DUA MINGGU PEMBANGUNAN SUMATRA RESCUE ALLIANCE

Tidak terasa sudah dua minggu berjalannya pembangunan Sumatra Rescue Alliance. Hari ini, pembangunan berjalan lancar meski pagi tadi sempat hujan dan membikin semua dari kami khawatir. Hujan berarti tak bekerja, tak ada batu yang terpasang, tak ada tanah yang digali dan tak ada langsiran material karena debit sungai bertambah.

Hampir seluruh dinding sudah tersusun setinggi tiga meter. Rangka besi untuk atas kamar mandi yang akan digunakan untuk tempat penampungan air juga sudah dirangkai. Besok akan dilanjutkan dengan pengecoran. Sekali lagi penuh harapan, alam berpihak pada kami, semoga pengerjaan berjalan lancar.

Sumatra Rescue Alliance adalah pusat penyelamatan satwa di Sumatera Utara. Konflik satwa dengan masyarakat mendorong pendiri dua organisasi orangutan berkomitmen untuk menyelamatkan orangutan Sumatera dan primata endemik Sumatera. Centre for Orangutan Protection bersama Orangutan Information Center dengan dukungan The Orangutan Project dan restu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia memulai tujuan menciptakan kesempatan hidup kedua bagi orangutan dan primata dilindungi yang telah tercerabut dari habitatnya ini. Semoga ibu pertiwi merestui.

PENDATAAN KURA-KURA BAJUKU DI WRC JOGJA

Kamis, 27 Agustus 2020, Orangufriends Nana, Angel dan Zain bersama mahasiswa magang dari Universitas Teknologi Yogyakarta yaitu Ilham mengunjungi WRC di Kulon Progo, Yogyakarta dalam rangka membantu proses pendataan dan pemindahan kura-kura bajuku. Kura-kura bajuku (Ortilia borneensis) yang saat ini juga berstatus terancam punah (IUCN) ini merupakan satwa translokasi yang sudah berada di WRC sejak tahun 2003.

Selain pendataan, pemisahan dan pemindahan kura-kura dari satu kandang ke kandang lainnya dilakukan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Kura-kura dikeluarkan dari kandang, lalu pengukuran plastron atau bagian perut dan karapas atau bagian tempurung dicatat. Selanjutnya pemberian nomor dan penyuntikan vitamin. Sekalian pemeriksaan kesehatan, kura-kura yang mengalami luka atau sakit juga segera diobati. Secara keseluruhan terhitung ada sekitar 40 kura-kura yang didata.

Nana yang merupakan alumni COP School batch 6 dan merupakan mahasiswa kedokteran hewan menyatakan, “Senangnya bisa belajar secara langsung dari dokter hewan di lapangan yang ilmunya sulit didapatkan dari kampus.”. Belajar bisa dimana saja dan kapan saja. Keuntungan menjadi bagian Orangufriends, memang seru! (LIA)

BONTI DAN TEMAN SEKANDANGNYA BOROS HAMMOCK

Kalau ditanya kandang siapa yang paling sering hammocknya rusak, pasti kandang orangutan Bonti dan kawan-kawannya. Hampir setiap bulan perawat satwa memperbaiki hammock mereka. Bagaimana tidak, hammock yang kebanyakan digunakan orangutan sebagai tempat beristirahat dan bersantai, justru dipakai Jojo, Popi, Mary terlebih Bonti untuk bergelantungwan bersama. “Beban hammock yang seharusnya untuk 1-2 orangutan kecil, digunakan beramai-ramai. Duh kelakuan bocah-bocah.”, gumam Widi Nursanti, manager Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo.

Tolong… tak ada lagi bahan untuk buat hammock. “Biasanya kami mendapatkan selang bekas dari Dinas Pemadam Kebakaran Berau. BNPB juga bantu orangutan loh. Jadi selang-selang yang sudah tidak bisa dipakai Damkar Berau, kami gunakan untuk membuat hammock.”, jelas Widi.

Kenapa harus ada hammock? Orangutan liar biasanya menghabiskan aktivitasnya di atas pohon. Dua kali dalam sehari akan membuat sarang untuk beristirahat. Kami di pusat rehabilitasi juga berusaha untuk menyediakan hammock atau tempat tidur gantung yang bisa digunakan orangutan untuk membiasakan diri berada di atas. Bekas selang pemadam kebakaran yang masih cukup kuat namun sudah tidak bisa digunakan Damkar, kami buat menjadi hammock. Yuk, siapa nih yang mau bantu orangutan lagi? Saat ini kami membutuhkan bahan untuk membuat hammock.(WID)

SRA DI LEVEL 3 , TUNGGU KAMI ORANGUTAN SUMATERA

Sumatra Rescue Alliance (SRA) lahir untuk orangutan dan primata di Sumatera. Pembangunan fisik klinik dan kandang sudah mulai terlihat. Dinding klinik sudah diketinggian tiga meter. Hujan yang terus menerus turun di sore hari memaksa tim memutar otak, mencari jalan bagaimana pembangunan dapat berjalan sesuai rencana.

