September 2019

ORANGUTAN KEBUN BINATANG MEDAN, MEROKOK

Orangutan bisa dibilang sebagai satwa observer atau pengamat. Dalam kehidupannya, orangutan belajar apapun dengan cara mengamati. Bayi orangutan akan belajar tentang bertahan hidup di hutan dari induknya selama kurang lebin 7 tahun. Oleh karena itu, Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo juga menerapkan metode ini. Orangutan yang sudah tidak memiliki induk dan masuk ke pusat rehabilitasi dipaksa untuk mengamati tentang cara bertahan hidup kepada orangutan lainnya di sekolah hutan. 

Hal ini terbukti berhasil dengan dilepasliarkannya orangutan eks-rehabilitasi COP Borneo. Pada intinya, perawat satwa tidak mengajari mereka cara mencari makan, cara memanjat ataupun membuat sarang. Namun mereka akan dilepas di hutan selama sekolah hutan dan akan mengamati orangutan lainnya yang lebih pandai dan akan menirunya.

“Kiriman video dari Orangufriends Medan tentang orangutan merokok di kebun binatang Medan , jelas ini ada seseorang yang memang memancing orangutan untuk mengamatinya. Ada seseorang yang memang merokok di dekat orangutan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini menjadi lebih parah, ketika orang tersebut melemparkan rokok yang sudah menyala kepada orangutan. Karena dirasa tidak masuk akal, jika orangutan menyalakan rokok dengan tangannya.”, ujar Reza Kurniawan, antropolog primata COP.

Proses pengamatan oleh orangutan berhasil dilakukan. Yang perlu digaris-bawahi di sini adalah kurangnya proses pengamanan kebun binatang dari pihak kebun binatangnya sendiri. Ketika pihak kebun binatang lebih cermat dalam memberikan pengawasan terhadap pengunjungnya, hal-hal seperti ini tidak akan pernah terjadi. (REZ)

SAAT HUJAN MENGHAMPIRI COP BORNEO

Hujan deras pun akhirnya menghampiri pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo. Rasa syukur luar biasa membuat tim pemadam kebakaran bermain hujan layaknya anak kecil. Berbagai ekspresi mulai dari tertawa, berlarian, meloncat, menari bahkan menangis lega. Hujan yang dinanti-nanti pun datang, padamkan api yang masih membara di antara puing-puing pohon tumbang. 

Lelahnya para relawan pemadam kebakaran hutan yang sejak terbang dari Yogyakarta dan terpaksa turun di Balikpapan untuk melanjutkan perjalanan ke Berau lewat darat seperti luntur terkena hujan pertama di COP Borneo. 

Wety pun berlari membawa kameranya menghampiri kandang orangutan. Alouise terlihat nyaman bersama dengan Septi. Memo berada di hammocknya sambil memain-mainkan ranting dan dedaunan. Orangutan-orangutan kecil terlihat lebih segar dengan cipratan air hujan. Ambon masih dengan sikapnya yang kalem namun terpancar rasa senang dari matanya. Hujan membawa kebahagian buat kami.

SEPTEMBER SIAGA KARHUTLA

September 2019 menjadi bulan paling siaga selama 2019. Berdasarkan data Si Pongi, Karhutla Monitoring Sistem, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas kebakaran hutan dan Lahan di Kalimantan Timur pada 2019 mencapai 6.715 hektar. Lokasi rehabilitasi COP Borneo yang berada di dalam kawasan KHDTK Labanan, Berau, Kalimantan Timur menjadi salah satu area rawan terbakar pada saat itu. Tim APE Defender setidaknya menemukan beberapa titik api yang mengarah langsung ke COP Borneo. Hujan yang tidak kunjung turun memperparah persebaran api, menyisakan jarak 1,6 km saja antara COP Borneo dan kobaran api.

Status semula Siaga dinaikkan menjadi Awas I. Kandang Angkut dan peralatan medis sudah siap sedia menghadapi kemungkinan terburuk, yaitu merelokasi orangutan yang berada di COP Borneo menuju tempat yang lebih aman. Kegiatan sekolah hutan ditiadakan, koordinasi dengan BKSDA dan B2P2EHD ditingkatkan. Petugas dari BKSDA Seksi I Berau dan petugas dari Kantor Penghubung B2P2EHD yang berada di Berau selalu memantau dan bergerak bersama untuk memantau pergerakan kebakaran.

