December 2024

CATATAN AKHIR TAHUN 2024 COP

Di penghujung tahun ini, Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection merefleksikan setahun berjalan dengan segala tantangannya dalam mendukung dan melakukan program konservasi alam di Indonesia. Bekerja sama dengan multi pihak menjadikan COP melebarkan sayap bekerja di pulau Kalimantan, Sumatra, dan Jawa. Tentunya luasan lokasi merupakan bentuk sumbangsih yang bisa dilakukan COP bersama pemerintah dan stakeholder lainnya untuk mendukung program konservasi alam di Indonesia.

Ada 3 tim di Sumatra dengan 1 pusat rehabilitasi, 3 tim di Kalimantan dengan 1 pusat rehabilitasi, 3 pulau pra pelepasliaran dan 1 kawasan rilis orangutannya, serta 1 tim di Jawa menjadikan COP sebagai organisasi lokal asli Indonesia yang bekerja untuk 3 spesies orangutan yang ada di dunia, yaitu Orangutan Kalimantan, Orangutan Sumatra, dan Orangutan Tapanuli. COP pun menyadari tongkat estafet konservasi tak hanya ada di tangan yang sedang bekerja saat ini, tetapi generasi penerus alpha, betha bahkan gamma dan seterusnya nanti. Edukasi dari satu sekolah ke sekolah lain, dari satu komunitas ke komunitas lainnya mulai dari penyelamatan satwa, penegakkan hukum hingga dunia maya (cyber space) pun tak luput dari kinerja COP hingga 2024 berakhir. Menghidupkan kembali event Sound For Orangutan yaitu konser musik tahunan yang sempat terhenti karena pandemi COVID 19 juga berhasil menyalakan semangat relawan orangutan yang disebut Orangufriends. Dalam tahun ini mereka juga berhasil menjalankan pameran foto di kota Samarinda, Kalimantan Timur dan kota Medan, Sumatra Utara. Sebuah usaha meluaskan jangkauan pemahaman kerja konservasi orangutan yang dilakukan COP.

Bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur dan Balai Besar Penelitian Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa (B2P2EHD) menjalankan pusat rehabilitasi orangutan di KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) Labanan di Berau, Kaltim. Sepanjang tahun 2024, ada 21 individu orangutan yang merupakan korban interaksi negatif dan serahan masyarakat. Orangutan yang diselamatkan ini mendapatkan perawatan sebelum dilepasliarkan kembali di alam dengan melalui pemeriksaan kesehatan yang ketat dari tim medis di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) di kampung Tasuk dan pengamatan perilaku oleh biologist dan antropologist COP. Ada 10 indivdu orangutan dilepasliarkan pasca rehabilitasi maupun orangutan yang mendapatkan perawatan dengan kasus tertentu seperti luka dan malnutrisi. Pelepasliaran ini telah melalui serangkaian prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan lokasi pelepasliaran yang telah mendapat persetujuan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dengan telah dilakukan serangkaian survey lapangan dan kajian ilmiah.

Bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara mengelola pusat rehabilitasi orangutan di Sumatra Utara. Ada 5 individu orangutan dengan latar belakang penyelamatan dari perdagngan satwa liar ataupun serahan masyarakat yang sedang menjalani rehabilitasi di Sumatran Rescue Alliance yang dijalankan bersama Orangutan Information Center (OIC). Orangutan-orangutan menjalani karantina dan sekolah hutan sembari menunggu program lanjutan sekolah hutan di kawasan soft rilis orangutan yang sedang dibangun di Suaka Margasatwa Siranggas yang berada di Pakpak Bharat. Kandang orangutan telah berdiri dan awal tahun 2025 pembangunan fasilitas pendukungnya dalam pembangunan.

Penegakan hukum kejahatan satwa liar berhasil menyelesaikan 10 kasus di pulau Sumatra dengan 100% masuk ranah pengadilan. 17 orang terdakwa dengan barang bukti didominasi bagian-bagian satwa liar dilindungi yang sudah mati. Sayang putusan tertinggi masih di 1 tahun 6 bulan penjara.

