POPI MASUK KLINIK, SEMUA ORANG PANIK

Hari ini murid-murid orangutan di sekolah hutan sedang aktif-aktifnya. Popi, Astuti, Jainul, dan Charlotte semakin pintar mencari makan dan menjelajah kesana-kemari hingga lokasi hutan yang cukup jauh. Artinya perkembangan mereka sangat baik walaupun kami para perawat satwa harus berjuang menerabas tumbuhan lebat dan berduri untuk mengikuti dan mengawasi mereka.

Bahkan Popi yang biasanya hanya memanjat pohon sebentar lalu turun mengikuti kami dan mengincar keranjang buah, hari itu betah di atas pohon. “Dia pinter banget dari tadi cari makannya. Sekarang lagi makan daun muda. Sebelumnya selama setengah jam dia habisin buah ini”, ujarku pada Gavrila, kawan perawat satwa sambil menunjuk buah hutan yang berserakan di tanah. Buah itu bulat seperti bola batu sebesar genggaman orang dewasa. Warnanya coklat dan tekturnya sangat keras seperti kayu. Butuh waktu 20 menit bagi Popi untuk menghabiskan buah itu.

Setengah jam sebelum waktu sekolah hutan berakhir, Popi sempat turun lama dan memakan daun-daunan dari tumbuhan pendek. Aku sempat lega melihatnya sudah turun ke bawah, artinya aku tidak perlu menunggu, membujuk dan memanggilnya turun ketika sesi sekolah hutan berakhir. Namun aku seperti diberi ujian sabar. Lima menit lagi sebelum sesi sekolah hutan berakhir, Popi justru naik lagi. Selama 15 meit aku memanggil dan membujuknya pulang. Lalu ketika akhirnya ia berhasil turun dan kutuntun hingga depan kandang, ia tiba-tiba turun dari gendongan dan berlari menjauh.

Aku yang sudah kelelahan sekolah hutan dan menggendongnya hingga kandang jadi lebih kalah cepat dengannya. Tenaganya belum juga habis walau sudah sangat aktif di sekolah hutan. Aku berusaha menarik tangan Popi tapi ia lebih kuat dariku walaupun tubuhnya lebih kecil. Ia terus menjauh dan aku mengikutinya hingga kami sampai di depan klinik dan aku dilanda panik. Ia naik ke wastafel cuci tangan! Benar saja dugaanku, ia penasarang dengan sabun cuci dan mengacak-acaknya. Untung saja sabun yang kami pakai di situ adalah sabun cuci food grade yang lebih aman apabila Popi tidak sengaja menelannya. Melihatku mendatanginya dan segera mengambil sabun itu, Popi langsung menjauh lagi dan menuju pintu klinik. Aku segera mengangkat tempat sampah di dekat pintu sebelum ia meraihnya lebih dulu. “Tata, Lala, tolongin aku!”, teriakku memanggil kawan-kawan paramedis yang biasa bertugas di klinik. Kulihat di dalam Popi sudah meraih bungkus deterjen dari rak penyimpanan. Untungnya Tata dan Lala segera datang. Lalu kami bersama-sama berhasil menghalau Popi dan menuntunnya kembali masuk ke kandang. Butuh tiga orang untuk membawanya kembali ke kandang. Popi… Popi… Bisa-bisanya sampai masuk klinik dan bikin panik! (NAD)

APE PROTECTOR JAGA HUTAN LINDUNG SINUANGON

Setahun lebih tim APE Protector menetap dan berkegiatan di Nagari Sontang Cubadak, Pasaman, Sumatra Barat. Pada 6 Mei yang lalu, tim PAGARI atau Patroli Anak Nagari mengecek kamera jebak yang telah dipasang sebulan lalu di Hutan Lindung Sinuangon (Pasaman Raya) tersebut. Selain monitoring kawasan, tim juga berkesempatan observasi satwa liar dan sayangnya gangguan habitat masih juga ada.

