SEPENGGAL KISAH KEPULANGAN RAMBO DAN RIMBI (1)

Siang yang sumuk dan terik diselingi angin sepoi-sepoi dari balik kerangkeng besi pelan-pelan kedua kelopak matanya turun dan terlelap. Rimbi, begitu kami menamainya. Satu individu orangutan betina. Tak jauh dari tempatnya terlelap, Rambo juga tengah menopang kepala dengan lengan kirinya dan tampak merasai rasa kantuk yang juga menyerang.

Jumat, 9 April 2021, siang itu tim APE Warrior dari Centre for Orangutan Protection (COP) melakukan shift berjaga menemani Rimbi dan Rambo yang sehari sebelumnya berhasil dipindahkan dari kandang di Agrowisata Sidomuncul menuju Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah. Dua hari sebelumnya BKSDA Jateng menyita kepemilikan ilegal kedua orangutan tersebut berdasarkan laporan tim APE Warrior COP pada 27 Maret 2021 di salah satu vila di daerah Bandungan, kabupaten Semarang.

Usia kedua orangutan Sumatera ini berkisar 2-5 tahun. Usia yang masih sangat muda dan memiliki peluang besar untuk dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Pertimbangan konservasi inilah yang mengantarkan BKSDA Jateng melakukan translokasi ke pusat rehabilitasi orangutan dan primata dilindungi lainnya yang bernama Sumatra Rescue Alliance (SRA) yang berada di Besitang, Langkat, Sumatera Utara. SRA yang baru beroperasi Januari 2021 ini dikelolah oleh BBKSDA Sumatera Utara bersama Orangutan Information Center dan Centre for Orangutan Protection (COP).

Setelah tertunda satu hari karena ada dokumen legal yang menjadi acuan dalam proses pengangkutan dan pemindahan satwa yang harus dipenuhi, akhirnya Sabtu 10 April, Rimbi dan Rambo berhasil terbang ke Medan. (RIS)

KEDUA ORANGUTAN DARI WRC JOGJA TELAH TIBA DI BORA

Begitu banyak orang yang menunggu berita ini. Kapan Ucokwati dan Mungil mendapatkan kesempatan keduanya kembali ke habitatnya. Induk dan anak yang telah bertahan hidup di seberang pulau yaitu pulau Jawa, sebuah pulau dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Tentu saja itu akan menjadi hari yang mengharukan. Ternyata tidak semudah itu, keduanya tetap harus menjalani proses panjang yang mendebarkan.

Januari 2021, pemeriksaan medis di tengah pandemi COVID-19 menguras energi tersendiri. Tim medis dan lainnya harus mematuhi protokol kesehatan yang ketat. Pemakaian baju hazmat menjadi tantangan tertentu, tetap harus lincah dan berpikir cepat. Pengiriman sampel juga tidak semudah sebelumnya, sampel harus aman. Syukurlah hasil medis yang tidak sekaligus keluar itu membawa kabar gembira. Pemindahan Ucokwati dan Mungil tinggal menunggu waktu.

8 April 2021, kedua orangutan dalam pengaruh bius dimasukkan ke kandang angkut. Sifat agresif keduanya sempat membuat ciut tim. Tengah hari tim melaju kendaraan ke kargo Garuda Indonesia di bandara Yogyakarta Internasional Airport. Perencanaan dua minggu sebelumnya benar-benar diuji. BKSDA Yogyakarta tak putus-putus berkordinasi dengan BKSDA Kaltim. COP sendiri sangat terbantu dengan Garuda Indonesia dan kargo Garuda Indonesia. “Sayang penerbangan ke Balikpapan-Berau tak bisa dilalui jalur udara karena ukuran kandang tak bisa masuk kargo. Tim menempuh jalur darat yang menguras tenaga”, ujar Ramadhani, kordinator pemindahan orangutan dari Yogya ke Berau.

10 April, setelah melalui transit di Jakarta selama delapan jam dan melalui perjalanan darat 24 jam, Ucokwati dan Mungil tiba di Bornean Orangutan Rescue Alliance, Berau-Kalimantan Timur. Keduanya tampak tenang. “Ucokwati dan Mungil kini berada di kandang karantina, kami berharap dalam dua minggu ini dapat mengumpulkan data prilakunya selama di kandang karantina. Semoga keduanya dapat melalui masa karantina dengan baik”, jelas Widi Nursanti, manajer BORA.

PERILAKU MENYIMPANG ORANGUTAN DI SEKITAR PERTAMBANGAN BATUBARA

Drone yang terbang di atas sarang orangutan tak juga mengusik tidurnya. Tim APE Crusader menemukan orangutan di dalam sarang yang berada di batang dahan pohon puspa pada pukul 06.48 WITA. Orangutan jantan tersebut memiliki badan yang cukup besar. “Sekitar pukul 08.00 WITA, dia mulai bangun dan bersin-bersin. Tak lama kemudian dia bergerak ke arah yang berlawanan dari datangnya tim”, ujar Sari Fitriani, manajer perlindungan habitat orangutan COP.

Lalu kami juga menemukan satu orangutan yang berada di semak-semak. “Lokasi yang sama dengan penemuan orangutan pada bulan September 2020 yang lalu”, kata Sari lagi. Orangutan terlihat sedang memakan daun di semak-semak dan bersembunyi di rimbunnya semak saat sadar bahwa pergerakannya sedang dimonitor.

Keesokan harinya, tim APE Crusader masih berjumpa dengan orangutan tersebut. Kali ini pergerakannya cukup lambat dan ternyata ia menggendong bayinya. “Perjumpaan tiga orangutan dengan kondisi hutan seperti ini sangat memprihatinkan. Aktivitas pertambangan yang terus-menerus sepanjang hari bisa saja membuat orangutan maupun satwa liar yang berada di sekitar kawasan tambang mengalami prilaku menyimpang. Tidak heran, jika konflik satwa liar dengan pertambangan nantinya akan muncul. Seperti bulan Februari yang lalu, viralnya video orangutan berada di kawasan tambang terbesar di Kaltim”, jelas Sari Fitriani lagi.

Terhitung sejak September 2020 telah ada 7 (tujuh) perjumpaan orangutan oleh tim APE Crusader di kawasan tersebut. Dimana di antaranya adalah 2 (dua) induk orangutan beserta anaknya dan 5 (lima) individu orangutan dewasa lainnya. Perilaku yang ditunjukkan oleh orangutan tersebut cukup berbeda dengan orangutan liar pada umumnya. Mereka cenderung bangun siang, bersin-bersin, terkesan tidak takut dengan kebisingan dan cenderung memakan kambium kayu di pohon atau daun di semak-semak.

Benarkah orangutan termasuk makhluk yang adaptif? Apakah orangutan mampu bertahan hidup di beberapa lanskap (multiple landscape)? (SAR)