MELIHAT ORANGUTAN DI HUTAN

Hari itu menjadi hari pertama saya mengikuti program sekolah hutan. Sekolah hutan merupakan program untuk orangutan-orangutan yang berada di pusat rehabilitasi orangutan BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) untuk melatih orangutan mengeksplorasi dan beradaptasi di hutan. Banyaknya kasus kejahatan terhadap orangutan yang umumnya orangutan berakhir dalam kurungan sebagai peliharaan membuat banyak orangutan kehilangan insting dan perilaku alaminya, sehingga adanya sekolah hutan penting bagi kemampuan bertahan hidup orangutan rehabilitasi ketika dilepasliarkan nanti.

Pada pagi itu, saya bersama Amir dan Linau membawa tiga individu orangutan untuk menjalani sekolah hutan. Ketiga orangutan tersebut yaitu Popi, Jojo dan Mary. Setelah mengeluarkan mereka bertiga dari kandang, kami membawa mereka masuk hutan lebih dalam, ke tempat biasanya sekolah hutan dilaksanakan. Selama lebih dari dua jam, ketiga orangutan tersebut dibiarkan untuk mengeksplorasi dan beradaptasi dengan kondisi alam liar. Di sana mereka berlatih dan bermain, memanjat pohon hingga mencari pakan-pakan alami yang tersedia di hutan.

Kepuasan batin yang mendalam saya rasakan ketika pertama kali melihat orangutan di habitatnya secara langsung dalam kemegahan hutan Kalimantan. Bukan dalam kurungan kandang kebun binatang ataupun eksploitasi satwa berkedok edukasi dan hiburan. Karena orangutan seharusnya hidup bebas di hutan. (RAF)

GISEL, SI AHLI MEMBUAT SARANG

Gisel saat ini merupakan orangutan yang paling ahli dalam membuat sarang di pusat rehabilitasi orangutan BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Ia merupakan orangutan betina berusia sekitar 4-5 tahun yang dititipkan ke BORA oleh BKSDA Seksi II Tenggarong. Pada bulan Juni 2021 ini, ia rencananya akan dilepasliarkan ke habitat alaminya.

Berdasarkan observasi pada tanggal 23-24 Mei 2021 dengan empat kali pengamatan, 46,48% kegiatan yang dilakukan Gisel di dalam kandang diisi dengan berdiam atau beristirahat di atas sarang buatannya sendiri. Kegiatan lain yang ia lakukan antara lain makan (11,3%) bergerak seperti berpindah (11,3%), autogrooming (menggaruk badan/membersihkan rambut sendiri) sebesar 9,6%, mengamati keadaan sekitar (14,08%), perilaku afiliatif terhadap perawat satwa (2,82%), bermain sendiri (1,4%) dan membuat sarang ketika enrichment daun diberikan (1,4%).

“Wih beratnya!”, ujar drh. Ray ketika mencoba mengangakat sarang Gisel dalam hammock dengan tongkat. Dedaunan yang terus menerus Gisel susun menjadi sarang selama berhari-hari mungkin sudah mencapai bobot belasan kilogram. “Jadi gak sabar melepasliarkan Gisel dan mengamati sarang-sarang yang yang dibuatnya nanti di hutan Kalimantan”, ujar Raffi Ryan Akbar, asisten manajer BORA. (RAF)

AKHIRNYA KOLA BISA TURUN SENDIRI

Kola, orangutan berusia 11 tahun akhirnya bisa menuruni pohon dengan kemampuannya sendiri pada kegiatan sekolah hutan, Jumat, 14 Mei 2021 di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Pada sekolah hutan sebelumnya, Kola tidak mampu turun sendiri dari ketinggian pohon yang ia panjat. Sehingga dengan terpaksa harus ditembak bius oleh perawat satwa dan dokter hewan BORA untuk bisa menurunkannya.

Pada hari itu (14/5), Kola mengikuti program sekolah hutan bersama dengan tiga orangutan lainnya, Aman, Bagus dan Septi. Sejak awal tiba di lokasi sekolah hutan, Kola langsung menaikipohon hingga ketinggian 25 meter dan tidak berpindah posisi hingga tiba waktu sekolah hutan usai. Berbeda dengan tiga orangutan lainnya yang aktif berpindah-pindah posisi dan mudah ketika diajak turun dari pohon.

Beberapa jam berlalu, Kola masih saja betah berdiam di posisi ketinggian yang sama sejak pagi hari. “Kola, turun Kola”, ujar para perawat satwa BORA memanggil Kola untuk turun karena waktu sekolah hutan telah selesai. Namun Kola tetap bertahan di posisinya. Aman, Bagus dan Septi pulang terlebih dahulu ke kandangnya. Satu jam berlalu semenjak ketiga orangutan lainnya telah pulang ke kandang terlebih dahulu. Saat keadaan sudah sepi, barulah kola bisa turun sendiri dari pohon tanpa perlu ditembak bius lagi. (RAF