MAU NYA BAYI ORANGUTAN YANG KERAP TAK DIMENGERTI

Berserakan. Enrichment daun 30 menit lalu sudah berjatuhan semua di bawah kandang. Adalah Harapi, si damai yang sedang memasuki fase tantrum. Babysitter biasanya memasukkan kembali dedaunan yang dihalau rengekan bayi ini sambil memamerkan gigi-gigi kecilnya. “Ditinggal nangis, ditungguin juga masih nangis. Entah lagi kenapa Harapi ini”, ujar babysitter Janet yang kerap dibuat bingung.

Saat observasi perilaku, Harapi terlihat beberapa kali mendorong jeruji kandang ingin mendobraknya. Hal ini jelas mustahil. Segera, ia menumpuk daun memukul-mukul kandang dengan ranting. Harapi tidak menangis sekencang bayi lainnya di Baby House BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), bahkan tidak terdengar. Tangisannya hanya akan pecah saat keeper menghilang dari pandangannya pada saat feeding dan pemberian susu.

Harapi adalah bayi orangutan yang memulai perawatan di BORA pada 13 Juni 2023 yang lalu. Bayi yang kini berusia 2 tahun ini punya golongan darah B dengan rhesus negatif. Orangutan pun memiliki golongan darah seperti manusia. Mereka juga bisa saling memberikan darahnya, tentu saja dengan syarat-syarat tertentu. Tentang perilaku bayi orangutan, memang sulit sekali menebaknya. Tidak hanya sekedar nyaman atau tidak. Bagaimana pun, anak orangutan biasanya akan dalam pengasuhan induknya hingga usia 5-7 tahun. Bagaimana mungkin manusia menggantikan peran itu. (RAR)

AMBON THE ORANGUTAN HAS AN EYE INFECTION

A few days ago at BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), Ambon was frequently seen rubbing his left eye. Eye discharge was visible on the edge of his eyelid, which may have caused him discomfort. Two days later, his eye turned red, and his eyelid became swollen. Based on these symptoms, Ambon was suspected of having conjunctivitis.

The BORA Medical Team tried to treat Ambon, but he avoided the eye ointment tube as soon as he saw it. The team then switched to a syringe to spray the medication into his eye, but this attempt also failed. The moment the syringe came out of the medical staff’s pocket, Ambon immediately stepped back. Trainers were called for assistance, but this, too, did not succeed.

Help was then requested from Lio, an animal keeper whom Ambon likes. Without any bait, Lio managed to get Ambon down from his “hammock and perch”. Although difficult, Lio was able to spray the medication into Ambon’s eye. The treatment is attempted three times a day, though not always successful. “Older individuals are difficult to treat; they don’t trust anything unfamiliar,” Lio remarked. Rightfully so Ambon’s age exceeds that of most of the staff here. Fortunately, Ambon was willing to take oral medication, which has gradually reduced the inflammation. The medical teams, trainers, and keepers are continuing their efforts to treat Ambon. Let’s wish the best for Ambon and the other orangutans at BORA to remain healthy and happy, even if they must spend Christmas 2024 in enclosures. (LIS)

ORANGUTAN AMBON SAKIT MATA

Beberapa hari lalu di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), Ambon terlihat sering mengucek mata kirinya. Terlihat ada kotoran mata yang menempel di ujung kelopak matanya. Hal ini mungkin membuatnya merasa tidak nyaman. Dua hari berselang, matanya kemerahan dan kelopak matanya bengkak. Dari gejalanya, Ambon diduga mengalami konjunctivititis.

Tim Medis BORA mencoba mengobati Ambon, namun Ambon segera menghindar ketika melihat tube salep mata. Proses pengobatan diganti dengan spuit dimana obatnya dimasukkan lalu akan dicoba spray ke matanya. Namun percobaan ini juga gagal. Baru saja spuit dikeluarkan dari kantong baju medis, Ambon segera mundur. Medis pun meminta bantuan trainer, namun hal ini juga tidak berhasil.

Bantuan pun diminta ke animal keeper Lio, salah satu keeper yang disukai Ambon. Yang tanpa membawa pancingan apapun dapat membuat Ambon turun dari singgasananya “hammock dan tenggeran”. Walaupun sulit, Lio sempat berhasil menyemprotkan obat ke matanya. Dalam sehari diusahakan 3x pengobatan namun tidak selalu berhasil. Kata Lio, “Orangtua memang sulit diobati, tak mudah percaya dengan sesuatu yang asing”. Ya, bagaimana tidak disebut orangtua, umurnya saja melebihi kami staf yang ada di sini.

Untunglah ada obat oral yang mau dimakannya, sehingga walaupun perlahan, radangnya mulai membaik. Hingga saat ini medis dibantu trainer dan keeper masih mengupayakan pengobatan Ambon. Doakan yang terbaik untuk Ambon dan orangutan yang lainnya di BORA, tetap sehat dan bahagia walau di kandang untuk Natal 2024 ini. (LIS)

IBU KEPALA BBKSDA SUMUT BERKUNJUNG KE PEMBANGUNAN LOKASI SEKOLAH HUTAN SIRANGGAS

Di tengah rimbunnya bentangan hutan Sumatra Utara, harapan baru bagi pelestarian Orangutan Sumatra mulai tumbuh. Setelah melalui proses panjang lebih dari setahun, BBKSDA Sumatra Utara bersama Centre for Orangutan Protection atau Pusat Perlindungan Orangutan dan Masyarakat Dusun Lae Meang, Desa Mahala, Kabupaten Pakpak Bharat, resmi memulai pembangunan area Sekolah Hutan di Suaka Margasatwa Siranggas.

Perjalanan menuju pembangunan ini tidaklah mudah. Di mulai dengan survei lokasi untuk menentukan area yang paling ideal, tim kemudian bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk membersihkan lahan. Jalan setapak di sepanjang saluran irigasi dibuka, pintu masuk ke lokasi dipersiapkan, dan area disesuaikan untuk kebutuhan kawasan soft-release orangutan, semuanya dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Harmoni antara kebutuhan konservasi dan keberlanjutan alam menjadi fokus utama dalam setiap langkahnya.

Pada 13 Desember 2024, Kepala BBKSDA (Balai Besar Sumber Daya Alam) Sumut, Ibu Novita, bersama Suaka Margasatwa Siranggas dan perwakilan Marga Solin yang memiliki tanah ulayat di kawasan ini, melakukan kunjungan khusus untuk meninjau langsung kemajuan program ini. Kehadiran mereka menjadi momen penting yang menegaskan komitmen bersama dalam pelestarian orangutan. Kunjungan ini tidak hanya memberikan dukungan moral, tetapi juga memperlihatkan peran penting kolaborasi antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat adat dalam menjalankan program konservasi.

Sekolah Hutan ini dirancang sebagai tempat yang mendukung program konservasi orangutan sumatra dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai bagian penting dari upaya ini. Dukungan masyarakat tidak hanya memastikan keberhasilan proyek, tetapi juga memperkuat rasa kepemilikan terhadap konservasi satwa dan ekosistem hutan mereka. Langkah ini membawa harapan baru bagi masa depan orangutan dan keanekaragaman hayati Sumatra Utara. Kolaborasi ini mewujudkan mimpi melestarikan salah satu primata paling langka di dunia ini semakin mendekati kenyataan. (DIM)