PLEASE HELP US BUYING A KETINTING MACHINE

Orangutans on the island are those who ready to be released. They are learning to live independently without human intervention. But the limitations of natural food on the island makes the team in monitoring post need to send food every morning and evening. The monitoring team is there to keep observing on the existence and development of orangutans on the pre-release island.

Routine patrols are carried out using a motorized boat or often called ketinting. Unfortunately, the ‘way back home’ boat continues to have leaks. Maybe because of the boat age and relentless use to send food and to patrol. “It’s time to buy a new one. But the team is still trying to patch it because the price of the boat is quite expensive,” said Danel, assistant logistics officer for the COP Borneo Rehabilitation Center.

Not only the boat is broken but also the boat machine. The monitoring team is not losing their minds. They were tinkering the machine. Two machines from different years, manufactured in 2015 and 2017, are transformed into one usable machine. “It’s a pleasure, the two broken machines can produce one machine that can deliver orangutan food to the pre-release island,” said Danel again.

But sadly, a month later, the machine has a problem again. This time the piston ring is replaced. If the ketinting machine really can’t be used like before, the team was forced to rent a machine to the local residents. Of course, this will inhibit our team activity. Please help the COP Borneo Rehabilitation Center to buy a new ketinting machine. Donations can be sent to https://kitabisa.com/orangindo4orangutan. Thank you. (IND)

BELIKAN MESIN KETINTING DONK!
Orangutan yang berada di pulau adalah orangutan yang siap dilepasliarkan. Mereka adalah orangutan-orangutan yang sedang belajar mandiri tanpa ikut campur tangan manusia. Tapi keterbatasan pakan alami yang berada di pulau, menjadwalkan tim Pos Pantau untuk mengirim makanan pada pagi dan sore hari. Ini dilakukan untuk terus mengawasi keberadaan dan perkembangan orangutan yang berada di pulau pra-rilis.

Patroli berkala dalam satu hari dilakukan dengan menggunakan perahu bermesin atau sering juga disebut ketinting. Tapi sayang, perahu ‘way back home’ terus menerus mengalami kebocoran. Mungkin karena usia dan penggunaan tanpa henti untuk kirim pakan dan patroli. “Sudah satnya beli yang baru. Tapi tim masih berusaha menambalnya, karena harga perahu yang cukup mahal.”, ujar Danel, asisten Logistik pusat rehabilitasi COP Borneo.

Tak hanya perahu/ketinting yang mengalami kerusakan. Mesin yang menggerakkan perahu pun kembali rusak. Tim pos pantau tak kehilangan akal. Utak-atik mesin dilakukan. Dua mesin dari berbeda tahun yaitu pembelian mesin 2015 dan mesin tahun 2017 disulap menjadi satu mesin yang bisa digunakan. “Senang sekali, kedua mesin rusak bisa menghasilkan satu mesin yang bisa mengantarkan pakan orangutan ke pulau pra rilis orangutan.”, ujar Danel lagi.

Tapi apa daya, sebulan kemudian, mesin pun kembali bermasalah. Kali ini ring pistonnya yang diganti. Jika mesin ketinting benar-benar tidak bisa digunakan seperti kemarin, tim terpaksa menyewa mesin ke warga. Tentu saja ini sangat menghambat aktivitas. Bantu pusat rehabilitasi COP Borneo beli mesin ketinting yang baru yuk. Donasi bisa melalui https://kitabisa.com/orangindo4orangutan Terimakasih…

APE DEFENDER HAD TO SHAVE AMBON

Periodic health check of orangutans is one way to continuously monitor the development of orangutans health. Physical measurements such as the length of the hands, palms, legs, head circumference, waist to the distance between the eyes and cheeks (cheekpad) specifically for adult male orangutans are also conducted.

September 2018, a medical examination through a chest x-ray was scheduled by vet Flora Felisitas. The Orangutan Ambon, which is an adult male orangutan, was examined. “For large orangutans, of course, through anesthesia. It’s impossible to invite them to be x-rayed, “said vet Flora laughed.
This examination finally forced the team to shave Ambon’s dreads. Ambon’s fur grows very thick and looks a lot of dirt stuck to it. “It’s very different when Ambon was on the island in February 2018. His dreads were so beautiful at that time, “Jhonny said with a sigh. “Unfortunately Ambon is not ready to live more independently. Ambon has lived too long behind bars. ”

Ambon is an orangutan who has been in cages for almost twenty years. A dozen years of life at the Mulawarman University Botanical Garden in Samarinda, East Kalimantan made him feel more comfortable in a cage. Borneo COP Orangutan Rehabilitation Center, is still looking for the right formula to introduce Ambon to its behavior and habitat. (EBO)
APE DEFENDER TERP
AKSA MENCUKUR AMBON
Pemeriksaan kesehatan orangutan secara berkala adalah salah satu cara untuk terus memantau perkembangan orangutan di tangan medis. Pengukuran fisik seperti panjang tangan, telapak tangan, kaki, lingkar kepala, pinggang hingga jarak antara kedua mata serta besar pipi (cheekpad) khusus pada orangutan jantan dewasa pun tidak luput dari pengukuran.

