SCHOOL VISIT KE TK PERTIWI BANYUMAS

Monday morning, Orangufreinds Banyumas, suported by Agung and several Bio-Explorer Student Council member from Faculty of Biology UNSOED: Ganjar, Iim, and Irda, conducted school visit to Pertiwi Kindergarten, Banyumas. The school visit activity’s objective was to introduce wildlife to kids, to stimulate their interest on Indonesian wilflide, especially Orangutan. Through the wildlife, this will also stimualte their nationalism from early age. “The school visit was a very good chance to educate kids from young age, so they will protect the willdlife when they grow older, especially protecting the orangutans,” stated the Headmaster of the Pertiwi Kindergaten Ani Angoyowati. Vanny, Orangufriends Banyumas, excitedly presented the education material. Started from orangutan’s habitat, their food, and their figure. The kids were excited when the orangutan costume, Pongo, entered the room. The students were played, sang, drew and took pictures with Pongo. Agung, the man beneath Pongo costume, was very excited eventhough the costume was very hot and tiring. “it was so much fun being Pongo and play with them,” stated Agung after the school visit ended. (Zahra_Orangufriends)

Senin pagi, Orangufriends Banyumas dibantu Agung dan beberapa anggota Himpunan Mahasiswa Bio-Explorer Fakultas Biologi UNSOED yaitu Ganjar, Iim dan Irda melakukan school visit ke Taman Kanak-kanak Pertiwi, desa Peter, Kalibagor, Banyumas.

Kegiatan school visit mengenalkan satwa liar pada anak-anak sejak kecil diharapkan bisa semakin menarik mereka untuk lebih peduli pada satwa liar khususnya orangutan. Kebanggaan pada satwa asli atau endemik Indonesia ini mungkin bisa meningkatkan cinta tanah air anak-anak sejak usia dini.

“School visit merupakan pembelajaran yang sangat bagus untuk usia dini, agar nantinya bisa menjaga orangutan untuk kelestarian satwa liar.”, ujar kepala sekolah TK Pertiwi, ibu Ani Angoyowati.

Vanny, orangufriends banyumas dengan semangat berbagi materi tentang orangutan. Dimulai dari habitat orangutan, makanan hingga bentuk orangutan dan kemunculan kostum orangutan semakin menarik perhatian anak-anak.

Bersama si Pongo, siswa-siswi diajak bermain, bernyanyi, menggambar dan foto bersama. Agung yang berperan sebagai Pongo pun menjadi senang walau kepanasan dan lelah mengikuti kelincahan anak-anak TK ini. “Senang sekali bisa jadi Pongo… bermain bersama mereka.”, ujar Agung usai school visit berakhir. (Vanny_Orangufriends)

CERITA YANG TERSISA DARI ART FOR ORANGUTAN (2)

Semangat… semangat… panitia Art For Orangutan 2016 mulai memasang karya. Dengan bermodal petunjuk dari seniman yang mengirim karya tersebut, beberapa karya berhasil dipasang. Namun tak jarang, karya dikirim tanpa petunjuk, sampai akhirnya, panitia menghubungi kembali seniman untuk menanyakannya.

Di sinilah, awal cerita lucu itu mampir. Saat pameran berlangsung, seniman yang mengirimkan karya pada berdatangan dari Jakarta, Ciamis, Bali dan Yogyakarta melihat karya mereka dipajang. Ada satu orang yang lama sekali berada di depan sebuah lukisan. Orangufriends (kelompok pendukung Centre for Orangutan Protection) yang saat itu bertugas menghampirinya. Cerita punya cerita, ternyata itu adalah karyanya. Dan karyanya dipasang terbalik. Glodak!!! Spontan orangufriends meminta maaf atas kesalahan pemasangan. Namun karena pameran sedang berlangsung dan banyaknya pengunjung, kesalahan pemasangan tidak dapat langsung diperbaiki. Panitia pun berjanji untuk memperbaiki seusai acara hari kedua pameran. Malam itu, panitia belajar tentang sebuah karya abstrak. Mungkin AFO berikutnya, seniman wajib mengirimkan posisi karya saat dipasang.

