HERCULES MEMANGGIL TIM APE DEFENDER

Berlalu sudah tiga hari setelah mendapatkan laporan orangutan Hercules berkunjung ke pondok salah seorang warga pada tanggal 30 Januari 2023 berlokasi di muara Sungai Menyuk. Kunjungan Hercules ke pondok warga diketahui setelah warga itu membuka pintu pondoknya pada pukul 13.30 WITA. Warga tersebut pun langsung melapor ke Pos Monitoring Busang Hagar. Tim monitoring langsung mengecek dan melaporkan lagi ke tim yang berada di kampung. Setelah mendapat kabar ini, tim langsung berangkat pada sore harinya. 

Pada tanggal 31 Januari, tim berencana melakukan penyelamatan orangutan Hercules tanpa bius namun setelah dicek di lokasi, Hercules tidak ditemukan lagi. Setelah beberapa saat, Hercules datang lagi. Tim APE Guardian akhirnya meminta bantuan tim APE Defender untuk menangani Hercules. 

1 Februari sekitar pukul 08.37 WITA, tim APE Defender yang terdiri satu dokter hewan dan satu perawat satwa bersama tim APE Guardian menuju lokasi konflik. Setelah melakukan pembiusan ke-2 akhirnya Hercules dapat diamankan dan dimasukkan ke kandang angkut pada pukul 13.00 WITA. Hercules pun diamankan di Pos Monitoring karena berdasarkan keterangan tim medis selain takut kelelahan juga waktu dan cuaca tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan kembali. Akhirnya tim sepakat untuk melepasliarkan Hercules kembali pada esok harinya.

Hari ke-2 Februari sekitar pukul 10.00 WITA setelah briefing singkat untuk pelepasliaran kembali orangutan Hercules. Pelepasliaran ini berlokasi di sisi kanan arah Sungai Pura atau lebih tepatnya berseberangan dengan anak Sungai Buloq. Pelepasliaran ini akhirnya selesai dilakukan dengan kondisi Hercules tanpa perlawanan saat pintu kandang angkut dibuka dari jarak jauh. Hercules justru memilih pergi masuk ke arah dalam hutan. TIm pun segera mengambil kandang angkut dan balik ke pos dengan selamat. (RAN)

DEVI, SISWA BARU SEKOLAH HUTAN YANG SUDAH LAYAK NAIK KELAS

Devi dahulunya merupakan korban perdagangan ilegal satwa liar yang berhasil diselamatkan pada tahun 2021. Ia sudah menjalani rehabilitasi di pusat rehabilitasi BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) sejak April 2021. Namun Devi baru bisa mengikuti sekolah hutan pertamanya pada 10 Desember 2022. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang selama setahun ke belakang masih agresif dan takut terhadap perawat satwa. Kemungkinan sifat agresif ini disebabkan oleh trauma masa lalunya, saat ia dipisahkan dari induknya oleh pemburu yang kemungkinan besar dilakukan dengan membunuh induknya.

Saat ini sudah dua bulan Devi mengikuti sekolah hutan di BORA. Meski masih baru menjadi siswa sekolah hutan, Devi langsung menjadi siswa paling aktif mencari pakan alami dibandingkan orangutan lain. Dengan mudah ia dapat menemukan pakan alami sepanjang sekolah hutan. Pakan alami yang teramati dimakan oleh Devi di lokasi sekolah hutan antara lain beragam buah-buahan hutan, daun-daunan, kulit kayu, umbut rotan dan umbut pisang. Devi selalu menjadi yang terakhir pulang ketika sekolah hutan karena selalu aktif mencari makan. Devi selalu pulang sekolah hutan dengan keadaan bibir yang sudah menghitam oleh noda getah dari pakan alami yang ia makan. Devi sama sekali tidak pernah meminta makanan kepada perawat satwa.

Selain aktif mencari pakan alami, Devi sudah lebih dari tiga kali teramati membuat sarang di atas pohon. Kualitas sarang yangia buat pun sudah sangat baik, sama seperti sarang buatan orangutan liar dewasa. Pada sekolah hutan terakhir (28/1/2023), Devi sempat tertidur di sarang buatannya setelah ia kenyang memakan pakan alami yang ia temukan. Kami terpaksa menunggu di bawah pohon sampai ia terbangun dari sarangnya. Pada akhirnya Devi mau turun setelah dipancing oleh drh. Theresia dengan sebotol susu. Ia pun turun dengan wajah yang masih mengantuk. “Ih Devi kentut”, kata There saat Devi sudah digenongannya. Sepertinya hari itu ia sudah makan kenyang karena bulan ini hutan Labanan sedang musim berbuah. (RAF)

SANG PETANI YANG TERANCAM KEHILANGAN RUMAHNYA

Siang itu, merdunya suara burung yang saling bersahutan di dalam hutan Labanan terusik oleh deru gergaji mesin yang nyaring terdengar walau dari kejauhan. Suara mesin ini seringkali terdengar dalam sebulan terakhir di dekat kawasan pusat rehabilitasi orangutan BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) yang berlokasi di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Berau, Kalimantan Timur. Tidak hanya siang hari, sesekali suara gergaji mesin terdengar hingga tengah malam. Berdasarkan hasil pengecekan lokasi yang dilakukan tim APE Defender dan APE Crusader bisa disimpulkan bahwa suara gergaji mesin ini berasal dari aktivitas pembalakan liar yang terjadi di dalam kawasan KHDTK Labanan. Tumpukan balok kayu dan keberadaan kemah terpal menjadi bukti kuat yang kami temukan saat pengecekan lokasi.

Selain menjadi tempat sekolah hutan bagi para orangutan rehabilitan di BORA, KHDTK Labanan merupakan rumah bagi banyak satwa liar. Tidak terkecuali bagi julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus) yang saya temukan saat sedang melaksanakan sekolah hutan (28/1/2023). Julang jambul hitam berasal dari keluarga Bucerotidae yang terdiri dari beragam jenis rangkong, julang, kangkareng dan enggang. Burung-burung dari keluarga Bucerotidae sering dijuluki sebagai ‘petani hutan’ karena kebiasaannya untuk menyebarkan biji hingga tempat yang jauh. Saat ini julang jambul hitam memiliki status konservasi genting (endangered) yang disebabkan oleh perburuan dan hilangnya habitat.

Julang jambul hitam seperti burung-burung Bucerotidae lainnya, sangat bergantung pada keberadaan pohon besar untuk bersarang dan mencari makan. Secara alami, mereka hanya bisa membuat sarang pada lubang yang berada di batang pohon besar. Buah-buahan hutan dan juga serangga yang terdapat di ketinggian pepohonan merupakan makanan mereka. Jika pembalakan liar ini terus terjadi, apakah di masa depan masih akan ada pepohonan bagi para ‘petani hutan’ ini untuk bersarang dan mencari makan? (RAF)