APE WARRIOR KEMBALI KE GUNUNG AGUNG (2)

Ini adalah hari kedua feeding hewan peliharaan yang ditinggal mengungsi pemiliknya karena gunung Agung erupsi. Letusan abu pekat dari mulut kawah dan hujan pun menemani kami. Inilah tim kecil yang bertugas memberi makanan agar anjing, kucing dan unggas lainnya tidak mati kelaparan maupun kehausan. Kewaspadaan tim adalah yang utama.

Pura Besakih yang berada di desa Besakih, kecamatan Rendang merupakan Kawasan Rawan Bencana atau KRB 1 zona merah yang sangat berdampak pada letusan gunung Agung, Bali. Ya, jaraknya hanya 5 km dari mulut kawah gunung Agung. Berkeliling desa yang terlihat tampak mati tanpa ada penduduk seperti desa tak berpenghuni membuat bulu kuduk merinding. Sesekali kami menjumpai warga yang datang ke pura yang beribadah. Anjing-anjing kelaparan dengan tubuh kurus dan mata memelas menyambut kedatangan kami. Bahkan ada anjing yang diikat dengan rantai berada di halaman rumah tanpa atap dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

Tim akhirnya mendekati mulut kawah yang berjarak sekitar 3 km dan sampai ke embung Besakih. Meletakkan makanan dan air lalu segera turun ke zona aman lagi. Banyak pertanyaan kenapa hewan peliharaan seperti anjing tidak dibawa turun ke zona aman. Anjing-anjing itu ditinggal pemiliknya untuk menjaga rumah mereka.Sementara itu, mengevakuasi hewan peliharaan itu bukanlah hal yang mudah, karena tim harus meminta ijin pemiliknya terlebih dahulu yang kami sulit temukan dengan tim kecil bekerja tanpa henti. Bantu kami lewat kitabisa.com/anjingkucingbali (Petz).

APE WARRIOR KEMBALI KE GUNUNG AGUNG (1)

Gurung Agung adalah Gunung tertinggi yang berada di Pulau Bali dengan memiliki ketinggian 3.031 MDPL yang terlihat kerucut runcing, tetapi sebenarnya puncak gunung ini memanjang dan berakhir pada kawah yang melingkar dan lebar terletak di kecamatan Rendang, kabupaten Karangasem, Bali.

Gunung Agung adalah gunung berapi tipe stratovolcano yang sudah mengalami letusan sebanyak 4 kali yaitu tahun 1808, 1821, 1843 dan 1963. Gunung ini memiliki kawah yang sangat besar dan sangat dalam yang kadang-kadang mengeluarkan asap dan uap air.

Masyarakat Hindu Bali percaya, bahwa gunung Agung adalah tempat bersemayamnya dewa-dewa. Masyarakat juga mempercayai bahwa di gunung ini terdapat istana dewata. Oleh karena itu, masyarakat Bali menjadikan tempat keramat yang disucikan.

Sabtu 25 November 2017, gunung Agung kembali mengeluarkan erupsi magmatik dengan letusan dahsyat lapisan gelap abu yang berakibat lebih dari 122.500 jiwa diungsikan ke zona aman 12 km dari mulut kawah gunung Agung. APE Warrior yang telah sebulan menarik diri dari gunung Agung, spontan kembali lagi.

Hari pertama pemberian makanan atau feeding di kecamatan Selat Desa Sebudi, desa Amarte Bhuana dan desa Santi dengan membawa 7 karung makanan anjing/dogfood, 2 karung makanan kucing/catfood dan 5 jerigen air. Desa terlihat sunyi-sepi dampak guguran abu vulkanik yang menyelimuti desa. Tampak anjing-anjing yang ditinggalkan pemiliknya seperti sudah mengetahui, tim datang untuk memberikan makanan kepada mereka dan anjing-anjing menyambut dengan gonggongan yang saling bersahutan.

Hujan bercampur abu menemani kami, perih terasa di mata dan bau asap namun tak melunturkan semangat tim untuk terus membagikan makanan anjing, kucing dan unggas yang ada. (Petz)

TUHAN MASIH SAYANG KAMI

Selasa malam, hujan deras bercampur angin mengguyur camp COP Borneo. Beberapa minggu terakhir ini, cuaca di Labanan memang tidak menentu. Pagi hari cerah tapi tiba-tiba pukul 10.00 WITA hujan deras sekali hingga malamnya.

Hujan 28 November 2017 jam 22.10 WITA ini berbeda dari biasanya. Hujan benar-benar deras bercampur angin. Hanya kami berempat di camp, sementara yang lainnya sedang ke kota untuk keesokan harinya belanja logistik. Kami tertidur di tengah derak pepohonan sambil berdoa tidak tertimpa pohon tumbang.

Pagi hari… cuaca menjadi begitu tenang. Sekitar 10 meter dari camp ada pohon tumbang tepat di titian dan menutup jalan. “Syukurlah, Tuhan masih sayang dengan kami.”, ujar Herlina.Ternyata kami tertidur sangat lelap. Kami berempat tidak ada yang sadar kalau ada pohon yang tumbang. “Mendengar saja tidak. Untung pohon tidak jatuh ke arah camp, tetapi jatuh ke arah titian.”, tambah Herlina lagi.

Selesai memberi makan pagi orangutan-orangutan, kami bergotong-royong membersihkan jalan. Mesin gergaji yang kami miliki kurang besar untuk memotong pohon yang jatuh. Akhirnya kami memutuskan menunggu mobil dari kota untuk ke desa Merasa meminjam gergaji mesin yang lebih besar. Titian sedikit rusak, tapi kami semua selamat. (WET)