PEDAGANG KULIT HARIMAU SUMATRA TERTANGKAP TANGAN

Harimau Sumatra atau Patera trigis Sumatrae merupakan raja hutan yang menduduki kasta tertingi di keluarga kucing-kucingan yang ada di Indonesia. Kini nasibnya makin memprihatinkan. Dalam satu pekan terakhir, lembaga penegakan hukum di Indonesia mengganggalkan 2 transaksi jual beli kulit harimau yang masih basah. Dalam arti, satwa ini belum lama dibunuh dan dikuliti oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Setelah gempar dengan berita penangkapan salah satu oknum pengiat konservasi yang menjual kulit harimau di Sumatera Barat. Pada tanggal 10 Mei 2023, digagalkan kembali transaksi jual beli kulit harimau utuh beserta dengan tulang-tulangnya yang masih merah. Dalam satu pekan, dua raja hutan ini mati dengan sia-sia.

Lantas apa yang jadi motif dasar para pelaku ini menjerat dan membunuh satwa ini. Dari keterangan para tersangka, bahwa harimau banyak diburu untuk diambil bagian organ tubuhnya seperti kulit, taring, daging, kuku bahkan kumisnya. Organ-organ tersebut diperjualbelikan di pasar gelap dengan harga tinggi karena dapat dimanfaatkan sebagai obat, kerajinan (tas, pakaian, sepatu, dll) bahkan tak sedikit permintaan memanfaatkannya sebagai jimat.

“Jaringan perburuan dan perdagangan bagian-bagian tubuh harimau sangat tertutup dan rapi. Harga jualnya yang fantastis juga menjadi salah satu faktor perburuan, marak terjadinya. Kulit harimau basah dibandrol dengan harga di atas 60 juta rupiah, sedangkan dengan bagian tubuh lainnya seperti kuku, taring kumis berkisar 3 sampai 5 juta rupiah per item. Tergantung kualitas dan ukuran”, jelas Satria Wardhana, kapten APE Warrior COP yang fokus memerangi perdagangan satwa liar sejak sepuluh tahun terakhir.

Harimau merupakan satwa yang berperan sebagai konsumen puncak. Satwa ini berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsanya seperti babi hutan. Dalam konteks hilangnya harimau, akan memberikan efek kompleks pada ekosistem hutan. Ini juga akan berdampak pada ketersedian tumbuhan dan produk tumbuhan seperti buah. Hutan akan jadi rusak dan mempengaruhi kehidupan di bumi seperti berkurangnya udara bersih, air bersih, penyerbukan, hingga pengaturan suhu bumi. (SAT)

POPI MASUK KLINIK, SEMUA ORANG PANIK

Hari ini murid-murid orangutan di sekolah hutan sedang aktif-aktifnya. Popi, Astuti, Jainul, dan Charlotte semakin pintar mencari makan dan menjelajah kesana-kemari hingga lokasi hutan yang cukup jauh. Artinya perkembangan mereka sangat baik walaupun kami para perawat satwa harus berjuang menerabas tumbuhan lebat dan berduri untuk mengikuti dan mengawasi mereka.

Bahkan Popi yang biasanya hanya memanjat pohon sebentar lalu turun mengikuti kami dan mengincar keranjang buah, hari itu betah di atas pohon. “Dia pinter banget dari tadi cari makannya. Sekarang lagi makan daun muda. Sebelumnya selama setengah jam dia habisin buah ini”, ujarku pada Gavrila, kawan perawat satwa sambil menunjuk buah hutan yang berserakan di tanah. Buah itu bulat seperti bola batu sebesar genggaman orang dewasa. Warnanya coklat dan tekturnya sangat keras seperti kayu. Butuh waktu 20 menit bagi Popi untuk menghabiskan buah itu.

Setengah jam sebelum waktu sekolah hutan berakhir, Popi sempat turun lama dan memakan daun-daunan dari tumbuhan pendek. Aku sempat lega melihatnya sudah turun ke bawah, artinya aku tidak perlu menunggu, membujuk dan memanggilnya turun ketika sesi sekolah hutan berakhir. Namun aku seperti diberi ujian sabar. Lima menit lagi sebelum sesi sekolah hutan berakhir, Popi justru naik lagi. Selama 15 meit aku memanggil dan membujuknya pulang. Lalu ketika akhirnya ia berhasil turun dan kutuntun hingga depan kandang, ia tiba-tiba turun dari gendongan dan berlari menjauh.

