GISEL, SI AHLI MEMBUAT SARANG

Gisel saat ini merupakan orangutan yang paling ahli dalam membuat sarang di pusat rehabilitasi orangutan BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Ia merupakan orangutan betina berusia sekitar 4-5 tahun yang dititipkan ke BORA oleh BKSDA Seksi II Tenggarong. Pada bulan Juni 2021 ini, ia rencananya akan dilepasliarkan ke habitat alaminya.

Berdasarkan observasi pada tanggal 23-24 Mei 2021 dengan empat kali pengamatan, 46,48% kegiatan yang dilakukan Gisel di dalam kandang diisi dengan berdiam atau beristirahat di atas sarang buatannya sendiri. Kegiatan lain yang ia lakukan antara lain makan (11,3%) bergerak seperti berpindah (11,3%), autogrooming (menggaruk badan/membersihkan rambut sendiri) sebesar 9,6%, mengamati keadaan sekitar (14,08%), perilaku afiliatif terhadap perawat satwa (2,82%), bermain sendiri (1,4%) dan membuat sarang ketika enrichment daun diberikan (1,4%).

“Wih beratnya!”, ujar drh. Ray ketika mencoba mengangakat sarang Gisel dalam hammock dengan tongkat. Dedaunan yang terus menerus Gisel susun menjadi sarang selama berhari-hari mungkin sudah mencapai bobot belasan kilogram. “Jadi gak sabar melepasliarkan Gisel dan mengamati sarang-sarang yang yang dibuatnya nanti di hutan Kalimantan”, ujar Raffi Ryan Akbar, asisten manajer BORA. (RAF)

AKHIRNYA KOLA BISA TURUN SENDIRI

Kola, orangutan berusia 11 tahun akhirnya bisa menuruni pohon dengan kemampuannya sendiri pada kegiatan sekolah hutan, Jumat, 14 Mei 2021 di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Pada sekolah hutan sebelumnya, Kola tidak mampu turun sendiri dari ketinggian pohon yang ia panjat. Sehingga dengan terpaksa harus ditembak bius oleh perawat satwa dan dokter hewan BORA untuk bisa menurunkannya.

Pada hari itu (14/5), Kola mengikuti program sekolah hutan bersama dengan tiga orangutan lainnya, Aman, Bagus dan Septi. Sejak awal tiba di lokasi sekolah hutan, Kola langsung menaikipohon hingga ketinggian 25 meter dan tidak berpindah posisi hingga tiba waktu sekolah hutan usai. Berbeda dengan tiga orangutan lainnya yang aktif berpindah-pindah posisi dan mudah ketika diajak turun dari pohon.

Beberapa jam berlalu, Kola masih saja betah berdiam di posisi ketinggian yang sama sejak pagi hari. “Kola, turun Kola”, ujar para perawat satwa BORA memanggil Kola untuk turun karena waktu sekolah hutan telah selesai. Namun Kola tetap bertahan di posisinya. Aman, Bagus dan Septi pulang terlebih dahulu ke kandangnya. Satu jam berlalu semenjak ketiga orangutan lainnya telah pulang ke kandang terlebih dahulu. Saat keadaan sudah sepi, barulah kola bisa turun sendiri dari pohon tanpa perlu ditembak bius lagi. (RAF

SEPTI MEMBUAT REKOR BARU

“Terharu aku”, ujar Widi Nursanti, manajer pusat rehabilitasi Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) saat melihat foto Septi yang sedang memanjat pohon saat mengikuti program sekolah hutan yang dilaksanakan pada Jumat, 14 Maret 2021. Pada hari itu, Septi berhasil memecahkan rekor pribadinya dalam hal ketinggian memanjat pohon.

Septi akhirnya mau memanjat pohon lebih tinggi dari biasanya. Septi merupakan orangutan betina berusia 15 tahun yang sedang menjalani rehabilitasi di BORA. Pada hari itu, Septi ke sekolah hutan bersama orangutan Aman, Bagus dan Kola. Dibandingkan dengan Aman, Bagus dan Kola yang senang memanjat pohon sampai tinggi, Septi lebih suka berada di permukaan tanah dan sangat jarang memanjat pohon. Ketinggian maksimal yang biasa dicapai Septi sebelumnya hanya 6 meter dengan frekuensi memanjat yang sangat jarang. Namun pada hari itu, Septi mampu memanjat pohon hingga ketinggian 11 meter di atas permukaan tanah. Ketinggian tersebut hampir dua kali dari rekor pribadi Septi sebelumnya.

Pengalaman bertahun-tahun hidup di luar habitat alaminya membuat Septi dan banyak orangutan lainnya kehilangan insting dan kemampuan alami mereka, seperti keahlian memanjat pohon, mencari makan, membuat sarang serta berlindung dari bahaya maupun cuaca. Kemampuan dan insting tersebut dapat hilang karena umumnya orangutan yang hidup di luar habitatnya tidak dapat mengekspresikan perilaku alaminya karena berbagai keterbatasan dan hambatan. Program sekolah hutan bertujuan untuk melatih dan mengembalikan kemampuan serta insting alami orangutan untuk dapat hidup mandiri dan bertahan hidup di alam liar sebagai habitat alaminya. (RAF)