Posisi pembangunan yang berada di seberang sungai Besitang, Sumatera Utara cukup menyulitkan bahan bagunan masuk ke lokasi. Sungai menjadi keruh dengan debit yang tidak bisa dilewati. “Berbahaya kalau kita memaksa “melangsir” saat sungai tinggi. Kita tunggu sampai turun. Material kita tumpuk di titik penyeberangan. Kalau tidak surut juga pada waktunya, terpaksa pakai perahu. Dan biaya bisa menjadi lebih besar. Sekali lagi berharap alam bermurah hati dan mendukung pembangunan SRA ini.”, ujar Nanda Rizki Dianto.

Populasi orangutan Sumatera di alam diperkirakan tidak lebih dari 14.000 individu. Keberadaan orangutan sebagai ‘umbrella spesies’ masih saja terancam punah. Bagaimana dengan spesies lainnya? Kepemilikan ilegal yang sering dijumpai atau dilaporkan tidak dapat ditindak lanjuti karena tidak adanya Pusat Penyelamatan Satwa yang memadai di Sumatera terutama bagian utara. “Kami yang bekerja lebih keras, atau tunggu kami Orangutan Sumatera, semoga alam bermurah hati.”.

ORANGUTAN AMAN DIUAP DENGAN NEBULIZER

Dua minggu terakhir ini, Aman terlihat sulit bernafas. Cairan yang menghambat di hidungnya menimbulkan bunyi saat malam hari. Iya, seperti orang ngorok. Terpaksa obat diberikan. Dan Aman sangat tidak menyukai obat. Ketika ada langkah kaki mendekati kandangnya, dia akan segera menuju sudut kandang menjauh dari pintu kandang.

Seperti anak kecil yang sulit sekali untuk minum obat. Bujuk rayu pun menjadi rayuan maut. Tapi Aman tetap saja mengunci mulutnya dengan rapat. Bulus obat sudah diracik sedemikan rupa, untuk menghilangkan bau obat, madu dan roti kering sudah digerus dengan halus, dicampur dan dipadatkan berbentuk bulat. Sekarang tinggal siapa yang paling tangguh dan paling cepat. Paling cepat memasukkan obat ke mulutnya saat ada celah di mulutnya. Atau Aman yang dengan lincah menghindar dari tim medis.

Hingga akhirnya, tim medis memutuskan untuk menguapkan hidungnya. Aman pun pasrah saat nebulizer dikenakan. Lambat laun dia mulai merasakan enaknya. Aman pun nurut. “Terapi dilakukan untuk menyembuhkan gejala hidung tersumbat yang dialami Aman. Semoga, Aman dapat bernafas dengan lega lagi setelah ini.”, ujar tim medis pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo. Doa-kan Aman ya…

ENRICHMENT ORANGUTAN: LEMANG BUAH KEMBALI HADIR

Sudah lama tidak memberikan orangutan varian enrichment yang satu ini. Tantangannya adalah para perawat satwa harus mencari bambu hingga ke pelosok anak sungai. Belum lagi rasa gatal akibat terkena lapisan luar bambu.

Kami juga harus berbagi bambu dengan masyarakat sekitar. Ambil secukupnya untuk enrichment hari ini saja. Biasanya masyarakat memanfaatkannya untuk membuat lemang ketika hendak membuat perhelatan atau pesta tertentu di kampung.

Sedikit mencontoh cara masyarakat sekitar membuat lemang. Kami juga membuatkan lemang untuk orangutan. Salah satu ujung bambu dilubangi dengan diameter kecil, lalu ditambahkan irisan buah kecil-kecil, dedaunan dan tak ketinggalan dilumuri madu. Pasti orangutan akan menyukainya.

Bagi orangutan dewasa membuka bambu yang tebal dengan bermodalkan gigi cukup muda. Seperti Nogel, Ambon, Antak, Hercules dan Septi bisa membukanya dengan cepat. Yang lain, terutama bayi-bayi harus berusaha lebih keras agar bisa menilik isi dalam lemang. (WID)

SENAPAN ANGIN BUKAN ALAT BERBURU SATWA

Pada tanggal 30 Juli 2020, Badan Intelijen dan Keamanan (Baiktelkam) POLRI mengirimkan surat pada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan perihal penertiban penggunaan senapan angin dan pemasangan pagar listrik ilegal. Surat ini disusun untuk menindaklanjuti surat sebelumnya dari Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai perihal yang sama.

