NASIB ORANGUTAN DI BENGALON (3)

Kondisi habitat orangutan di kawasan tambang batubara ini merupakan hutan sekunder karena tidak ditemukan lagi pohon besar. Macaranga gigantea, Macaranga triloba dan beberapa jenis Macaranga spp lainnya, Puspa (Schima wallichii), Dipterocarpaceae, Fabaceae, serta banyak ditemukan tumbuhan liana dan perdu. “Bisa sih orangutan hidup di hutan sekunder seperti ini, namun paling baik ya hutan primer”, ujar Febrina Mawarti Andarini, tim APE Crusader yang merupakan ahli Biologi COP.

Sepanjang jalan poros Bengalon banyak ditemukan sarang orangutan yang sudah mengering. Temuan ini bisa dibilang wajar karena dengan luasan kawasan yang tidak terlalu besar, orangutan tidak memiliki ruang jelajah yang luas, bahkan terbatas hutan sekunder sepanjang kanan dan kiri jalan karena bagian tengahnya sudah menjadi tambang batubara.

Di antara banyak sarang yang ditemukan terdapat 3 (tiga) sarang yang masih baru dengan tipe sarang A dan B dengan posisi 1 dan 2. Sarang yang masih baru ditandai dengan batang ranting dan daun yang masih hijau segar serta belum mengering. Salah satu sarang tersebut berada di atas pohon Trembesi (Samanea saman). Keberadaan sarang baru menandakan masih adanya aktivitas orangutan di kawasan tersebut.

Centre for Orangutan Protection menghimbau pengguna jalan Poros Bengalon untuk berhati-hati ketika melintas di jalan ini. Karena Orangutan bahkan satwa liar lainnya bisa saja sewaktu-waktu menyeberang. Tim APE Crusader berencana memasang beberapa papan peringatan di beberapa titik. “Jangan beri makan orangutan karena dikawatirkan orangutan akan terbiasa. Orangutan bukan hewan peliharaan. Jangan disakiti karena orangutan bukan hama”. (FEB)

PEMBANGUNAN GAPURA DAN POS JAGA KHDTK LABANAN SELESAI

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan merupakan hutan penelitian yang berada di Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Di lokasi ini juga ada Pusat Rehabilitasi Orangutan yang berfungsi sebagai tempat menampung dan merawat orangutan sitaan negara meupun serahan masyarakat kepada negara.

Untuk memperkenalkan lokasi keberadaan KHDTK Labanan, Balai Besar Penelitian Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa (B2P2EHD) bekerja sama dengan Pusat Perlindungan Orangutan atau sering disebut COP (Centre for Orangutan Protection membangun sebuah gapura identitas masuk kawasan di KHDTK Labanan. Tak hanya itu, berdekatan dengan gapura juga dibangun pos jaga KHDTK Labanan yang berfungsi sebagai lokasi pendukung patroli pengamanan di KHDTK Labanan.

Gapura dan Pos jaga ini dibangun pada pinggir jalan poros Samarinda Berau pada kilometer 24 yang dapat dilihat masyarakat saat melintas di area tersebut. Gapura dan Pos jaga ini sebagai penanda bahwa pengendara mobil dan motor sudah memasuki area KHDTK Labanan.

Dengan adanya gapura dan pos jaga ini, diharapkan masyarakat dapat memahami dan semakin mengetahui keberadaan kawasan KHDTK Labanan sebagai ikon hutan hujan tropis di kabupaten Berau. KHDTK Labanan merupakan hutan yang dihuni banyak satwa liar seperti owa-owa, babi hutan, kancil, musang, ayam hutan dan juga burung-burung endemik Kalimantan yang keberadaannya wajib kita jaga bersama untuk kelestarian hutan dan isinya di masa depan. (NOY)

MISI PERTAMA DOKTER HEWAN YUDI DI KALTIM

Malam, 24 April saat sedang mempersiapkan nutrisi tambahan untuk orangutan-orangutan di pusat rehabilitasi BORA, telepon camp berbunyi. Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection menanyakan kesiapan tim APE Defender untuk memindahkan orangutan dari Samarinda ke BORA yang berada di Berau, utaranya Kalimantan Timur. Setelah berdiskusi drh. Ray akhirnya menyuruh drh. Yudi untuk menjalankan tugas ini.

“Rasanya gak karuan, takut, cemas dan bersemangat, campur aduk. Ini adalah perjalanan pertama saya menyelamatkan orangutan”, gumam Yudi Ardianto, dokter hewan lulusan Universitas Brawijaya ini sembari mengecek kembali microchip, alkohol, meteran, obat bius dan peralatan medis lainnya. Tepat pukul 00.30 WITA tim APE Defender berangkat. Sekilas terlihat senyum drh. Ray melihat kepanikan drh. Yudi yang baru bergabung di COP pada akhir bulan Maret yang lalu. Jalan darat ini pun dimulai, mulai jalan aspal mulus seperti kemeja yang baru disetrika hingga jalan berlubang yang sering membuat kami melompat dan terbentur atap mobil.

Menjelang siang, drh. Yudi telah siap untuk memeriksa kesehatan orangutan malang ini. “Orangutan ini sangat agresif, untuk ukuran orangutan kecil, tenaganya lumayan kuat. Pemeriksaan gigi untuk mengetahui perkiraan usia orangutan, dilanjut pemeriksaan apakah ada luka atau tidak dan tiba-tiba saja jari saya sudah berada disela-sela giginya. Ahrgg… rasanya lumayan!”, cerita Yudi lagi.

Tepat pukul 07.00 WITA keesokan harinya, tim APE Defender telah tiba di BORA. “Orangutan betina berusia 1-3 tahun ini akan menjalani masa karantina terlebih dahulu. Saya sendiri masih harus menjalani tes COVID-19 usai perjalanan jauh dan isolasi mandiri”, ujar Yudi. BORA menerapkan prosedur kesehatan yang cukup ketat untuk mencegah penyebaran virus Corona. Mencegah lebih baik daripada Mengobati. (YUD)