Untuk membantu pemadaman api, dua relawan COP dari Yogyakarta terpaksa jalur darat dari Samarinda dengan menumpang pada mobil operasional milik B2P2EHD sekaligus membawa peralatan pemadam guna membantu melokalisir kebakaran. Dengan tamabahan tandon air 1.200 liter dan sedikit rekayasa aliran air, mobil operasional tersebut difungsikan sebagai mobil pemadam untuk mengakses area sulit. Tim pemadam dari COP merupakan ring kedua dari lembaga pemerintahan seperti BKSDA Kaltim, B2P2EHD, KPH Berau Barat dan Pemerintah Daerah.

Lebih kurang selama 17 hari melakukan pemadaman dan pemantauan intensif, akhirnya hujan pertama turun di kawasan KHDTK. Cuaca pun mulai kondusif dan basah. Keberhasilan melokalisir kebakaran tidak terlepas dari kerjasama dan kordinasi yang baik antar pihak. (SON)

POSYANDU ORANGUTAN DI TENGAH BENCANA KEBAKARAN HUTAN

Sabtu, 21 September 2019, kandang orangutan-orangutan kecil dibuka. Setiap perawat satwa bertugas memegang satu orangutan. Penimbangan berat badan dimulai. Hari ini, Posyandu Orangutan tetap berjalan. 

Lebatnya Hutan Penelitian Labanan cukup berhasil melindungi udara buruk karena kebakaran. Walau suhu udara meningkat, tapi tak sampai membuat orangutan mengalami sesak nafas atau gangguan saluran pernafasan lainnya.

Wajah-wajah imut orangutan kecil yang biasa ke sekolah hutan terlihat ceria dan penuh harapan. Usaha mereka untuk tetap nurut ketika ditimbang ataupun menjalani pengukuran ternyata sia-sia. Usai Posyandu Orangutan, mereka dikembalikan ke kandang. “Tak sanggup melihat mata mereka yang penuh kekecewaan. Kebakaran hutan dan lahan benar-benar menjadi ancaman serius. Pohon-pohon yang biasanya menutupi langit. Lokasi sekolah hutan yang nyaris tanpa batas, kini terbuka karena kebakaran.”, ujar Wety Rupiana.

MALAM TERASA LEBIH PANJANG KARENA KEBAKARAN HUTAN

Langit KHDTK Labanan terlihat memerah. Si jago merah akhirnya benar-benar menghampiri kami. Jarak 1 km dari kandang orangutan. Ini akan menjadi malam terburuk bagi COP Borneo di Berau, Kalimantan Timur. Semakin memburuk, mesin air rusak. 

Berbekal jet shooter dan gergaji mesin, tim APE Defender menuju kebakaran hutan di sekitaran COP Borneo. Hanya satu tujuan, kebakaran tidak semakin meluas. Tim patroli di lokasi kebakaran, memotong pohon tumbang yang beresiko menyebarkan bara api. Tim juga menyusuri lokasi dan memadamkan bara api. Tak ada suara binatang malam yang menemani atau semilir angin malam yang menyejukkan. Malam ini hanya ada panas yang membara dan suara sang api yang melahap penghalangnya. 

Perlahan, langit kembali menghitam. Kerja keras padamkan api dari pukul 10.00 WITA hingga 00.30 WITA akhirnya membuahkan hasil. Kaki, tangan maupun muka tak lepas dari abu. Pakaian? jangan ditanya. Masih berharap pada sang Pencipta, hujan deras segara turun. 

Terimakasih para pendukung COP, sejujurnya kalian lah yang menguatkan kami. Harapan besar kalian di setiap komentar semakin menyakinkan kami. Kami… tidak sendiri! 

 

BERSAMA PADAMKAN API

Kemarau berhasil mengeringkan hutan hujan Labanan, Berau, Kalimantan Timur. Tumpukan daun-daun mengering di lantai hutan bahkan mencapai lutut kaki. Kanopi hutan tak menyatu lagi, matahari mencapai akar pohon tanpa ada penghalang. “Api sekecil apapun akan sangat berbahaya.”, ujar Ramadhani, manajer area Kalimantan Centre for Orangutan Protection. 

