KEHILANGAN JEJAK POPI DI SEKOLAH HUTAN BORA

Hari itu, kami melaksanakan sekolah hutan seperti biasanya. Kali ini, aku bertugas untuk menjaga Popi. Nampaknya Popi tidak bersemangat mengikuti sekolah hutan. Sejak tiba di lokasi sudah malas memanjat, maunya di bawah bersama keeper. Giliran sudah mau memanjat, ternyata hanya tipuan agar bisa mengeluarkan jurus kabur ke kandang. Popi selalu menunjukkan ciri jika ingin kabur, perlahan-lahan berayun dari satu pohon ke pohon lainnya, kemudian berhenti untuk melirik keeper, saat keeper lengah maka Popi akan tancap gas untuk pulang ke kandang.

Sebagai keeper yang hari itu menjaga Popi, harus rela berulang kali membawanya kembali ke lokasi sekolah hutan. Sebuah trik sederhana yang sering dikeluarkan oleh keeper, yaitu memancingnya menggunakan buah agar dia berpindah tempat dan mengurungkan niatnya untuk pulang ke kandang. Sepertinya trik ini berhasil, pada akhirnya Popi memanjat dan mendekati orangutan Bagus. Sedikit membuatku bisa bernafas lega. Menjadi kesempatan untuk menuliskan aktivitas yang Popi lakukan di buku sekolah hutan, sebelumnya tertunda karena harus mencegahnya dari membolos. Baru saja mulai menulis, tiba-tiba kulihat Bagus sudah berjalan di tanah menghampiri kami para keeper.

Kudongakkan kepala untuk mengecek keberadaan Popi, benar saja dia sudah tidak terlihat. Kutanyakan pada keeper lain, mereka juga tidak melihat. Kami kebingungan, jika Popi turun untuk membolos harusnya terlihat. Tidak ada yang menyadari juga apakah dia berayun untuk berpindah tempat karena tidak terdengar suara gesekan daun dan ranting. Mulailah kami berteriak memanggil namanya. 5 menit… 10 menit… 15 menit, masih tidak ada tanda-tanda keberadaan Popi. Aku memutuskan untuk mengecek ke kandang tapi ternyata nihil, lalu kembali lagi ke lokasi sekolah hutan dengan realita Popi masih tidak muncul. Mencoba peruntungan di tempat lain, kali ini aku susuri klinik dan ternyata tetap tidak ada.

Sekali lagi aku kembali ke lokasi sekolah hutan. Melihat keeper lain mulai membawa pulang orangutan karena jadwal sekolah hutan sudah selesai. Sedikit panik, kembali kuteriakkan nama “Popi” sambil mengelilingi lokasi sekolah hutan. Tidak berhenti memanggil namanya entah sudah berapa menit. Dengan penuh harapan dan doa, kali ini ku terabas semak belukar. Agak kurang percaya Popi ke arah ini karena jarang kulihat dia bermain ke area semak.

Ternyata dewi fortuna masih berpihak padaku, sayup-sayup terdengar suara gesekan ranting dan daun. Aku mulai yakin ada Popi di area semak ini, meskipun suaranya terdengar jauh. Semakin dekat, semakin dekat, dan akhirnya kutemukan Popi di atas pohon pisang. Dia sedang menikmati pisang yang masih mentah. Aku keluarkan pancingan berupa wortel dan pisang matang. Popi hanya melirik acuh dari atas sana, sepertinya dia balas dendam karena dari tadi dicegah membolos. Jika bisa bicara mungkin Popi sudah berkata, “Bukankah ini yang kau mau? Agar aku berkelana jauh untuk mencari makan, rasakan sendiri sekarang kau yang kebingungan.” (DEA)

TAK KUAT KASIH PAKAN, WARGA SERAHKAN BAYI ORANGUTAN

Kamis pagi, seorang warga desa Long Lees menghampiri saya di jalan. Pak Kun dengan ekspresi ragu bercampur takut memberitahu saya bahwa dirinya sedang memelihara bayi orangutan jantan. Pak Kun mengatakan bayi orangutan ini ditemukan oleh anjing milik warga tanpa ibunya di tengah kebun sawit milik warga. Warga mendengar, menghampiri, dan menemukan bayi tersebut. Pak Kun yang waktu itu juga berada di sana diminta warga untuk memeliharanya. Alasan Pak Kun dan keluarga menyerahkan karena biaya pakan yang dikeluarkan begitu besar setiap bulannya. Selama 6 bulan memelihara, Pak Kun sudah mengeluarkan banyak uang untuk membeli susu dan buah-buahan. Hal ini membuat Pak Kun berencana memberikan orangutan tersebut kepada keluarganya di Samarinda, namun anak perempuannya yang kebetulan sering melakukan kegiatan natal bersama saya ini menyarankan orangutan diserahkan kepada COP saja.

