PEDAGANG TRENGGILING JAMBI DIVONIS TIGA TAHUN PENJARA

Tono alias Lelek atau Rudi Hartono dan Binsar, dua terdakwa kasus perdagangan sisik trenggiling telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ā€œmemperniagakan bagian-bagian lain satwa yang dilindungiā€ sebagaimana didakwa dalam dakwaan tunggal. Keduanya dinilai bersalah dan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan. JPU juga menuntut ketiga terdakwa membayar denda sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.

Pada bulan Agustus 2023 dari pihak kedua terdakwa mengajukan banding atas putusan pengadilan tersebut. Selama kurang lebih 1 bulan proses pengajuan banding, akhirnya pada akhir September putusan pidana terhadap terdakwa Lelek menjadi pidana penjara selama 3 (tiga) tahun serta pidana denda sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan. Sedangkan untuk terdakwa Binsar Sitinjak diputuskan penjara selama 3 (tiga) tahun dan pidana denda sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan sema 3 (tiga) bulan.

Minggu, 12 Maret yang lalu, Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutan (Gakkum) Jambi, Keolisian Daerah (Polda) Jambi bersama tim Centre for Orangutan Protection (COP) berhasil menggagalkan satu orang yang dengan sengaja memperniagakan bagian satwa liar yang dilindungi di kecamatan Merlung, kabupaten Tanjung Jabung Barat, provinsi Jambi. Atas ketelitian penyidik diketahui bahwa pemilik dari sisik trenggiling tersebut adalah salah satu warga yang berada di desa Keritang, kecamatan Kemuning, kabupaten Indragiri Hilir, provinsi Riau. Tersangka akhirnya diamankan pada tanggal 4 April 2023.

Apresiasi yang tinggi untuk para penegak hukum yang kini menggolongkan kejahatan terhadap satwa liar termasuk extraordinary crime. Dengan demikian, para pelaku dapat berpikir ulang untuk mengulangi kejahatannya dan yang sedang beraktivitas memperdagangkan satwa liar dilindungi maupun bagiannya dapat menghentikan usahanya. Hukuman tersebut bisa menjadi pembelajaran untuk semua pihak agar takmelakukan tindak kejahatan terhadap satwa liar. (SAT)

ASTO DAN ASIH BERTUKAR PERAN

Ketika orangutan kecil tumbuh dan berkembang bersama orangutan lainnya, tak jarang mereka akan saling belajar dan mungkin saja bertukar prilaku. Jika tiga bulan yang lalu Asto selalu berhasil memanjat pohon yang tinggi dan diikuti Asih, tapi kini sebaliknya, kemana pun Asih bergerak, Asto mengikutinya.

Jika dilihat dari ukuran tubuh, Asto memang lebih besar dibandingkan Asih. Tapi kemampuan pindah dari satu pohon ke pohon yang lain serta pemanfaatan tali yang menghubungkan jarak antar pohon, Asih tak kalah dengan Asto. Keberanian Asih pada Asto untuk bermain secara fisik juga tidak tanggung-tanggung. Asih tak segan-segan menarik rambut-rambut Asto dan bergelantungan dengan memegang rambut Asto. Dan anehnya, rambut-rambut itu tak ada yang tercabut. Padahal ini seperti rambut manusia yang sedang dijambak.

Apakah menurutmu anak orangutan dan manusia mirip? Ya, kita berbagi 97% DNA yang sama. Anak manusia akan belajar berkomunikasi dan bersosialisasi karena manusia adalah makhluk sosial. Sedikit berbeda dengan orangutan yang sejak kelahirannya akan hanya mengenal induknya hingga usia 6 tahun dan kemudian akan mulai berpisah dengan induknya untuk mengarungi kehidupannya sendiri. Orangutan adalah makhluk semi-soliter. Persaingan untuk mendapatkan makanan adalah salah satu penyebabnya. Mau tahu lebih banyak tentang orangutan? Ikuti instagram @orangutan_COP ya.

INDUK ORANGUTAN VIRAL DI MEDSOS, MASUK BORA

Orangutan masih menjadi satwa yang sangat menarik perhatian publik. Viral sebuah video induk orangutan bersama anaknya menyeberang jalan dalam kondisi yang sangat kurus. Centre for Orangutan Protection membantu tim Wildlife Rescue Unit (WRU) Seksi Konservasi Wilayah II Tenggarong mengevakuasi orangutan tersebut.

Senin, 23 September, dari pemeriksaan Body Condition Score (BCS) induk orangutan memiliki nilai 2 yang berarti kurus. Tulang rusuk, tulang belakang, dan tulang panggul yang menonjol. Semua terlihat seperti tulang berbalut kulit. Perut orangutan betina tersebut besar namun saat dilakukan palpasi atau perabaan tidak ditemukan adanya benjolan maupun fetus atau calon bayi di dalamnya, hal ini bisa menjadi salah satu indikasi bahwa orangutan mengalami malnutrisi. Orangutan juga mengalami dehidrasi, turgor atau tingkat elestisitas kulitnya tergolong tidak baik karena saat diperiksa dengan cara dicubit, kulit tidak langsung kembali seperti semula dan waktu kembalinya kulit seperti semula lebih dari dua detik. Kulit orangutan tersebut sangat kering hingga kulitnya terkelupas.

Saat ini orangutan berada di Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) tepatnya di Klinik dan Karantina Orangutan yang dikelola Centre for Orangutan Protection di bawah otoritas Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan dukungan penuh The Orangutan Project. Orangutan akan menjalani perawatan intensif hingga kondisi kesehatannya membaik. Perilaku orangutan masih cukup agresif dan sering mengusir dengan cara melakukan kiss squeaks. Nafsu makan orangutan baik dan masih dalam proses adaptasi dengan lingkungan baru. Apabila kondisi kesehatannya sudah baik, orangutan tersebut akan dipindahkan ke kawasan hutan dengan ketersediaan pakan yang cukup bagi kehidupan orangutan tersebut sehingga diharapkan orangutan dapat bertahan hidup di rumah barunya kelak. (TAT)