Status Awas di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo meningkatkan kinerja tim. Pagi sesampai di camp, tanpa komando sudah ada yang memastikan headlamp (lampu kepala), senter, handy talkie (HT) dan GPS dalam kondisi dicas/diisi ulang. Rasa lelah yang menghantui juga telah membuat sebagian tertidur di camp. 

Bersyukur, api dapat dipadamkan dalam waktu tiga jam. Kedua puluh orang yang turun sore ini adalah penyelamat COP Borneo. Tim KPH, BKSDA Berau dan B2P2EHD bersama tim COP Borneo, bahu membahu memadamkan api. Sementara tim medis bersama perawat satwa sudah mempersiapkan diri untuk memindahkan orangutan dari kandang karantina ke kandang transport. 

Pagi ini… kabut asap masih menghampiri COP Borneo. Selamat istirahat semuanya. 

BANTU PADAMKAN API DI DESA MERASAK

Hujan tak kunjung turun. Labanan, Berau, Kalimantan Timur diperburuk dengan musim berladang yang membuat api menjalar semakin liar. Tak hanya ladang yang seharusnya dibuka untuk musim tanam selanjutnya, angin dan keringnya tanaman membuat api tak lagi terkontrol. “Kami di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo bersiap untuk yang terburuk. Mencegah lebih baik, tapi apa daya, turun langsung membantu melokalisir kebakaran menjadi pilihan saat ini. Semoga tak berlanjut ke COP Borneo.”, ujar Ramadhani, manajer COP untuk Kalimantan. 

11 September 2019, kelas sekolah hutan dihentikan. Tim dibagi menjadi dua untuk segera membantu masyarakat desa Merasak, Berau, Kalimantan Timur untuk memadamkan api yang sudah terlanjur menyebar kemana-mana. Dengan berbekal 3 jet shooter, mesin air dan selang tim APE Defender menuju ke lokasi. Bersyukur sekali kami tidak hanya sendiri, masyarakat dan BNPB Berau juga sedang menuju ke lokasi. “Sayang, api sudah menjalar dan kebakaran semakin luas.”, ujar Linau, animal keeper yang turun ke lokasi kebakaran. 

Terimakasih atas dukungan para suporter COP dimana pun berada. Kebakaran lahan adalah bencana yang hampir setiap tahun terjadi. Panasnya suhu di kebakaran lahan juga membuat gerak tim menjadi lambat. “Kami harus memperhatikan keselamatan tim juga. Safety first, begitu yang harus diutamakan. Kami juga mengatur istirahat. Tetap dukung kami dan doakan kami.”, ujar Wety Rupiana, baby sitter orangutan yang ikut turun di kebakaran lahan Merasak kali ini. 

OWI DAN BONTI KABUR DARI KANDANG

Kejadian itu bermula ketika salah seorang animal keeper lupa mengunci kembali gembok kandang setelah mengambil orangutan Annie yang memiliki jadwal masuk kelas sekolah hutan pada siang hari. Annie, Owi dan Bonti adalah orangutan yang berada di dalam satu kandang sosialisasi.

Hari itu bukan jadwalnya orangutan Owi maupun Bonti untuk masuk kelas sekolah hutan. Saat akan istirahat makan siang, ketika kami melewati kandang sosialisasi, kami dikagetkan dengan pintu kandang yang terbuka, dan keduanya tidak ada di dalam. Kami hanya saling pandang dan diam, lalu berpencar mencari keduanya. Tebakan kami, Owi dan Bonti pergi ke lokasi sekolah hutan yang lama. Dan ternyata benar!!! Kami menemukan mereka… sedang asik di atas pohon memakan buah hutan.

Meminta mereka untuk turun, kembali ke kandang membutuhkan kesabaran yang luar biasa. Lapar, haus sudah melanda kami. Owi dan Bonti selalu lari menjauh, memanjat pohon berpindah pohon dan membuat kami berlarian mengikuti bahkan hingga tersandung akar pohon. “Lebih dari satu jam, kami kejar-kejaran dengan mereka, hingga akhirnya mereka berhasil kembali ke kandang.”, ujar Wety Rupiana.

“Mungkin mereka merasa bosan di kandang dan ketika pintu kandang tidak terkunci mereka segera lari mencari tempat untuk bermain.”, kata Jeckson lega. (WET)