Tahun 2024 adalah tahun ketiga Centre for Orangutan Protection bekerja untuk konservasi Harimau Sumatera. Penguatan masyarakat lokal menjadi tim mitigasi konflik harimau yang dibentuk bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar dengan nama PAGARI atau Patroli Anak Nagari kini berjumlah 3. Ada 25 orang yang secara berkala melakukan patroli, mitigasi konflik satwa hingga edukasi warga di sekitar habitat. Tak sebatas itu, COP juga berperan aktif dalam pelepasliaran kembali 1 individu Harimau Sumatra berjenis kelamin betina bernama Puti Malabin yang merupakan korban interaksi negatif yang berhasil diselamatkan. Kerja bersama dengan berbagai pihak menjadi seni di dunia konservasi.

“COP menutup tahun 2024 dengan membuka lembaran baru tahun 2025, semoga satwa liar mendapatkan kesempatan keduanya untuk hidup nyaman di rumah sesungguhnya”. (NIK)

ARTO, SANG PETUALANG KECIL

Arto memang petualang kecil yang pemberani, tapi kadang keberaniannya itu tidak selalu diiringi perhitungan yang matang. Suatu hari, saya membawanya ke sekolah hutan di area pepohonan depan kandang klinik. Kebetulan saat itu sedang banyak pohon jengkol yang berbuah. Saat tiba di lokasi, saya langsung meletakkan Arto di salah satu pohon jengkol. Batang pohon itu kecil, tapi cukup kuat untuk menimpang tubuh mungilnya. Arto melihat sebuah pohon jengkol yang penuh dengan buah di cabang-cabangnya. Tanpa ragu, dia langsung memanjat pohon itu.

Aku membiarkannya, berpikir ini adalah bagian dari pembelajarannya untuk mengenal hutan. Awalnya, dia tampak menikmati petualangannya, memanjat semakin tinggi, bahkan dengan percaya dirinya mulai berpindah ke pohon jengkol lain di sebelahnya. Cabang-cabang pohon atas yang rapat memudahkan Arto untuk berpindah. Namun, masalah muncul ketika Arto sadar bahwa pohon kedua ini jauh lebih besar dengan batang yang lebar dan sangat tinggi serta cabang yang tidak mudah dijangkau untuk turun.

Saya mulai merasa waswas. Firasatku bilang, dia akan kesulitan turun, dan benar saja. Dari bawah, saya bisa melihat dia berhenti bergerak dan memandangi saya, seolah meminta bantuan. Lalu, suara tangis kecilnya mulai terdengar, suara rengekan khas bayi orangutan. Arto, si pemberani, akhirnya sadar bahwa dia terjebak di atas pohon yang terlalu tinggi untuknya. Saya hanya bisa berdiri di bawah, mencoba menenangkannya dengan suara dan gerakan tangan, meski saya tahu, dia tidak benar-benar mengerti apa yang saya katakan. Saya menunjuk-nunjuk cabang yang lebih kecil yang lebih mudah dilewati, berharap Arto akan memahami arahanku.

Perlahan-lahan, dia mulai bergerak. Saya terus mengarahkannya. Beberapa kali dia berhenti ragu-ragu, terlihat seperti ingin menyerah, tapi akhirnya, Arto berhasil turun melalui cabang-cabang yang lebih kecil. Begitu dia sampai di tanah, tanpa pikir panjang, dia langsung mendekat dan memelukku erat-erat. Setelah itu, Arto tidak mau jauh-jauh dari saya. Sepanjang perjalanan kembali, dia terus menempel tidak mau lepas. (JAN)

MAU NYA BAYI ORANGUTAN YANG KERAP TAK DIMENGERTI

Berserakan. Enrichment daun 30 menit lalu sudah berjatuhan semua di bawah kandang. Adalah Harapi, si damai yang sedang memasuki fase tantrum. Babysitter biasanya memasukkan kembali dedaunan yang dihalau rengekan bayi ini sambil memamerkan gigi-gigi kecilnya. “Ditinggal nangis, ditungguin juga masih nangis. Entah lagi kenapa Harapi ini”, ujar babysitter Janet yang kerap dibuat bingung.

