TIGA BINTURUNG DISELAMATKAN DARI COFFEE SHOP

Jiwa muda yang tak mengenal kata lelah. Mereka yang terus menelisik keberadaan kepemilikan ilegal satwa liar. Saat bercanda dan menghabiskan waktu dengan menikmati secangkir kopi di Gartenhaus, Malang. Tak mudah mencarinya, tak ada nomor rumah apalagi plang nama. Dengan desain interior yang apik dirimbunnya pepohonan, membawa kita berada pada suasana yang sangat berbeda. Lebih berbeda lagi dengan kehadiran lima kandang besi berisi satwa yang tak bersuara sama sekali.

Owh… ternyata ada musang luwak. Dari kopi yang telah dimakan musang inilah yang akhirnya membawa cita rasa kopi luwak menjadi begitu terkenalnya. Tak hanya musang, di kandang sebelah terlihat mahkluk yang lebih besar, yang ternyata adalah Binturung (Arctictis binturong), satwa liar yang dilindungi oleh Undang-Undang. “Tak tangung-tanggung, ada 3 binturung yang harus bekerja menghasilkan kopi luwak ini.”, ujar Hery Susanto, kordinator Anti Wildlife Crime COP.

Sebelum sholat Jumat, KSDAE Malang beserta Gakkum KLHK Jawa Timur melakukan penyitaan dibantu Centre for Orangutan Protection, Orangufriends Malang dan Animals Indonesia.

Undang – Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahkan sudah tertalu tua. Hukuman bagi para pelanggarnya adalah ancaman maksimum penjara 5 tahun dan denda 100 juta rupiah sudah tidak relavan lagi. “Binturung diperjual-belikan di pasar ilegal sebesar Rp 5.000.000,00 hingga Rp 7.000.000,00. Belum lagi kerusakan ekosistem dengan menghilangnya Binturong di habitatnya. Apakah itu sebanding?”, ujar Hery Susanto.

SHOCKING PLAN FOR AMBON

Ambon is an adult male orangutan which stays at COP Borneo Orangutan Rehabilitation Center. The Calm Ambon was a confiscated orangutan of Natural Resources Conservation Center (BKSDA) of East Kalimantan from a Botanical Garden of Mulawarman University of Samarinda (KRUS) of East Kalimanta.

In his 25-year-old Ambon, with his large body he spends his days behind bars for 3/4 of his age.
There was almost no hope for him to leave the narrow cage. Id he had been in KRUS, he had to share the cage with Debbie, the female orangutans who did not like him, while in COP Borneo he entered his third year in the quarantine cage, by himself.

The opportunity to return to the nature seems to have closed, over long time he spent in the cage. But we, at the Center for Orangutan Protection will not allow the dream of Ambon to live better will be disappeared. Soon, a second chance for him will come true.

The 2-hectare island in the middle of the Kelay river, East Kalimantan will become a place in Abon’s old age. Trees, leaves, sunshine, soil, grass, running water will he get directly not from behind the iron bars anymore.

After decades in the cage, Ambon will breathe freedom air and set its foot on grass, land on March 1, 2018, right on the 11th anniversary of the COP. “This is the best gift ever… know it since last January 2010. Looked at his trusty eyes to us.”, Said Ramadhani affected.

Nothind is immposible if we try. You can also help us through
https://redapes.org/ambon/ Happiness will continue to be contagious and widespread.

RENCANA MENGEJUTKAN UNTUK AMBON
Ambon adalah orangutan jantan dewasa paling tua yang tinggal di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo. Si kalem Ambon adalah orangutan sitaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur dari sebuah Kebun Raya Universitas Mulawarman Samarinda (KRUS) Kalimantan Timur.

Di usiannya Ambon yang sekitar 25 tahunan, dengan tubuhnya yang besar, dia menghabiskan hari-harinya di balik jeruji besi kandang selama 3/4 usianya. Hampir tak ada harapan untuknya meninggalkan kandang sempit. Jika dulu di KRUS dia harus berbagi kandang bersama Debbie, orangutan betina yang tidak menyukainya, sementara di COP Borneo dia memasuki tahun ketiganya berada di kandang karantina, sendiri.

Kesempatan untuk kembali ke alam sepertinya sudah tertutup, seiring waktu yang begitu lama dia habiskan di kandang.Tapi kami, di Centre for Orangutan Protection tak akan membiarkan mimpi Ambon untuk hidup lebih baik pupus. Sebentar lagi, kesempatan kedua untuknya akan terwujud.

Pulau seluas 2 hektar yang berada di tengah sungai Kelay, kalimantan Timur akan menjadi tempat di masa tua Ambon. Pohon, daun, sinar matahari, tanah, rumput, air bersih yang mengalir akan dia dapatkan secara langsung bukan dalam balik teralis besi lagi.

Setelah puluhan tahun dalam kandang, Ambon akan menghirup udara kebebasan dan menginjakkan kaki pertamanya di rumput, tanah pada 1 Maret 2018, tepat di hari ulang tahun COP yang ke-11. “Ini adalah kado terbaik yang pernah ada… mengenalnya sejak Januari 2010 yang lalu. Menatap matanya yang penuh kepercayaan kepada kami.”, ujar Ramadhani haru.

Tak ada yang tak mungkin jika kita berusaha. Kamu pun bisa membantu kami lewat https://redapes.org/ambon/ Kebahagiaan akan terus menular dan meluas. (NIK)

KEKEJAMAN DI BALIK KOPI LUWAK MU

Pagi ini, orangufriends Malang berkumpul bersama. Mereka adalah informan terbaik yang dimiliki Centre for Orangutan Protection. Mereka paham betul, satwa yang dilindungi tak seharusnya dimiliki seseorang. Selain itu… mereka tidak akan tahan dengan kekejaman yang terjadi pada satwa. Mereka belajar di COP School.

Lintas angkatan, lintas gender hanya untuk satwa liar. Itulah mereka, orangufriends Malang. Kelompok pendukung Centre for Orangutan Protection ini adalah semangat muda COP. Seperti Rama yang berasal dari COP School Batch 7, Grace dari COP School Batch 6 dan Nathanya dari COP School 5 saling bekerja sama menghimpun informasi kepemilikan ilegal dari satwa yang bernama Binturung (Arctictis binturong) di sebuah co-working space coffee Gartenhaus, Malang. Hasilnya, tiga individu Binturung disita oleh KSDAE Malang dan Gakkum KLHK Jawa Timur.

“Binturung ini juga menghasilkan kopi luwak. Bahkan kemampuan binturung memilih biji kopi yang akan dimakannya jauh lebih baik dibandingkan musang luwak katanya yang memelihara Binturung tersebut.”, ujar orangufriends Malang. “Dan di balik kenikmatan kopi luwak ini, ada satwa liar yang harus bekerja keras. Bahkan satwa liar yang dilindungi undang-undang seperti Binturong ini pun harus terpenjara di dalam kandang, untuk menghasilkan kopi luwak.”, kata Rifqi, alumni COP School Batch 5.

Binturung semakin mengkawatirkan keberadaannya di alam karena keserakahan manusia. Tidak hanya karena habitatnya yang semakin rusak, namun keinginan manusia untuk menikmati kopi luwak tanpa mengindahkan caranya.