Dalam surat ini, Baintelkam menekankan dan menegaskan kembali beberapa peraturan terkait penggunaan senapan angin, seperti senapan angin hanya dapat digunakan untuk latihan dan pertandingan olehraga menembak dan bukan untuk berburu/melukai/membunuh binatang. Hal ini merujuk kembali pada Peraturan Kepala Kepilisian RI No. 8 Tahun 2012 mengenai Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Olahraga, bahwa pistol angin dan senapan angin hanya digunakan untuk kepentingan olahraga menembak sasaran dan target.

Baintelkam juga menuliskan dalam surat ini bahwa bila ada pemilik senapan angin yang terbukti melakukan perburuan hewan yang dilindungi akan dikenakan sanksi hukum berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990. Selain itu Baintelkam juga meminta bantuan Dirjen KSDAE KLHK untuk melakukan kordinasi dengan kepolisian untuk mengamankan dan mendata oknum-oknum yang masih melakukan perburuan terhadap satwa dilindungi.

Menanggapi terbitnya surat ini, Hery Susanto sebagai Action Team COP menyatakan bahwa, “Centre for Orangutan Protection sangat mendukung langkah yang diambil Kepolisian Republik Indonesia untuk segera mnertibkan kepemilikan dan penggunaan senapan angin agar tidak ada lagi satwa-satwa yang menjadi korban. Dan harus ada sanksi yang tegas untuk yang masih melanggar agar ada efek jera.”.

Adanya surat Baintelkam ini memberikan harapan baru bagi para aktivis konservasi lingkungan satwa liar. Bahwa pemerintah masih memahami pentingnya ada peraturan baru atau penegasan terkait hukum penggunaan senapan angin. Hal ini juga sebagai tindak lanjut dari banyaknya kasus-kasus penyalahgunaan senapan angin terhadap satwa liar dan bahkan satwa-satwa yang dilindungi di Indonesia.

Meski begitu, pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk melakukan penyelidikan dan pendataan terhadap para pemburu yang masih menggunakan senapan angin, serta penjual atau pembuat senapan angin ilegal. Tingkat hukuman juga harus disesuaikan agar lebih relevan dan dapat membuat efek jera sehingga kasus-kasus ini tidak terulang kembali. Tak lupa juga sosialisasi, pengawasan atau kontrol harus konsisten dilakukan pada masyarakat atau bahkan di komunitas-komunitas berburu sebagai salah satu tindak pencegahan.

Semoga hal-hal ini bisa segera direalisasikan sehingga tidak ada lagi satwa-satwa liar yang mengalami kepunahan hanya akibat perilaku tidak bertanggung jawab manusia. Dan marilah kita sebagai bagian dari masyarakat juga menjadi kontrol sosial dan mendukung pekerjaan pemerintah dalam menegakkan hukum (LIA)

AMAN MASIH DI KANDANG KARANTINA COP BORNEO

Aman adalah orangutan baru di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo yang berada di KHDTK Labanan, Berau, Kalimantan Timur. Ya baru, jika dibandingkan dengan orangutan lain di COP Borneo tapi lama jika dilihat dari masa karantina yang sudah 2 bulan ini dia jalani. Percayalah untuk orangutan berumur 2 tahun, karantina bagai ‘penjara’, di usianya yang masih belia Aman harusnya berada bersama sang ibu dimana dia bisa merasakan kasih sayang dan pelukan hangat sang ibu. Walau dia bukan orangutan pertama dan satu-satunya yang mengalamini ini “dibesarkan tanpa sosok ibu”.

Aman… orangutan pecinta susu, pemilih dan rewel. Ya… Aman hampir tidak pernah menghabiskan buah yang diberikan pagi dan sore, meskipun begitu Aman tidak pernah melewatkan segelas susu yang diberikan untuknya. Terlepas dari kecintaannya pada susu, Aman saat ini sedang pilek dan harus minum obat. Ya sudah terbayanglah apa yang terjadi jika saatnya Aman minum obat. Aman benar-benar rewel kalau saatnya minum obat, dia akan berusaha sekuat tenaga menutup mulutnya agar tidak ada obat yang masuk. Maklum saja untuk anak 2 tahun, obat itu seperti racun.