Saat observasi perilaku, Harapi terlihat beberapa kali mendorong jeruji kandang ingin mendobraknya. Hal ini jelas mustahil. Segera, ia menumpuk daun memukul-mukul kandang dengan ranting. Harapi tidak menangis sekencang bayi lainnya di Baby House BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), bahkan tidak terdengar. Tangisannya hanya akan pecah saat keeper menghilang dari pandangannya pada saat feeding dan pemberian susu.

Harapi adalah bayi orangutan yang memulai perawatan di BORA pada 13 Juni 2023 yang lalu. Bayi yang kini berusia 2 tahun ini punya golongan darah B dengan rhesus negatif. Orangutan pun memiliki golongan darah seperti manusia. Mereka juga bisa saling memberikan darahnya, tentu saja dengan syarat-syarat tertentu. Tentang perilaku bayi orangutan, memang sulit sekali menebaknya. Tidak hanya sekedar nyaman atau tidak. Bagaimana pun, anak orangutan biasanya akan dalam pengasuhan induknya hingga usia 5-7 tahun. Bagaimana mungkin manusia menggantikan peran itu. (RAR)

AMBON THE ORANGUTAN HAS AN EYE INFECTION

A few days ago at BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), Ambon was frequently seen rubbing his left eye. Eye discharge was visible on the edge of his eyelid, which may have caused him discomfort. Two days later, his eye turned red, and his eyelid became swollen. Based on these symptoms, Ambon was suspected of having conjunctivitis.

The BORA Medical Team tried to treat Ambon, but he avoided the eye ointment tube as soon as he saw it. The team then switched to a syringe to spray the medication into his eye, but this attempt also failed. The moment the syringe came out of the medical staff’s pocket, Ambon immediately stepped back. Trainers were called for assistance, but this, too, did not succeed.

Help was then requested from Lio, an animal keeper whom Ambon likes. Without any bait, Lio managed to get Ambon down from his “hammock and perch”. Although difficult, Lio was able to spray the medication into Ambon’s eye. The treatment is attempted three times a day, though not always successful. “Older individuals are difficult to treat; they don’t trust anything unfamiliar,” Lio remarked. Rightfully so Ambon’s age exceeds that of most of the staff here. Fortunately, Ambon was willing to take oral medication, which has gradually reduced the inflammation. The medical teams, trainers, and keepers are continuing their efforts to treat Ambon. Let’s wish the best for Ambon and the other orangutans at BORA to remain healthy and happy, even if they must spend Christmas 2024 in enclosures. (LIS)

ORANGUTAN AMBON SAKIT MATA

Beberapa hari lalu di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), Ambon terlihat sering mengucek mata kirinya. Terlihat ada kotoran mata yang menempel di ujung kelopak matanya. Hal ini mungkin membuatnya merasa tidak nyaman. Dua hari berselang, matanya kemerahan dan kelopak matanya bengkak. Dari gejalanya, Ambon diduga mengalami konjunctivititis.

Tim Medis BORA mencoba mengobati Ambon, namun Ambon segera menghindar ketika melihat tube salep mata. Proses pengobatan diganti dengan spuit dimana obatnya dimasukkan lalu akan dicoba spray ke matanya. Namun percobaan ini juga gagal. Baru saja spuit dikeluarkan dari kantong baju medis, Ambon segera mundur. Medis pun meminta bantuan trainer, namun hal ini juga tidak berhasil.

Bantuan pun diminta ke animal keeper Lio, salah satu keeper yang disukai Ambon. Yang tanpa membawa pancingan apapun dapat membuat Ambon turun dari singgasananya “hammock dan tenggeran”. Walaupun sulit, Lio sempat berhasil menyemprotkan obat ke matanya. Dalam sehari diusahakan 3x pengobatan namun tidak selalu berhasil. Kata Lio, “Orangtua memang sulit diobati, tak mudah percaya dengan sesuatu yang asing”. Ya, bagaimana tidak disebut orangtua, umurnya saja melebihi kami staf yang ada di sini.

