SEPENGGAL KISAH KEPULANGAN RAMBO DAN RIMBI (2)

Jumat 9 April 2021, tim translokasi dua bayi Orangutan Sumatera batal berangkat. Kemarin malam tim gagal mengumpulkan dokumen legal untuk mengangkut dan memindahkan satwa yang telah ditetapkan Balai Karantina setempat.

Rapid Antigen untuk kedua orangutan malam itu juga dilakukan setelah berhasil menyajikan dokumen dengan lengkap. “Ini syarat tambahan untuk mencegah penyebaran wabah Corona”, ujar drh. Larasati Putri sembari mengambil darah orangutan Rimbi.

Sabtu, 10 April, usai subuh, Rimbi dan Rambo berpindah kandang ke kandang angkut. Kedua orangutan akan masuk Kargo Garuda Indonesia terlebih dahulu. Setelah melalui pemeriksaan, tim segera bergeser ke Bandara Udara Internasional Ahmad Yani, masih satu kawasan. Tas medis dokter hewan Sumatran Rescue Alliance (SRA) sempat tertahan dan harus dibongkar karena ada beberapa perlengkapan yang tidak diperbolehkan naik ke pesawat.

Kendala tak hanya sampai di situ. Penerbangan Garuda yang seharusnya terbang lebih dahulu terlihat tertahan di landasan karena pengecekan dari pihak maskapai. Tim yang menggunakan penerbangan lain pun hampir membatalkan penerbangan agar ada yang mengurus orangutan nantinya jika gagal terbang hari itu. Tim APE Warrior beserta relawan yang ikut mengurus orangutan selama di Semarang pun menunda kepulangan mereka ke Yogyakarta. “Syukurlah, akhirnya kami mendapat kepastian Garuda siap terbang”, ujar Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection.

Transit di Jakarta, tim Garuda telah siap menyambut dokter hewan yang bertugas mengecek orangutan Rimbi dan Rambo. “Luar biasa Garuda. Kemarin, COP juga menerbangkan dua orangutan ke Kalimantan. Hari ini, dua orangutan lagi ke Sumatera Utara. Crew Ground Garuda juga memastikan selama 5 jam transit, orangutan bahkan drh. Laras dan BKSDA Jateng tidak kekurangan suatu apa pun”, kata Daniek Hendarto lagi. (RIS)

ORANGUTAN DIHIMPIT PERTAMBANGAN TERBESAR DI KALTIM

Besok kita harus sudah di lokasi sebelum matahari terbit, begitulah malam ini di akhiri. Satwa liar adalah makhluk hidup yang memiliki kebiasaan. Orangutan liar memiliki kebiasaan bangun pagi, makan dan bergerak hingga menjelang siang. Selanjutnya… biasanya dia akan membangun sarang untuk beristirahat bahkan tidur siang. Saat matahari sudah tidak begitu terik, dia biasanya mulai menjelajah lagi sambil makan dan dapat diperkirakan menjelang sore dia akan mencari tempat untuk membangun sarang yang lebih kokoh untuk tidur malamnya.

“Itu, ada sarang orangutan. Daun-daunnya bahkan belum mengering. Dan ada orangutan yang masih tidur!”, bisik Sari Fitriani, manajer perlindungan habitat COP. Matahari sudah muncul dari tadi namun orangutan dewasa itu masih saja tertidur. Benar, dia masih tidur, bukan sekedar berhenti karena sudah selesai makan pagi.

Pohon dimana sarang orangutan adalah pohon tertinggi yang ada di hutan tersebut. Tentu saja, orangutan bisa mengamati hamparan lahan terbuka yang dulunya hutan, tempat tinggal dan tempatnya mencari makan. Hamparan itu terlihat terang benderang walaupun matahari telah berganti bulan. Sesekali terdengar keributan kendaraan alat berat saat angin mengarah ke sarangnya. Sementara di sisi lainnya, suara kendaraan lalu lalang dari jalan provinsi.

Di sekitar pohon yang menjadi sarangnya, hanya ada merkubung, mahang, puspa dan sejenis tanaman polong-polongan di antara semak belukar. Beberapa batang pohon terlihat dengan kulit yang mengelupas, orangutan berusaha memakan kambiumnya. Ini adalah habitatnya untuk bertahan hidup. “Orangutan survival. Mereka terpaksa memakan apa yang ada untuk bertahan hidup. Gila!”, begitulah Sari Fitriani, manajer perlindungan habitat orangutan menyimpulkan.

Di kawasan ini, ada sekitar 8 (delapan) orangutan yang bertahan hidup. Orangutan terpaksa berdamai. Inikah yang dimaksud para peneliti, orangutan bisa hidup di multi lansekap? Layakkah orangutan, si reboisasi terbaik diperlakukan seperti gelandangan? Pertambangan menghancurkan rumah orangutan.

APE WARRIOR BERSAMA MENTARI INTERCULTURAL SCHOOL BINTARO

Perlindungan hutan dan konservasi orangutan menjadi materi Virtual Community Study Day pada Rabu,14 April 2021 yang diikuti 83 peserta yang berasal dari kelas 11 Mentari Intercultural School Bintaro. Kegiatan kunjungan sekolah yang sering dilakukan Orangufriends (kelompok pendukung COP) sebagai bagian dari kegiatan edukasi hanya dapat terlaksana beberapa kali dan itu pun secara virtual. Pandemi COVID-19 banyak mengubah cara dan kebiasaan kita, salah satunya kunjungan ke sekolah. Sekolah sendiri juga kesulitan melaksanakan proses belajar-mengajar secara virtual karena keterbatasan peralatan maupun kemampuan internet.

Para siswa yang ikut dalam Virtual Community Study Day cukup antusias mengikuti materi yang ada. Keadaan orangutan saat ini dan hal apa saja yang dapat kita lakukan untuk melestarikan hutan serta menjaga keberlangsungan orangutan menjadi fokus pertanyaan. Para siswa menanyakan bagaimana peran siswa untuk menjaga lingkungan dan orangutan, bagaimana cara menangani kebakaran hutan dan ilegal logging dan bagaimana pelajar bisa mengambil peran untuk konservasi di Indonesia.

“Semoga para peserta yang mengikuti Virtual Community Study Day dapat memahami mengenai konservasi orangutan dan habitatnya dan dapat ikut aktif dalam mensosialisasikan informasi mengenai konservasi khususnya orangutan melalui sosial media”, ujar Meylanda P. Sari menutup kegiatan pagi ini. (MEY)