservation organizations. What a chance of a lifetime!
COP school was only for a few days, but it gives me a lot of things: new experiences, new knowledge, new friends, and the most important thing was a channel to get involved more about animal conservation, wherever you are, whatever your background is. For example, I can help with translating some COP activities articles for publication.

So whoever you are, as long as you have passion for animal conservation, let’s join COP school batch 7! (Zahra_Orangufriends)

SIAPA PUN KAMU, IKUT COP SCHOOL BATCH 7

Halo! Perkenalkan, namaku Zahra dan saat ini berprofesi sebagai karyawan di perusahaan swasta di Jakarta. Aku adalah siswa COP School Batch 6 yang diadakan tahun 2016 lalu. Sejak kecil aku punya kecintaan terhadap satwa. Tapi berhubung aku tidak punya latar belakang pendidikan yang berkaitan dengan pelestarian satwa dan aku tinggal di Jakarta, aku sempat berpikir passion-ku terhadap pelestarian satwa tidak bisa disalurkan selain dengan nonton animal planet, berdonasi, atau like dan share post di media sosial.

Ternyata aku salah! Tahun lalu, aku lihat post di facebook tentang COP School, dan aku merasa ini adalah sarana yang tepat untuk aku. Memang awalnya agak takut, aku belum kenal siapa pun! Aku benar-benar baru di bidang ini.  Belum lagi ada tugas-tugas saat proses seleksi, yang membuat aku harus pintar-pintar membagi waktu dengan pekerjaan di kantor. Tapi, dengan tekad (dan nekad) aku maju terus dan ternyata berhasil lolos seleksi.

Ketika aku sampai di camp COP, aku langsung bertemu dengan teman teman baru yang sangat open dan welcome. Siswa COP School juga sangat beragam, berbagai background, umur, bahkan kewarganegaraan! Semua perbedaan tersebut tidak menghalangi kita untuk merasa seperti berada di rumah. Selama COP School berlangsung, aku mempelajari dan mengalami banyak hal baru, mulai dari hal di luar kelas (contohnya cara mendirikan tenda, long march bersama teman – teman), hingga materi yang disampaikan di kelas. Materi pun dibawakan langsung oleh ahli dari berbagai organisasi besar. Betul betul pengalaman sekali seumur hidup.

COP School memang hanya berlangsung beberapa hari, tapi bekal yang aku bawa pulang rasanya banyak sekali. Pengalaman baru, ilmu baru, teman-teman baru, dan yang terpenting adalah ruang yang tepat bagi setiap alumninya untuk membantu pelestarian satwa, dimanapun mereka berada dan apapun profesi mereka. Contohnya aku yang berprofesi sebagai karyawan swasta, bisa membantu pelestarian satwa melalui penerjemahan beberapa tulisan untuk publikasi kegiatan COP.

Jadi siapapun kamu, selama kamu punya passion untuk pelestarian satwa, ayo segera daftar ke COP School Batch 7.

SAYA DAYAK DAN IKUT COP SCHOOL

Saya dilahirkan di kota Sintang dan menjalani masa kecil di kampung Laung, Kapuas Hulu. Saya besar di kaki bukit Merangat dan mandi di sungai Batang Seberuang. Sejauh ini saya masih hafal bau getah karet yang menempel di punggung saat kami memikulnya dari kebun dan dibawa ke desa Seneban. Saya meninggalkan kampung Laung hanya supaya saya bisa menerjemahkan cover buku Sinar Dunia 32 lembar.

Perjalanan mengantarkan saya lebih dalam dan jauh ke dunia yang bahkan saya tidak pernah bayangkan. Semua dimulai dari taik/kotoran ayam di kandang yang jumlahnya 20 karung setiap hari yang saya ambil. Namun karena joroknya taik ayam saya dipercaya untuk membersihkan kandang orangutan setiap hari, alasannya sederhana karena saya tidak jijik dengan banyak macam jenis taik. Bersama taik-taik di kandang saya mulai belajar banyak hal, mulai dari penanganan orangutan, membangun kandang, sekolah hutan orangutan, hingga politik konservasi.

2011 masih berbekalkan kemampuan menangani permasalahan taik, saya mengikuti COP School Batch 1. Saya hanya berani duduk di pinggir ruangan karena memang tidak ada yang saya pahami selain taik di kandang dan hutan tempat saya tinggal dulu. Sampai saya menyadari bahwa hutan tempat saya tinggal sedang dihancurkan. Bermodalkan pengalaman tentang taik saya bersumpah akan menyelamatkan hutan yang sudah menyelamatkan saya sewaktu kecil melalui sebuah ladang yang menjadi beras, lewat sungai yang mengantarkan saya ke SD, melalui ikan lauk yang saya sukai, dan melalui karet yang membelikan buku dan baju sekolah saya.

Saya menjelajahi Borneo untuk menceritakan kepada siapa pun, bah orang dayak kita harus menyelamatkan roh hutan kita sebelum ia hilang bersama ekskavator perusahan. Saya mengabdikan hidup saya untuk masyarakat, hutan dan isinya karena saya masih orang DAYAK. Oleh karena itu saya berharap ada lebih banyak orang dayak bisa ikut COP School. Malu kita yang bilang penyelamatan hutan Kalimantan selalu orang Jawa. (NUS)