Untunglah ada obat oral yang mau dimakannya, sehingga walaupun perlahan, radangnya mulai membaik. Hingga saat ini medis dibantu trainer dan keeper masih mengupayakan pengobatan Ambon. Doakan yang terbaik untuk Ambon dan orangutan yang lainnya di BORA, tetap sehat dan bahagia walau di kandang untuk Natal 2024 ini. (LIS)

IBU KEPALA BBKSDA SUMUT BERKUNJUNG KE PEMBANGUNAN LOKASI SEKOLAH HUTAN SIRANGGAS

Di tengah rimbunnya bentangan hutan Sumatra Utara, harapan baru bagi pelestarian Orangutan Sumatra mulai tumbuh. Setelah melalui proses panjang lebih dari setahun, BBKSDA Sumatra Utara bersama Centre for Orangutan Protection atau Pusat Perlindungan Orangutan dan Masyarakat Dusun Lae Meang, Desa Mahala, Kabupaten Pakpak Bharat, resmi memulai pembangunan area Sekolah Hutan di Suaka Margasatwa Siranggas.

Perjalanan menuju pembangunan ini tidaklah mudah. Di mulai dengan survei lokasi untuk menentukan area yang paling ideal, tim kemudian bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk membersihkan lahan. Jalan setapak di sepanjang saluran irigasi dibuka, pintu masuk ke lokasi dipersiapkan, dan area disesuaikan untuk kebutuhan kawasan soft-release orangutan, semuanya dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Harmoni antara kebutuhan konservasi dan keberlanjutan alam menjadi fokus utama dalam setiap langkahnya.

Pada 13 Desember 2024, Kepala BBKSDA (Balai Besar Sumber Daya Alam) Sumut, Ibu Novita, bersama Suaka Margasatwa Siranggas dan perwakilan Marga Solin yang memiliki tanah ulayat di kawasan ini, melakukan kunjungan khusus untuk meninjau langsung kemajuan program ini. Kehadiran mereka menjadi momen penting yang menegaskan komitmen bersama dalam pelestarian orangutan. Kunjungan ini tidak hanya memberikan dukungan moral, tetapi juga memperlihatkan peran penting kolaborasi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat adat dalam menjalankan program konservasi.

Sekolah Hutan ini dirancang sebagai tempat yang mendukung program konservasi orangutan sumatra dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai bagian penting dari upaya ini. Dukungan masyarakat tidak hanya memastikan keberhasilan proyek, tetapi juga memperkuat rasa kepemilikan terhadap konservasi satwa dan ekosistem hutan mereka. Langkah ini membawa harapan baru bagi masa depan orangutan dan keanekaragaman hayati Sumatra Utara. Kolaborasi ini mewujudkan mimpi melestarikan salah satu primata paling langka di dunia ini semakin mendekati kenyataan. (DIM)

BIBIT BUAH HARAPAN UNTUK GENERASI ORANGUTAN

Kebakaran hutan pada tahun 2000-an menghanguskan ribuan pohon di Hutan Lindung Batu Mesangat, termasuk pohon-pohon pakan bagi orangutan. Belum pulih dari bencana itu, perubahan iklim dengan angin kencang terus merobohkan sisa pohon-pohon yang ada. Kehilangan ini menjadi perhatian serius bagi tim APE Guardian untuk segera bertindak.

Sebagai langkah awal, tim bersama ranger lokal memulai penanaman kembali empat jenis pohon pakan yaitu durian, nangka, rambutan, dan langsat. Setiap minggu, selain patroli menjaga kawasan, mereka juga rutin menanam bibit-bibit baru di area Hutan Lindung Batu Mesangat yang menjadi habitat pelepasliaran orangutan.

“Cuaca ekstrem mungkin tidak bisa kita kendalikan, tapi harapan baru tetap bisa kita tumbuhkan. Penanaman bibit buah ini menjadi simbol harapan kami untuk masa depan orangutan agar mereka bisa berkembang biak dan hidup berkecukupan di habitat alami mereka. Setiap kali melihat orangutan atau satwa lain menikmati buah dari pohon yang tumbuh, semangat kami untuk terus menanam semakin besar”, ujar Fhajrul Karim, tim APE Guardian COP.

