SANG PETANI YANG TERANCAM KEHILANGAN RUMAHNYA

Siang itu, merdunya suara burung yang saling bersahutan di dalam hutan Labanan terusik oleh deru gergaji mesin yang nyaring terdengar walau dari kejauhan. Suara mesin ini seringkali terdengar dalam sebulan terakhir di dekat kawasan pusat rehabilitasi orangutan BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) yang berlokasi di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Berau, Kalimantan Timur. Tidak hanya siang hari, sesekali suara gergaji mesin terdengar hingga tengah malam. Berdasarkan hasil pengecekan lokasi yang dilakukan tim APE Defender dan APE Crusader bisa disimpulkan bahwa suara gergaji mesin ini berasal dari aktivitas pembalakan liar yang terjadi di dalam kawasan KHDTK Labanan. Tumpukan balok kayu dan keberadaan kemah terpal menjadi bukti kuat yang kami temukan saat pengecekan lokasi.

Selain menjadi tempat sekolah hutan bagi para orangutan rehabilitan di BORA, KHDTK Labanan merupakan rumah bagi banyak satwa liar. Tidak terkecuali bagi julang jambul hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus) yang saya temukan saat sedang melaksanakan sekolah hutan (28/1/2023). Julang jambul hitam berasal dari keluarga Bucerotidae yang terdiri dari beragam jenis rangkong, julang, kangkareng dan enggang. Burung-burung dari keluarga Bucerotidae sering dijuluki sebagai ‘petani hutan’ karena kebiasaannya untuk menyebarkan biji hingga tempat yang jauh. Saat ini julang jambul hitam memiliki status konservasi genting (endangered) yang disebabkan oleh perburuan dan hilangnya habitat.

Julang jambul hitam seperti burung-burung Bucerotidae lainnya, sangat bergantung pada keberadaan pohon besar untuk bersarang dan mencari makan. Secara alami, mereka hanya bisa membuat sarang pada lubang yang berada di batang pohon besar. Buah-buahan hutan dan juga serangga yang terdapat di ketinggian pepohonan merupakan makanan mereka. Jika pembalakan liar ini terus terjadi, apakah di masa depan masih akan ada pepohonan bagi para ‘petani hutan’ ini untuk bersarang dan mencari makan? (RAF)

APE SENTINEL SCHOOL VISIT DI SMAN 5 MEDAN

Hujan deras di Sabtu, 21 Januari pagi tak cukup menyurutkan semangat tim APE Sentinel yang memiliki jadwal berkunjung ke SMA Negeri 5 Medan. Grace yang merupakan dokter hewan Sumatran Rescue Alliance (SRA) jauh-jauh dari Besitang, kabupaten Langkat ikut bergabung menyapa siswa SMA ini. Tepat pukul 09.30 WIB kegiatan school visit pun dimulai.

Tak hanya siswa kelas XII IPA saja yang berkesempatan mendapatkan materi orangutan dan habitatnya. Jurusan IPS pun juga berhak tahu ancaman yang sering terjadi pada orangutan. Kelimapuluh remaja ini juga diperkenalkan dengan kegiatan-kegiatan Centre for Orangutan Protection (COP) yang meliputi penanganan hewan urban diperkotaan dan aktivitas penyadartahuan tentang orangutan di kota Medan. 

“Antusiasnya siswa SMAN 5 Medan ini membuat tim semakin semangat menyebarkan informasi tentang perlindungan orangutan dan satwa liar lainnya. Kami berharap diantara mereka ada yang bergabung menjadi Orangufriends (relawan COP) yang menjadi prajurit garis depan penyadartahuan konservasi Indonesia”, kata Netu Domayni, tim APE Sentinel. (DIT)

AKU NABIL UNTUK ORANGUTAN INDONESIA

Halo… namaku Ahmad Nabil Faturahman, anggota keluarga COP yang baru. Banyak hal yang kulakukan di BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) sebagai Biologist dan Perawat Satwa mulai dari pemantauan Biodiversitas (Herpetofauna, Avifauna, Mamalia dan lain-lain) di sekitar area BORA dengan memotret. Aku dan Raffi (Biologist BORA) menemukan beberapa jenis katak pohon Rhacophorus pardalis, Polypedates otilophus dan Rhabdophis subminiatus.

Sebagai Biologist aku senang sekali memperhatikan karakteristik orangutan secara personalnya untuk mengetahui apa kebutuhan dan keinginan dari setiap individu yang aku amati seperti Jojo. Jojo adalah individu orangutan yang sangat iseng dan jahil kepada setiap perawat satwa. Namun aku belum mengerti betul kenapa dia seperti itu. Mungkin itu adalah salah satu bentuk perilaku stereotipik yang ditimbulkan karena hasil dari pemeliharaan ilegal orangutan. Aku belajar bagaimana dapat berinteraksi dengan orangutan, bagaimana semestinya mereka berada dan berlaku di alamnya mulai dari pemberian enrichment sampai beberapa pakan alami yang sengaja kami coba berikan pada individu orangutan itu sendiri. 

Termasuk belajar bagaimana aku harus meng-handling orangutan karena pada awalnya cukup sulit bagiku karena banyaknya sifat dan tipe perilaku yang berbeda satu individu orangutan dengan yang lainnya. Ada yang suka menarik baju, menggigit atau sekedar menampar, hal lucu bagiku seperti ditampar orang (hehehe). 

Namun dari beberapa pengalaman awalku di BORA, aku sangat bangga dan senang bisa bergabung dengan COP (Centre for Orangutan Protection) untuk berperan dalam konservasi Orangutan Indonesia. Karena menurut IUCN Redlist Orangutan merupakan satwa yang memiliki status terancam punah dan terus berkurang seiring berjalannya waktu karena banyaknya pembukaan lahan yang semakin marak belum lagi adanya kebakaran hutan yang masih menghantui orangutan terutama bagi spesies yang berada di Kalimantan. Semoga di kemudian hari akan kembali baik statusnya. 

Ada cerita sedikit dari pengalamanku selama menjadi perawat satwa di BORA, saat aku memasang kamera jebak di kandang orangutan Annie. Setelah selesai memasang di atas kandang, dengan sangat lihainya orangutan Annie menarik baju dan lenganku, kemudian membuka bajuku hanya untuk melihat dan menyentuh perut dan oto pinggang, mungkin yang aku pikirkan di pikirannya orangutan Annie, “Ini seperti temanku namun dia tak memiliki rambut lebat dan hitam seperti punyaku”. (BIL)