Aku yang sudah kelelahan sekolah hutan dan menggendongnya hingga kandang jadi lebih kalah cepat dengannya. Tenaganya belum juga habis walau sudah sangat aktif di sekolah hutan. Aku berusaha menarik tangan Popi tapi ia lebih kuat dariku walaupun tubuhnya lebih kecil. Ia terus menjauh dan aku mengikutinya hingga kami sampai di depan klinik dan aku dilanda panik. Ia naik ke wastafel cuci tangan! Benar saja dugaanku, ia penasarang dengan sabun cuci dan mengacak-acaknya. Untung saja sabun yang kami pakai di situ adalah sabun cuci food grade yang lebih aman apabila Popi tidak sengaja menelannya. Melihatku mendatanginya dan segera mengambil sabun itu, Popi langsung menjauh lagi dan menuju pintu klinik. Aku segera mengangkat tempat sampah di dekat pintu sebelum ia meraihnya lebih dulu. “Tata, Lala, tolongin aku!”, teriakku memanggil kawan-kawan paramedis yang biasa bertugas di klinik. Kulihat di dalam Popi sudah meraih bungkus deterjen dari rak penyimpanan. Untungnya Tata dan Lala segera datang. Lalu kami bersama-sama berhasil menghalau Popi dan menuntunnya kembali masuk ke kandang. Butuh tiga orang untuk membawanya kembali ke kandang. Popi… Popi… Bisa-bisanya sampai masuk klinik dan bikin panik! (NAD)

APE PROTECTOR JAGA HUTAN LINDUNG SINUANGON

Setahun lebih tim APE Protector menetap dan berkegiatan di Nagari Sontang Cubadak, Pasaman, Sumatra Barat. Pada 6 Mei yang lalu, tim PAGARI atau Patroli Anak Nagari mengecek kamera jebak yang telah dipasang sebulan lalu di Hutan Lindung Sinuangon (Pasaman Raya) tersebut. Selain monitoring kawasan, tim juga berkesempatan observasi satwa liar dan sayangnya gangguan habitat masih juga ada.

“Beruntungnya kalau lagi patroli, kita bisa berjumpa langsung dengan satwa liar yang juga kaget dengan kehadiran kita. Kali ini tim berjumpa dengan satu ekor Simpai (Presbytis melalophos) yang merupakan monyet endemik Pulau Sumatra. Selain itu, tim juga berhasil mendokumentasikan burung raja udang walau dengan kamera yang sangat terbatas. Sepanjang perjalanan, suara-suara alam serta kepakan burung enggang menemani perjalanan yang medannya cukup ekstrim. Secara tidak langsung, tim juga mengidentifikasi kehadiran babi hutan dan rusa lewat jejak yang ditinggalkan”.

Suara gergaji mesin dikejauhan menandakan aktivitas manusia yang membawa kayu turun dari lokasi hutan. Dentuman pohon roboh yang menyentuh tanah menandakan gangguan habitat masih terpantau aktif di area kawasan Hutan Lindung. Beda punggunggan dan tim harus kembali fokus menjemput kamera jebak.

Dari empat kamera yang terpasang sejak 6 April yang lalu, tertangkap kamera babi hutan. Kehadiran babi hutan tiga bulan berturut-turut membuat tim lega. Semoga ini tanda berakhirnya virus ASF (African Swine Fever). Jika perjumpaan langsung dengan jejaknya saja, kini, tim menyaksikannya langsung, termasuk rusa dari kamera jebak. Kehadiran Macan dahan, Musang congkok, Tikus hutan, Tupai tanah, Bajing tanah bergaris tiga, Sigung Sumatra, landak Sumatra, Musang bulan, Burung puyuh, Kucing Emas, dan Sinpai menambah deretan keanekaragaman satwa liar di hutan ini. Tak lupa si Beruk yang selalu eksis di hapir setiap kamera jebak. Satwa liar di hutan aja. (REV)