Bagi masyarakat yang peduli pada satwa, mungkin ada rasa puas dan bahagia melihat hewan peliharaan menikmati makanannya. Perasaan ini serupa dengan yang kami rasakan, hanya saja orangutan dan satwa liar lainnya tidak boleh diberi makanan langsung oleh manusia. Kenapa? Karena itu bisa membuat mereka bergantung pada manusia yang pada akhirnya menghilangkan sifat alami mereka.

Cara terbaik untuk tetap merasakan kebahagiaan melihat orangutan menikmati buahnya adalah dengan menanam pohon. Mulai sekarang, ayo tanamlah bibit buah! Bayangkan nanti, saat pohon itu tumbuh besar dan kita bisa melihat orangutan memetik dan memakan buahnya langsung dari dahan, sebuah kebahagiaan sederhana yang bermakna besar. (JUN)

BERSATU UNTUK SATWA DI ANIMAL WELFARE INDONESIA CONFERENCE 2024

Pada 6 dan 7 Desember 2024, Centre for Orangutan Protection (COP) menghadiri Animal Welfare Indonesia (AWI) Conference di Jakarta. Selama dua hari, acara ini dipenuhi dengan diskusi menarik seputar hak dan kesejahteraan hewan di Indonesia. Di hari pertama, tim mengikuti kelas animal law and policy yang membahas isu seperti lemahnya payung hukum untuk kasus kekejaman terhadap hewan dan perdagangan daging ilegal. Di hari kedua, topik semakin luas, mulai dari kesejahteraan hewan domestik hingga tatangan dalam kepemilikan satwa liar secara ilegal, isu yang cukup rumit terutama bagi teman-teman NGO konservasi.

Salah satu sesi yang berkesan adalah kelas primata yang menjelaskan mengenaik ‘5 Domains of Animal Welfare’, sebuah kerangka kerja yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan perawatan satwa di pusat rehabilitasi. Diskusi ini terasa sangat relevan dengan pekerjaan para animal keeper dan tim medis yang berada di pusat rehabilitasi dan klinik orangutan COP. Sesi ini menjadi sangat penting terutama ketika membahas mengenai kebutuhan nutrisi, lingkungan, kesehatan, perilaku, dan mental hewan yang juga harus terpenuhi.

Sepanjang acara, banyak pemaparan yang berkaitan dengan isu kesejahteraan hewan di Indonesia yang masih membutuhkan banyak perhatian. Namun, dengan audiens yang hadir dalam AWI Conference ini dan bertemu dengan mereka yang memiliki visi serupa serta mendengarkan pengalaman mereka, sungguh sangat membuka wawasan baru. Edukasi menjadi pendekatan yang terus ditekankan oleh para pembicara, sama seperti misi raising awareness yang selama ini juga dilakukan oleh COP.

Sesi yang dibawakan oleh drh. RD. Wiwiek Bagja menjadi salah satu yang paling membekas. Dalam diskusi itu beliau melontarkan pertanyaan tajam, “Why should we give them compensation when they should be sanctioned?” merujuk pada pelaku kekejaman terhadap hewan yang sering lolos dengan sanksi minimal, atau bahkan tanpa hukuman. Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa perjuangan kita belum selesai. Mari terus bergerak bersama, memperjuangkan hak dan kesejahteraan satwa demi masa depan yang lebih baik bagi mereka. (DIM)

JEJAK HUTAN DI TENGAH KOTA MEDAN PADA ABELII FEST BATCH 3

“Ma, ada orangutan di mall!”, seru seorang anak kecil sambil menarik tangan ibunya di depan sebuah ruang pameran di lantai 2 Manhattan Times Square, Medan. Mall yang biasanya penuh hiruk-pikuk belanja kini terasa berbeda. Pada 14-17 November 2024, Abelli Fest Batch 3 membawa suasana hutan dan habitat orangutan ke tengah kota. Jejeran foto hasil dokumentasi Sumatran Rescue Alliance (SRA), diorama sarang orangutan, hingga peralatan enrichment tersusun rapi, menghadirkan pengalaman seolah berada di tengah hutan. Bahkan, tanda-tanda keberadaan orangutan Tapanuli yang ditemukan tim APE Patriot ikut dipamerkan, membuat pengunjung merasa seperti seorang penjelajah.