September 2018, pemeriksaan kesehatan melalui x-ray dada pun dijadwalkan drh. Flora Felisitas. Orangutan Ambon, yang merupakan orangutan jantan dewasa pun menjalani pemeriksaan. “Untuk orangutan yang besar tentu saja melalui pembiusan. Mustahil mengajak mereka untuk di rontgen.”, ujar drh. Flora sambil tertawa.

Pemeriksaan ini pun akhirnya memaksa tim untuk mencukur rambut gimbalnya Ambon. Rambut-rambut Ambon tumbuh dengan sangat lebat dan terlihat banyak kotoran yang menempel. “Berbeda sekali saat Ambon berada di pulau waktu bulan Februari 2018 lalu. Rambut gimbalnya begitu indah saat itu.”, kata Jhonny sambil menghela. “Sayang Ambon belum siap untuk hidup lebih mandiri lagi. Ambon hidup terlalu lama dibalik jeruji.”, tambahnya lagi.

Orangutan Ambon adalah orangutan yang hampir dua puluh tahun berada di dalam kandang. Belasan tahun hidup di Kebun Raya Universitas Mulawarman Samarinda, Kalimantan Timur membuatnya merasa lebih nyaman berada di dalam kandang. Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo, masih terus mencari formula yang tepat untuk memperkenalkan Ambon pada prilaku dan habitatnya.

A TALE BEFORE SLEEP FOR PALU CHILDREN

Due date of the Palu earthquake and tsunami disaster response that was extended to October 26 has come. Novi Fani Rovika, Orangufriends from Padang who has been a volunteer for Animals Warrior team in Central Sulawesi from October 18 will be back to West Sumatra soon. Hundreds of dogs and cats in Petobo and Balaroa was successfully being fed from donations on https://kitabisa.com/bantusatwapalu . Not only feed them, there was several dogs and cats that had to be evacuated to the shelter to get some treatment because of their condition.

There was not much time left, but the desire to meet the children in the refugee camp was the reason to go out on the last night in Palu. It’s simple, armed with a fable book, Novi started the night by storytelling. A tale before sleep for Palu children.

“Their school might be ruined by tsunami and went down by liquefaction. But it won’t shed their enthusiasm in learning. They’re not traumatise, even though the anxiety is still there. Even if they don’t know how long they will live in tents, they have to keep learning. Falling crumb one must be content with crust. Unable to study at school, they can still study in the middle of tent’s dim light. It’s this little thing that will be useful later. After all, they have to recover soon. Although sometimes it’s sad and heartbreaking, but they’re steadfast, even strong!, said Novi closing the night. (SAR)

DONGENG SEBELUM TIDUR UNTUK ANAK PALU
Tanggal tanggap bencana gempa dan tsunami Palu yang diperpanjang hingga 26 Oktober pun tiba. Novi Fani Rovika, orangufriends Padang yang menjadi relawan Animals Warrior di Sulawesi Tengah sejak 18 Oktober pun akan segera kembali ke Sumatera Barat. Ratusan anjing dan kucing yang berada di Petobo dan Balaroa berhasil diberi makan dari donasi yang masuk ke https://kitabisa.com/bantusatwapalu Tak hanya pemberian makanan saja, tetapi ada beberapa anjing dan kucing yang harus dievakuasi ke shelter anjing maupun kucing dan terus mendapatkan perawatan karena kondisinya.

Tak banyak waktu yang tersisa, tapi keinginan untuk bertemu dengan anak-anak di pengungsian menjadi alasan untuk keluar di malam hari-hari terakhir di Palu. Sederhana saja, dengan bermodalkan buku cerita satwa, Novi pun memulai malam ini dengan bercerita. Dongeng sebelum tidur untuk anak-anak Palu.

“Sekolah mereka… boleh saja diratakan oleh tsunami dan ditelan oleh likuifaksi. Tapi takkan mampu merontokkan semangat belajar mereka. Mereka tidak trauma, meski was-was itu ada. Meski entah sampai kapan akan menjalani hidup di tenda-tenda pengungsian, mereka harus tetap belajar. Tak ada rotan, akar pun jadi. Tak bisa belajar di gedung sekolah, di tengah temaran cahaya camp pengungsian pun jadi. Justru yang sedikit inilah akan sangat berguna nanti. Bagaimana pun, mereka harus segera pulih. Meski kadang sedih dan pilu mendera, tapi mereka tabah, bahkan kuat!”, ujar Novi menutup malam ini.