ORANGUTAN ANNIE NAIK PERAHU APE GUARDIAN

Ranger APE Guardian berlari mendekati pos monitoring dengan membawa berita mengejutkan. Dua bulan tanpa tanda-tanda orangutan yang baru dilepasliarkan membuat ulah, menjadi anugerah yang luar biasa. Tapi nafas Billy yang terengah-engah sembari berpikir untuk melaporkan bahwa ada orangutan yang memasuki pondok penanaman bibit di muara sungai menjadi sambaran petir di siang bolong. Persiapan mitigasi konflik yang tersipan rapi, serta merta ikut berlari bersama para ranger APE Guardian COP.

Annie tengah duduk di depan pondok. Antara geli dan khawatir melihat kondisi Annie, orangutan yang menjalani rehabilitasi selama 6 tahun ini segera mendekati tim. Annie mengikuti ranger tanpa menghiraukan pekerja penanaman yang ketakutan. Annie terus diarahkan turun ke pesisir sungai dan menyuruhnya naik ke atas perahu. Tentu saja tak semudah itu. Annie terdiam saat sampai tepi tangga. Hari mulai sore, Annie pun berhasil naik ke atas perahu.

Tim membawanya ke arah hulu, mendekati pohon Syzygium Sp. Annie pun bergegas meraih ranting pohon itu. Ranger masih terus berjaga, waspada jika Annie berusaha menyeberangi sungai yang sedang surut ini. Pukul 18.07 WITA Annie teramati naik ke atas pohon Bayur dan membuat sarang sederhana dari tumpukan beberapa dedaunan. Dia pun tidur, tim pun kembali ke pos monitoring. Sore yang menggelikan.

Esok pagi, tim berjaga dan memutuskan untuk membawa Annie lebih ke dalam hutan. Kali ini dengan tiga perahu. Annie berhasil naik ke atas perahu tanpa mesin. Satu perahu yang sudah terikat menarik perahu yang dinaiki Annie. Sementara perahu ketiga mengawal kedua perahu menuju hulu Sungai Menyuq. Lagi-lagi tak semudah itu. Annie panik dengan berjalan ke depan dan belakang perahu, lama kelamaan Annie pun duduk dengan tenang sampai ke tujuan pemindahan. Semoga Annie menemukan sumber pakan yang melimpah di titik ini. Merdeka ya Annie, 17 Agustus kali ini tidak akan pernah kami lupakan! (PEY)

ALUMNI COP SCHOOL BATCH 14 KUNJUNGI SMA IP ADZKIA MEDAN

Kenalan dengan berbagai profesi di dunia konservasi orangutan bersama Centre for Orangutan Protection, tim APE Sentinel bersama Orangufriends Medan mengunjungi SMA Islam Plus Adzkia Medan pada 16 Agustus 2024. Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 79, ada 250 siswa kelas 10 dengan 8 orang guru pendamping mulai berdiskusi kecil tentang konservasi orangutan khususnya pusat rehabilitasi orangutan SRA di Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. Ada profesi apa sajakah yang terlibat langsung?

SRA atau Sumatran Rescue Alliance adalah tempat rehabilitasi orangutan yang berasal dari kepemilikan ilegal, perdagangan satwa, interaksi negatif bahkan repatriasi untuk berlatih mengembalikan insting liarnya agar dapat bertahan hidup dan kembali ke habitatnya. Ini tentu saja membutuhkan peran dokter hewan, paramedis, biologist, animal keeper, forester, dan geografer. Selain itu dunia konservasi orangutan sendiri tidak terlepas dari manajemen yang baik meliputi keuangan, adminstrasi, pengelolaan sumber daya manusia, hingga komunikasi.

Kegiatan School Visit kali ini terasa begitu besar ditambah siswa dengan usia remaja yang punya energi luar biasa. Aulia dan Syarif yang merupakan alumni COP School Batch 14 pun semakin tertantang dengan aktifnya siswa Adzkia ini. Saatnya bermain… “Pemburu dan Penebang”. Suasana heboh menjadi semakin menarik, waktu 60 menit menjadi terlalu singkat. Sampai berjumpa lagi… (BUK)

ADA ORANGUTAN DI ACICIS NGO FAIR 2024

“Lucu banget foto bayi orangutannya! dan “Kok mereka bisa sampai di sini (pusat rehabilitasi) ya?”, adalah komentar dan pertanyaan yang selalu muncul dari pengunjung ACICIS Fair 2024 ini. Pertanyaan tentang “asal-usul” bayi-bayi orangutan yang kini berada di bawah perawatan keeper di pusat rehabilitasi selalu menarik perhatian, baik dari mahasiswa internasional maupun pengunjung lainnya. Seperti halnya manusia, jarang kita melihat bayi tanpa ibunya. Tentu saja, bayi-bayi orangutan ini terpisah dari induknya, entah karena perburuan liar atau tekanan lingkungannya sehingga mereka akhirnya jatuh ke tangan masyarakat sekitar sebagai hewan peliharaan.

Jawaban akan pertanyaan dan komentar di atas tentu disambut dengan ekspresi serius, tapi juga penuh rasa ingin tahu. Sambil mendengarkan penjelasan kami, mereka tertarik dengan berbagai kegiatan COP (Center for Orangutan Protection) yang dipamerkan dalam buku-buku dan foto-foto. Terutama mahasiswa internasional yang belum familiar dengan orangutan atau satwa liar di negara tropis seperti Indonesia. NGO Fair ini memberikan COP kesempatan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang konservasi orangutan dan lingkungan mereka kepada audiens yang lebih luas. Pameran satu hari di UC Hotel UGM, tim COP dan Orangufriends (relawan orangutan) menceritakan berbagai tantangan dan momen emosional yang mereka hadapi selama bekerja di lapangan. Dari Jawa hingga Kalimantan dan Sumatra, setiap sudut pengalaman COP dipaparkan dengan penuh semangat kepada mahasiswa internasional dari Australia. Booth COP yang dihiasi dengan stiker, boneka, dan foto-foto menggemaskan menjadi pusat perhatian dan diskusi yang penuh gairah.

Rasa ingin tahu pengunjung membawa mereka lebih dekat pada realitas di lapangan, menggambarkan dedikasi tim-tim dalam memastikan setiap orangutan mendapatkan kesempatan kedua untuk hidup lebih baik. Pameran tahunan ini bertujuan untuk membuka peluang bagi pelajar Australia agar bisa ikut serta dalam kegiatan magang yang sesuai dengan minat dan keahlian mereka. Melihat antusiasme yang begitu besar, kira-kira berapa banya ya yang akan tertarik bergabung dan merasakan pengalaman tak terlupakan di COP? (DIM)