Hari pertama dimulai dengan penuh semangat. Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alama Sumatera Utara, Novita Kusuma Wardhani S.Hut., M.AP., M.Env., memotong pita pembukaan dengan senyum antusias. Setelah itu, para tamu dan pengunjung diajak berkeliling pameran, didampingi relawan orangutan (Orangufriends) yang menjelaskan setiap detail dengan penuh dedikasi. Di sore hari, talkshow tentang Konservasi Orangutan Sumatra mengisi ruang pameran. Para panelis membagikan cerita dari lapangan, menyentuh hati pengunjung.

Pada hari kedua, suasana semakin meriah dengan kompetisi ‘Abelii Quiz’ yang diikuti tiga sekolah. SMA Negeri 13 Medan keluar sebagai juara, disambut sorak-sorai pendukungnya. Sementara itu, PMI dan Yayasan HOPE membuka stand donor darah, mengundang pengunjung untuk berkontribusi lebih jauh. Antusiasme pengunjung terus meningkat, membawa energi yang terasa sampai ke sudut-sudut ruang pameran. Hari itu, lebih dari 100 orang datang, meninggalkan ruang dengan penuh kesan.

Hari ketiga dikhususkan untuk anak-anak. Siswa TK berpartisipasi dalam lomba mewarnai, menghasilkan gambar-gambar orangutan penuh warna. Setelah itu, mereka mendengarkan dongeng tentang orangutan yang disampaikan Orangufriends, mata mereka berbinar penuh imajinasi. Pada malam harinya, pengunjung memadati ruang pameran hingga relawan harus bekerja ekstra untuk melayani semua pertanyaan. Pameran malam itu hidup dengan tawa dan rasa ingin tahu yang tulus.

Hari terakhir menjadi puncak inspirasi dengan tema literasi. Workshop kepenulisan yang dipandu Abdul Halim dan Titan Sadewo mendorong peserta untuk mencurahkan pikiran mereka dalam tulisan. DI sore hari, suasana tenang menyelimuti pameran saat komunitas Medan Book Party mengadakan ‘silent reading’ yang menciptakan suasana penuh refleksi di tengah riuhnya mall. Sebagai penutup, seorang kika asal Aceh, Hafiz Ikram, membawakan lelucon segar yang mengundang tawa riuh. (BUK)

PAKAI TWIBBON ORANGUFRIENDS RAYAKAN INTERNATIONAL VOLUNTEER DAY

Setiap tahun pada 5 Desember, Hari Relawan Sedunia dirayakan untuk mengapresiasi jutaan individu yang telah berkontribusi dalam berbagai aksi sukarela. Di Indonesia, Orangufriends menjadi salah satu contoh inspiratif. Ada lebih 430 anggota Orangufriends di seluruh Indonesia hingga mancanegara yang aktif dalam melindungi orangutan dan habitatnya. Dengan semangat sukarela, mereka menjalankan misi konservasi melalui edukasi, kampanye, dan aksi langsung bersama COP.

Dari School Visit hingga konser amal seperti Sound for Orangutan, Orangufriends menjadi ujung tombak kampanye COP untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya konservasi. Mereka juga terlibat dalam acara edukasi seperti Abelii Fest di Sumatra Utara, Moriospere di Kalimantan Timur, dan kegiatan perlindungan serta penyelamatan satwa. Melalui aksi nyata ini, Orangufriends tidak hanya melindungi alam tetapi juga menginspirasi masyarakat untuk ikut menjaga bumi. Pada Hari Relawan Sedunia ini, yuk kita simak perjalanan salah satu Orangufriends yang baru saja bergabung.