Sesampai di rumahnya, saya menyaksikan bayi orangutan di dalam kandang kecil yang terlihat murung dengan mata sayunya. Tidak seperti orangutan lain yang seharusnya aktif di pagi hari. Melihat kondisi ini, saya menggendong bayi dan mengecek kondisinya. Tubuh kecilnya dipenuhi luka-luka akibat tantrum dalam kandang tanpa pernah diobati selama pemeliharaan ilegal itu. Genggamannya yang lemah dan tidak kuat menyakinkan saya bahwa bayi orangutan ini lagi sedang sakit. Keluarga Pak Kun dan warga malah menganggap bayi orangutan tersebut lagi mengantuk karena kenyang setelah meminum susu kaleng dan susu krimer yang diberikan.

Dari evaluasi keseluruhan kondisi orangutan kecil ini menderita diare karena pakan yang tidak sesuai membuat bayi orangutan tersebut sakit hingga harus diberikan susu yang sesuai ditambah cairan oralit agar tidak dehidrasi. Pemberian daun sebagai alas tidur dan selimut sebagai penghangat yang bisa membuatnya nyaman. Pintarnya lagi, ketika selimut diberikan, orangutan ini langsung menyelimuti seluruh tubuhnya. Selanjutnya ketika sore hari, dedaunan yang diberikan langsung ditumpuk menyerupai sarang di dalam kandang.

Keesokan paginya, BKSDA Kaltim SKW 1 bersama tim APE Crusader COP memproses penyerahan satwa liar dilindungi ini. Penyerahan berjalan dengan baik tanpa ada gangguan. Bayi orangutan telah tertangani dokter hewan dan dibawa ke pusat rehabilitasi BORA di Berau yang berjarak 10 jam mengemudi. “Dia akan menjalani perawatan dan pemeriksaan intensif. Masa karantina akan memakan waktu 3 bulan. Doakan semoga bayi orangutan ini bertahan dan mendapatkan kesempatan keduanya untuk hidup lebih baik lagi”, ujar Fhajrul Karim, tim APE Guardian. (JUN)

ADA BAYI ORANGUTAN DI LONG LEES

Cahaya matahari mulai menyelinap masuk melalui sela-sela rumah panggung camp APE Guardian COP di desa Long Lees, kecamatan Busang, Kalimantan Timur. Tim APE Guardian mulai membagi tugas, ada yang ke pos monitoring orangutan rilis dan ada yang menjadi tim pendukung yang berada di desa. Logistik belum semua terbeli, sarapan belum dimasak, pukul 08.15 WITA, Bapak Kun, tetangga dari RT 1 melapor ke camp APE Guardian ketika dia melintas menuju kota Sangatta, bahwa ada satu orangutan yang didapat dari pemilik kebun di daerah Bengalon.

Tim mendapati bayi orangutan meringkuk dalam kandang kucing. Sorot matanya yang sayu dan gerakannya yang pasif menandakan orangutan mungil ini sedang tidak baik-baik saja. “Diare itu bukan disebabkan oleh makanan yang dimakan hari ini, namun makanan kemarin atau kemarin lusa”, ujar drh. There yang memeriksa bayi penuh luka di kepala ini.

Bayi orangutan ini mengalami pertukaran susu yang menjadi makanan pokok bayi orangutan ini. Selama 6 bulan diberi susu kaleng oleh pemelihara sebelumnya, tiba-tiba ganti merek susu dengan alasan lebih murah oleh pemelihara barunya. “Biaya merawat bayi orangutan memang tidaklah murah. 3 kali sehari itu minum susu, sekali minum bisa sampai 4 botol 150 ml, kalau kami telat memberi makan, dia teriak-teriak sambil menggoyang-goyangkan kandang dengan tangannya, itu sebabnya ada luka di tangannya. Masih kecil saja sudah pintar berontak, bagaimana nanti kalau sudah dewasa, kami takut digigit. Itu sebabnya saya suruh kalian bawa orangutan ini saja”, ujar istri pak Kun.

Tim APE Guardian secara bergantian memberikan pakan dan menghindari orangutan tersebut dikerumuni tetangga sambil mensosialisasikan bahaya memelihara orangutan. Luka-luka di kepala dan tangannya dibersihkan, tim juga membuatkan oralit (air campuran garam dan gula) untuk mengatasi diare dan menjaga agar tetap terhidrasi. Menjelang sore, tim memasukkan ranting dan dedaunan ke dalam kandang. Bayi ini pun langsung menyusun dedaunan dan ranting yang ada seperti membuat sarang. Hal ini menandakan, bayi ini belum lama lepas dari pengasuhan induknya, dia masih ingat yang biasa induknya lakukan. Tidak lama, dia pun tertidur di atas sarang yang dibuatnya. (ARA)