TRAGEDI DI SEKOLAH HUTAN ‘AMAN’

Ada lima orangutan yang akan ikut sekolah hutan hari ini. Owi, Happi, Berani dan Annie dengan pengawasan bang Linau, Amir, Steven, Simson sementara Aku yang bertugas mengawasi setiap behaviour atau tingkah laku orangutan bernama Aman. Setelah para perawat satwa memberi makan orangutan yang tidak ikut sekolah hutan, cerita sekolah hutan pertama saya dimulai.

Ketika kandang orangutan jantan dibuka, keempat orangutan tersebut sudah paham dan mengerti kalau hari ini adalah giliran mereka yang ke sekolah hutan, tetapi tidak bagi orangutan Aman dengan tubuhnya yang kecil dan terlihat masih takut-takut hingga harus dipaksa keluar kandang. Buah pepaya kesukaannya tak cukup membawanya keluar kandang sebagai pancingan, akhirnya bang Linau, kordinator perawat satwa pun masuk dan menariknya keluar kandang. Selanjutnya bang Linau menyerahkan Aman kepadaku, tak disangka Aman langsung memelukku dengan kuat. Di situlah untuk pertama kalinya aku menggendong orangutan. “Lupa, berapa beratnya Aman yang tertera di dinding gudang pakan orangutan, hanya perkiraan saja seperti berat dua buah galon air minum”, gumam Yudi sambil mengatur nafas yang mulai terengah-engah.

Tidak mudah berjalan di hutan sambil menggendong bayi orangutan. Sebenarnya jarak lokasi sekolah hutan dari kandang tidak terlalu jauh, melewati akar pohon besar, tanah berlumpur dan becek bercampur emosiku yang melayang membayangkan apa yang terjadi dengan induknya. Sesampai di sekolah hutan, para orangutan segera bergerak menjauhi perawat satwa untuk langsung memanjat pohon yang tinggi. Aman masih tak mau melepaskan pelukannya dariku.

“Taruh saja di pohon ini, nanti dia naik sendiri”, ujar salah satu perawat satwa. Tak disangka Aman mulai memanjat. Lagi-lagi, ini adalah pertama kalinya aku melihat orangutan memanjat dari bawah menuju puncak pohon. Aman begitu tenang di atas sambil sesekali memetik beberapa daun untuk dimakannya, bergerak ke sana-sini mencari daun muda yang bisa dimakan hingga bergerak ke ujung pohon. “Baiklah Aman… aku mengawasimu”. (YUD)

GAPURA DAN POS JAGA DI KHDTK LABANAN SEBAGAI IDENTITAS

Ada lima orangutan yang akan ikut sekolah hutan hari ini. Owi, Happi, Berani dan Annie dengan pengawasan bang Linau, Amir, Steven, Simson sementara Aku yang bertugas mengawasi setiap behaviour atau tingkah laku orangutan bernama Aman. Setelah para perawat satwa memberi makan orangutan yang tidak ikut sekolah hutan, cerita sekolah hutan pertama saya dimulai.

Ketika kandang orangutan jantan dibuka, keempat orangutan tersebut sudah paham dan mengerti kalau hari ini adalah giliran mereka yang ke sekolah hutan, tetapi tidak bagi orangutan Aman dengan tubuhnya yang kecil dan terlihat masih takut-takut hingga harus dipaksa keluar kandang. Buah pepaya kesukaannya tak cukup membawanya keluar kandang sebagai pancingan, akhirnya bang Linau, kordinator perawat satwa pun masuk dan menariknya keluar kandang. Selanjutnya bang Linau menyerahkan Aman kepadaku, tak disangka Aman langsung memelukku dengan kuat. Di situlah untuk pertama kalinya aku menggendong orangutan. “Lupa, berapa beratnya Aman yang tertera di dinding gudang pakan orangutan, hanya perkiraan saja seperti berat dua buah galon air minum”, gumam Yudi sambil mengatur nafas yang mulai terengah-engah.

Tidak mudah berjalan di hutan sambil menggendong bayi orangutan. Sebenarnya jarak lokasi sekolah hutan dari kandang tidak terlalu jauh, melewati akar pohon besar, tanah berlumpur dan becek bercampur emosiku yang melayang membayangkan apa yang terjadi dengan induknya. Sesampai di sekolah hutan, para orangutan segera bergerak menjauhi perawat satwa untuk langsung memanjat pohon yang tinggi. Aman masih tak mau melepaskan pelukannya dariku.

“Taruh saja di pohon ini, nanti dia naik sendiri”, ujar salah satu perawat satwa. Tak disangka Aman mulai memanjat. Lagi-lagi, ini adalah pertama kalinya aku melihat orangutan memanjat dari bawah menuju puncak pohon. Aman begitu tenang di atas sambil sesekali memetik beberapa daun untuk dimakannya, bergerak ke sana-sini mencari daun muda yang bisa dimakan hingga bergerak ke ujung pohon. “Baiklah Aman… aku mengawasimu”. (YUD)

HAPPI BOCAH CERDAS

Mulai berumur enam tahun, bocah kecil biasanya berkembang dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa, tidak terkecuali orangutan bernama Happi. Dia hidup satu kandang dengan tiga individu orangutan yang lebih besar darinya dan Happi tahu bagaimana menghadapi ketiganya. Kumpulan rambut berwarna cokelat muda yang terletak di belakang punggungnya sering kujadikan pertanda bahwa ia adalah Happi. Terkadang aku tidak menyadari bentuk postur tubuhnya yang mungil itu, sekilas ada kemiripan bentuk postur tubuh dengan Owi.

Secara tak sengaja, Happi sering menjadi obyek pengamatanku saat di sekolah hutan. Postur tubuh proposionalnya dan kecerdasan motorik Happi menjadikannya harapan untuk dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Happi memiliki kecerdasan dalam pengamatan dan adaptasi lokasi yang baru, setiap kali sekolah hutan, ia mampu menjelajahi daerah baru yang belum pernah ia singgahi. Ia selalu mengamati sekitar, apa yang bisa ia makan atau manfaatkan. Hingga pada suatu ketika, aku melihat Happi sedang minum air dari kubangan yang terdapat di batang pohon yang patah. Sesekali ia mematahkan daun muda untuk dijadikan cemilan perjalanannya mengelilingi lokasi sekolah hutan.

Perilaku yang sangat unik juga dapat dilihat dari Happi. Ketika ia mendapatkan teman baru seperti orangutan yang baru pertama kali mengikuti sekolah hutan, ia tidak pernah melakukan perbuatan kasar. Orangutan Aman misalnya yang selalu diajak Happi untuk bermain bersama dan belajar bagaimana bisa menggantung dan berayun di ranting pohon. Orangutan Kola juga mendapatkan perlakukan yang baik dari Happi. Happi jarang melakukan tindakan agresif ke manusia, namun bukan berarti ia dekat dengan perawat satwa, hanya saja ia sangat paham akan maksud keberadaan perawat satwa dan biasanya ia menjauh dari manusia ketika tidak ada maksud penting untuknya. (BAL)