Mejadi Orangufriends bukan sekedar tentang memberi, tetapi juga tumbuh dan belajar. Setiap sukarelawan memiliki cerita unik, seperti Aulia, mahasiswi Sastra Arab yang secara tidak sengaja bergabung setahun lalu. Berawal dari iseng mendaftar sebagai sukarelawan di Abelii Fest Batch 2, ia kini menjadi salah satu relawan yang paling aktif di COP dan kerap membantu tim APE Sentinel di Medan. “Aku cuma cari kegiatan relawan waktu itu. Gak nyangka banget ternyata ini jadi keputusan yang mengubah hidupku”, ujarnya.

Setelah bergabung, Aulia mengikuti berbagai kegiatan, mulai dari School Visit hingga kampanye besar seperti “Banan Not Bullet”. Puncaknya adalah ketika ia bergabung dalam COP School Batch 14 di Yogyakarta, dimana Aulia belajar banyak tentang konservasi dan bertemu teman-teman dari seluruh Indonesia. “Pengalaman di COP School bikin aku sadar betapa pentingnya orangutan bagi ekosistem kita”, katanya.

Kini Aulia aktif menyebarkan kesadaran melalui School dan Campus Visit, bahkan terlibat dalam Abelii Fest Batch 3. Melihat bagaimana anak-anak dan mahasiswa mulai memahami pentingnya melindungi orangutanmemberinya semangat baru. “Kalau dipikir-pikir, ini langkah random terbaik yang pernah aku ambil”, katanya dengan senyum bangga. Di Hari Relawan Sedunia ini, Aulia berharap lebih banyak orang tergerak untuk menjadi bagian dari perubahan. “Bersama, kita bisa selamatkan bumi”, tambahnya penuh keyakinan.

Yuk, mari kita merayakan Hari Relawan Sedunia 2024 bersama Orangufriends dengan menggunakan dan mengunggah twibbon khusus ini! https://www.twibbonize.com/internationalvolunteerday2024#google_vignette
(DIM)

KEJAR-KEJARAN DENGAN ORANGUTAN

Forest school sebutan lain untuk sekolah hutan merupakan salah satu bagian kegiatan dari rehabilitasi orangutan. Orangutan melatih insting liarnya di hutan agar terbiasa dengan lingkungan hutan sebelum dilepasliarkan tentu saja untuk dapat hidup seperti alaminya. Saya Cana, mengikuti kegiatan sekolah hutan saat masih menjadi trainee untuk belajar menjadi biologist di COP dengan mendata berbagai jenis tumbuhan yang dimakan oleh orangutan saat sekolah hutan.

Pengalaman menggendong orangutan yang bernama Jainul menuju lokasi sekolah hutan adalah hal yang sangat menyenangkan. Jainul sangat tenang dan fokus dengan makanannya. Namun saat diajak untuk naik ke atas pohon, Jainul serta orangutan lainnya yaitu Charlotte, sangat penasaran dengan orang baru seperti saya. Mereka berusaha mendekati untuk mengajak bermain. Namun mereka mengajak bermain sambil mencoba menggigit bagian tubuh manapun yang dekat dengan mereka. Saya mencoba mengindar dan bersembunyi karena tidak mau digigit. Tapi keduanya terus mengejar hingga saya terpojok. Orangutan Aman pun ikut penasaran dan bergabung. Hal itu terus berulang hingga kami bermain kejar-kejaran dengan orangutan-orangutan ini. “Mereka terlihat senang, sementara saya? Senang walaupun terengah-engah dan kelelahan”.

Belum lagi orangutan Bagus yang mememiliki rasa penasaran yang sama. Bagus mendekati saya yang sedang mencari sampel dedaunan. Bagus pun turun ke tanah dan mulai mengejar saya. Saya menghindar, Bagus pun berpura-pura pergi menuju pohon di belakang, yang benar-benar terlihat seperti hanya melewati saya karena dia berjalan lurus. Hal ini terus berulang sampai kita mengitari pohon atau animal keeper lainnya untuk kejar-kejaran hingga salah satu mengalah atau lelah. Namun kejar-kejaran merupakan pengalaman yang berkesan dan menyenangkan. Karena orangutan hanya bermaksud memuaskan rasa penasaran saja dan ingin mengajak bermain (dengan mencoba menggigit kaki maupun tangan saya). Suatu perkenalan yang berbeda dari biasanya. (CAN)