Aman saat ini berada di kandang karantina klinik, sendirian. Setiap kali kami akan pergi dari kandangnya dia selalu berusaha membuat keributan dengan mengeluarkan daun yang diberikan untuk membuat sarang dari celah pintu klinik atau dengan menggoyangkan kandangnya. Aku selalu bergumam dalam hati, habiskan obatmu, jangan rewel saat minum obat dan kamu akan secepatnya bergabung degan orangutan lainnya. (RAY)

AKU, SEPTI DAN JAHE (2)

Zingiber officinale atau jahe adalah tanaman rimpang yang biasanya digunakan untuk memasak sop karena menambah cita rasa pedas dan hangat. Jahe juga biasa dibuat minuman di saat musim hujan atau sekedar menghangatkan tubuh di malam yang dingin. Sekoteng, bandrek dan wedang jahe begitulah jenis minuman berbahan dasar jahe ini menjadi akrab untuk dinikmati.

Minggu, 16 Agustus 2020 pukul 07.26 WITA, aku mulai mengupas kulit jahe, mencucinya lalu menggerusnya. Setelah hasil gerusan selesai, aku mengambil sari jahe dengan memerasnya menggunakan saringan. Sari yang dihasilkan hanya seperempat gelas. lalu aku memasak air 3/4 gelas dan menambahkannya ke air sari jahe. Sebelum kuberikan, aku mencobanya dan ternyata rasanya hambar dan pedas. Aku berpikir jika kuberikan kepada Septi, pasti dia tidak ingin meminumnya, sama seperti aku. Kubawa “wedang jahe” itu ke klinik. Kutambahkan madu beberapa sendok, lalu aku mencicipi lagi dan rasanya enak sekali. Tidak tunggu lama aku  memindahkan ramuan wedang jahe itu ke gelas khusus untuk digunakan pada orangutan. Dengan rasa senang bercampur ragu, kubawa wedang jahe ke kandang Septi. Saat melihat Septi dan perutnya, aku langsung memberikan ramuan herbalku kepadanya. Pada awalnya aku ragu Septi akan meminumnya, tetapi ternyata ramuanku diminumnya perlahan-lahan hingga sisa sangat sedikit. Senang rasanya, Septi senang dengan ramuan wedang jahe yang kubuat.

Selasa, 18 Agustus 2020 hari ketiga pemberian wedang jahe kepada Septi, di pagi hari seperti biasa aku menuju kandang Septi. Saat aku melihatnya, ada sesuatu yang berbeda. “HAH?!”, bunyi itu yang keluar dari mulutku setelah terkejut melihat perut Septi mengempis dari hari sebelumnya. Hanya perasaan senang yang tergambar dalam perasaanku. Kupegang perut Septi dan ternyata perutnya sudah sama rasanya seperti orangutan lain. Setelah perutnya mengempis, nafsu makannya pun meningkat drastis.

Jadi… seperti itulah cerita aku, Septi dan jahe. Aku berharap kondisi Septi tidak terulang lagi dan semakin membaik setiap harinya. Cerita kami akan terus berlanjut sampai 25 hari kedepan. Doakan Septi terus ya! (GIL)

BERPACU DENGAN HARI, PEMBANGUNAN SRA LANJUT

Libur hari Kemerdekaan usai sudah. Tahun ini berbeda dengan tahun biasanya. Lomba dan pertandingan ditiadakan. Sebelum dan sesudah 17 Agustus sepanjang itu masih di bulan Agustus biasanya dipenuhi dengan kegiatan yang melibatkan banyak orang. Dan tahun ini, cukup dengan upacara bendera, mengheningkan cipta dan berdoa, semoga kemerdekaan ini dapat kita isi dengan lebih baik lagi. Dan pembangunan Pusat Penyelamatan Primata kembali dilanjutkan.

Pondasi bagunan klinik Sumatra Rescue Alliance (SRA) Primate Center selesai sudah. Hujan deras mengguyur lokasi tepat sesaat semen-semen sudah mengeras. Menutup pengerjaan hari ini, berlanjut untuk membawa bahan-bahan dari seberang sungai ke lokasi. Lagi-lagi berharap, alam bersahabat dan membantu pembangunan ini. 

SRA Primate Center yang berada di lahan Bukit Mas Permaculture Centre (BPC), Sumatera Utara adalah upaya penanggulangan konflik antara manusia dan orangutan maupun primata dilindungi lainnya di wilayah kerja Balai Besar KSDA Sumatera Utara. Penyelamatan, Rehabilitasi, Pelepasliaran menjadi fokus utama kegiatan Pusat Penyelamatan Orangutan dan Primata dilindungi di Sumatera ini. “Semoga pembangunan dapat sesuai jadwal dan dapat segera beroperasi.”, harapan Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection. “Mari kita ciptakan kesempatan hidup kedua bagi orangutan dan primata dilindungi yang telah tercerabut dari habitatnya. Saya, kamu dan kita semua, bersama-sama.”, tambah Daniek.