Beberapa panitia tidur di ruang pameran. Pagi ini kebetulan Ramadhani, direktur operasional COP yang bertugas. Sembari olahraga dengan menyapu ruangan, Dhani begitu sapaan sehari-harinya melihat seorang bapak-bapak yang masuk ke ruangan pameran. Mungkin sekitar 50-60 tahun, kakek mungkin tepatnya. Siapakah kakek ini?

Owh, ternyata dia jauh-jauh dari Jawa Barat ke Yogya untuk melihat pameran ini. Tepatnya melihat karya nya berada di pameran Art For Orangutan 2. Ini adalah keikutsertaannya yang kedua kalinya. Karya seni memang menabrak ruang usia. Peduli pada orangutan Indonesia? Ngak cuman seniman muda donk… Usai berkeliling, si kakek pun pamit pulang, mengejar bis siang ke Ciamis.

Siang itu, muncul ibu-ibu paruh baya di ruangan pameran. Dari logat bicaranya, sepertinya orang Jakarta. Wah… pameran Art For Orangutan memang punya magnet tersendiri. Tapi kenapa si cucu yang menemaninya terlihat bingung? O… o… ternyata… si ibu dulunya kuliah di ISI Yogyakarta. Ruang pameran yang digunakan AFO adalah ruang kuliahnya dulu. Si ibu pun bernostalgia. Sementara ruang kuliah Seni Rupa sendiri sudah lama pindah ke gedung yang berbeda.

Sore ini terlihat lebih semarak. Serombongan perempuan cantik masuk ke ruangan pameran. Apa yang menarik? Ternyata karya mereka terpajang di sisi dinding pameran AFO. Ada satu temannya yang terlihat dibully. Ha… ha… ha… dia menghargai karyanya dengan harga yang menurut temannya mahal sekali.

Diiringi musik sayup-sayup, masuk satu keluarga ke dalam ruang pameran. Perempuan dengan rambut panjang menunjuk satu karya pada bapaknya. Owh, karya yang halus sekali. Mereka sekeluarga, datang dari Jakarta untuk melihat karya putrinya dipamerkan.

Art For Orangutan adalah pameran yang muncul dari ekspresi kepedulian seniman pada lingkungannya terutama orangutan. Ancaman orangutan dituangkan pada sebuah karya seni tanpa batas. Seperti karya multi dimensi senapan angin yang dikirimkan. Tak sebatas usia dewasa saja, namun kunjungan anak SD pun menjadi paham setelah melihat hasil karya lintas usia, budaya dan agama dari Art For Orangutan. (bersambung).

POPI, ORANGUTAN PALING KECIL DI COP BORNEO

Popi namanya. Dia adalah orangutan paling muda di COP Borneo. Popi masih tinggal di klinik dan kandang karantina pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, terpisah dengan bayi orangutan lainnya. Pemisahan ini agar Popi mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

Wety dan drh. Rian Winardi adalah orang yang selalu mengontrol kondisi Popi setiap saat. Kontrol pakan, kebersihan kandang, susu dan kebutuhan lainnya dikerjakan secara intensif oleh mereka berdua.

Sesekali, Popi dibawa ke sekolah hutan dan belajar bersama Owi, Bonti dan Happi di program sekolah hutan. Prestasi terbaik Popi ada pada tanggal 10 Juni 2017. Dimana Popi memanjat pohon sampai pada ketinggian 25-30 meter. Popi memanjat pohon dengan memanfaatkan akar dan ranting kecil yang menempel di pohon.

Popi juga sempat terpantau meminum air hujan yang terjebak di lubang pohon dan sesekali mengambil daun untuk dimakan. “Sebelumnya Popi kalau sekolah hutan, memanjat pohon namun tidak terlalu tinggi. Kalau memanjat pun, dia tidak berani turun, hingga para animal keeeper terpaksa memanjat pohon tersebut dan menggendongnya turun. Hari ini, Popi luar biasa. Dia memanjat pohon yang tinggi dan turun sendiri, tanpa bantuan siapa pun.”, ujar Wety Rupiana, baby sister Popi dengan haru. (NIK)