“Beruntungnya kalau lagi patroli, kita bisa berjumpa langsung dengan satwa liar yang juga kaget dengan kehadiran kita. Kali ini tim berjumpa dengan satu ekor Simpai (Presbytis melalophos) yang merupakan monyet endemik Pulau Sumatra. Selain itu, tim juga berhasil mendokumentasikan burung raja udang walau dengan kamera yang sangat terbatas. Sepanjang perjalanan, suara-suara alam serta kepakan burung enggang menemani perjalanan yang medannya cukup ekstrim. Secara tidak langsung, tim juga mengidentifikasi kehadiran babi hutan dan rusa lewat jejak yang ditinggalkan”.

Suara gergaji mesin dikejauhan menandakan aktivitas manusia yang membawa kayu turun dari lokasi hutan. Dentuman pohon roboh yang menyentuh tanah menandakan gangguan habitat masih terpantau aktif di area kawasan Hutan Lindung. Beda punggunggan dan tim harus kembali fokus menjemput kamera jebak.

Dari empat kamera yang terpasang sejak 6 April yang lalu, tertangkap kamera babi hutan. Kehadiran babi hutan tiga bulan berturut-turut membuat tim lega. Semoga ini tanda berakhirnya virus ASF (African Swine Fever). Jika perjumpaan langsung dengan jejaknya saja, kini, tim menyaksikannya langsung, termasuk rusa dari kamera jebak. Kehadiran Macan dahan, Musang congkok, Tikus hutan, Tupai tanah, Bajing tanah bergaris tiga, Sigung Sumatra, landak Sumatra, Musang bulan, Burung puyuh, Kucing Emas, dan Sinpai menambah deretan keanekaragaman satwa liar di hutan ini. Tak lupa si Beruk yang selalu eksis di hapir setiap kamera jebak. Satwa liar di hutan aja. (REV)

ENRICHMENT ORANGUTAN DARI BORA UNTUK SRA

Dua orang perawat satwa BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) membuatkan enrichment selang pemadam yang berisi potongan buah jambu sebanyak 30% dan 70% dedaunan ditambah dengan madu untuk orangutan di SRA (Sumatran Rescue Alliance). Pemberian enrichment ini untuk mengisi waktu luang Asto dan Asih di kandang ketika hujan lebat atau saat panas terik jika sekolah hutan ditiadakan.

Selang pemadam kebakaran menjadi pilihan wadah karena bahan yang kuat. Asto dan Asih berusaha menggapai enrichment bentuk baru ini. Aroma madu yang tercium dan menetes keluar selang secara alamiah membuat mereka menghisap-hisap ujung-ujung selang. Ketika sudah tidak ada lagi tetesan yang tersisa, keduanya mulai mencongkel dan menggigit enrichment tersebut.

Perilaku bertukar enrichment pun terjadi. Asih mengambil selang milik Asto, begitu pula sebaliknya. Keduanya bertukar enrichment yang tak mengeluarkan cairan lagi. Tapi keduanya menyadari, masih ada sesuatu di dalamnya. Berulang kali, mereka mengendus, menggigit, dan mencongkel ujung selang yang dijahit tali. Asto yang memiliki tubuh sedikit lebih besar mulai bertugas sebagai “penghancur” dan membesarkan lubang. Sementara Asih sebagai “penerus” nya, membuat lubang semakin besar agar seluruh isi enrichment berhasil dikeluarkan dan dinikmati.

Apakah mereka saling bekerja sama? Atau kah Asto selalu menjadi tempat meminta tolong Asih? Saatnyakah mereka berdua berpisah kandang agar bisa lebih mandiri? Ahmad Nabil kembali membuka catatan lama Asto dan Asih yang telah dua tahun menghuni pusat konservasi orangutan SRA yang berada di Besitang, Sumatra Utara ini. Sebagai biologist, perilaku keduanya terpantau dan menjadi evaluasi untuk program rehabilitasi orangutan tersebut. Program ini adalah usaha untuk merangsang perilaku alami dan kemampuan orangutan agar siap dilepasliarkan pada waktunya. (BIL)