Minggu kedua Juli, tim APE Crusader bertugas di daerah Bengalon, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Tak sengaja, dalam perjalanan tersebut tim menjumpai burung Kerak Kerbau atau Acridotheres javanicus tergeletak di jalan poros Perdau-Sangkulirang. Kerak kerbau ini merupakan satwa yang dengan habitat alami di Jawa dan Bali tetapi saat ini sudah diintroduksi berbagai daerah seperti Kalimantan, Sumatra dan Sulawesi sehingga mengakibatkan burung ini menjadi invasif di lokasi introduksinya. Padahal di habitat alaminya yaitu pulau Jawa dan Bali sudah sulit dijumpai melainkan sudah banyak pindah ke sangkar-sangkar ‘pehobi’ burung peliharaan.
Sialnya, sudah dibawa keluar dari habitat alaminya ditambah bernasib naas. Walaupun umur burung ini bisa mencapai 3,9 tahun tetapi nasib burung ini bisa lebih cepat lagi untuk mati. Seperti yang kami jumpai pada 8 Juli yang lalu, dia mati karena tertabrak kendaraan.
“Seberapa seringkah kematian satwa liar di jalan raya? Bagaimanakah status hukum penyebab hilangnya nyawa satwa liar? Benarkah ini karena kesalahan satwa liar tersebut yang katanya kehilangan insting atau dalam kondisi sakit sebelumnya? Ataukah ini adalah tanggung jawab kita bersama? Pengguna jalan bahkan pembuat hingga perencana jalan yang melintasi habitat satwa liar atau hutan? Apakah Indonesia akan mulai memperhatikan nyawa satwa liar yang mati sia-sia ini dalam waktu dekat?”, Hilman, anggota termuda APE Crusader pun mulai mencoba membuat mind map kasus ini. “Semoga…”. (HIL)