ARTO INGIN KAMU IKUT BERMAIN

Whoosh whooshhh bruk! Tubuh Arto menyergap babysitter dari ketinggian. Belum selesai mengaduh, ia sudah kembali memanjat dan berayun untuk menjatuhkan kembali tubuhnya pada babysitter. Arto sedang sangat suka bermain-main.

Katanya, setiap anak yang berusia 2-3 tahun, terkenal dengan kenakalan dan keaktifannya dalam eksplorasi bermain. Orang-orang menyebutnya terrible two. Sepertinya, inilah fase yang sedang dialami Arto. Anak orangutan lincah yang tidak kenal takut ini punya segudang gebrakan perilaku yang membuat babysitter nya kewalahan.

Gerakannya yang cepat dan pasti membuat teman mainnya yaitu Harapi, terintimidasi. Arto berlari dan memanjat pohon dengan tergesa-gesa. Otaknya ingin berlari, namun tangan dan kakinya tertatih-tatih. Ia akan memanjat untuk menguji dahan pohon dan berayun kesana-kemari sambil menentukan target penjatuhan diri. Setelah terkunci, ini saatnya untuk suara ‘bruk!’ ‘bruk!’ yang diulang lagi.

“Arto nampak asik bermain sendiri, tapi tiba-tiba dalam waktu cepat sudah menghantam dan kabur lagi. Babysitter Janet menjadi salah satu targetnya”, ujar Nurazizah yang juga menjadi babysitter di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance). Lain halnya pada babysitter Rara yang menggunakan hijab, Arto kerap menarik dan ikut masuk menutupi kepalanya. Beberapa kali babysitter menegur anak aktif satu ini, namun tingkah usil Arto tidak pernah ada habisnya. (RAR)

TIGA ORANGUTAN LIAR PINDAH RUMAH YANG LEBIH AMAN

Rico, orangutan jantan dewasa dengan cheekpad yang tegas bersama induk dan anak orangutan bernama Siti dan Fajri sedang dalam perjalanan Bengalon ke Busang, Kalimantan Timur. Ketiganya akan ditranslokasi ke Hutan Lindung Gunung Batu Mesangat. Tim APE Guardian langsung mempersiapkan kebutuhan pelepasliaran ketiganya. Perahu, logistik, dan koordinasi pun segera dilakukan, beruntung sekali komunikasi dengan camp yang ada di hulu menjadi lancar sejak adanya layanan internet satelit.

Wibawa Rico sebagai jantan dewasa terpancar dari cheekpad lebar dan tubuh kokoh berotot yang langsung terasa ketika tim mengangkat kandangnya. Kandang angkut menjadi lebih berat dari biasanya, usaha ekstra untuk membawanya ke titik pelepasliaran menjadi tantangan tersendiri untuk tim. Prihatin luar biasa dengan kondisi nya yang harus tergusur dari rumahnya. Di didi lain, orangutan Siti menunjukkan sisi keibuannya yang penuh perlindungan. Sejak awal pemindahan, ia tampak gelisah, mengawasi setiap gerakan manusia di sekitarnya dengan penuh kewaspadaan. Begitu terasa terancam, Siti mulai menggoyang-goyangkan kandang dengan keras, berusaha mengusir siapa pun yang mendekat. Lebih khawatir saat berada di perahu. Pemindahan ini memang penuh risiko, dan tim melakukan nya dengan sangat hati-hati.

Setelah tiga jam menyusuri sungai, tim tiba di titik pelepasliaran. Hutan lebat dengan pepohonan menjulang diharapkan cukup nyaman untuk ketiganya tinggal. Rico tidak membuang waktu lagi ketika kandangnya terbuka, dia dengan gesit, melesat keluar dan langsung memanjat pohon tertinggi, memamerkan ketangkasan dan kekuatannya. Dari atas dia mengamati sekeliling, memastikan bahwa tempat ini aman sebelum benar-benar beradaptasi.

Sementara Siti lebih berhati-hati. Ia terlebih dahulu mengendus udara, memastikan tidak ada ancaman, sebelum akhirnya membawa Fajri naik ke pohon besar di dekatnya. Dengan gerakan sigap, ia memilih cabang yang kuat untuk beristirahat, seakan memberi pesan bahwa di sinilah ia akan membesarkan anaknya dengan aman. Dalam hitungan menit ketiganya sudah menghilang di balik rimbanya dedaunan, kembali menjadi bagian dari alam. Hari itu, ketiganya mendapatkan kembali kebebasannya, membawa harapan baru bagi kelangsungan hidup orangutan liar di masa depan. (DIM)

FELIX TERBEBAS DARI SERAMNYA MINUM OBAT

Pada 15 Januari malam, Felix sedikit bingung karena Rara, babysitter yang menjaganya hanya membawa air minum hangat dan termometer. Sedikit lebih malam, Rara hanya memberi susu lalu mengukur suhu tubuh Felix. Malam itu, Felix menunggu barangkali serangan obat harus ia antisipasi. Tapi Rara tak datang lagi, hingga ia tertidur. Begitupun tiga hari kemudiannya, babysitter Janet tidak terlihat melayangkan obat apapun.

Felix datang ke Pusat Rehabilitasi BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) dua minggu yang lalu. Badannya penuh luka, sehingga ia lewati hari dengan demam mencapai 40 derajat Celsius. Saat itu badannya lemas, ia hanya tertidur dan banyak minum di gendongan babysitter. Seluruh sudut tempat rehabilitasi ini sangat asing untuknya dan ia harus beradaptasi sambil merasakan panas tubuhnya yang meningkat.

Setiap hari, dokter hewan dan paramedis mengunjunginya untuk membersihkan luka dan memberi obat. Termometer tembak sering sekali mendarat di permukaan tubuhnya. Setiap hari juga, anusnya dideteksi suhu dan selalu menunjukkan angka yang membuat semua orang khawatir. Banyak miligram obat yang ia telan, hingga babysitter dan tim medis perlu bergantian menjaganya sepanjang malam hingga esok pagi.

Usaha untuk sembuhnya kuat, sekarang tenaganya sudah lebih terisi. Tangisan yang kencang, minat makan yang akhirnya datang, hingga insiden memanjat tiang karena merasa sendirian menjadi indikator Felix semakin membaik. Keinginannya untuk bermain dan eksplorasi juga semakin tinggi. Sesekali, genggaman kuatnya terlepas dari babysitter dan merangkak menjauh sekedar membayar rasa penasaran atau mengambil makanan. Meskipun pengobatannya sudah selesai, ia masih tetap dalam observasi karena suhu tubuh yang belum stabil. Penyembuhan luka di kepala dan tangannya tetap menjadi prioritas, berharap demam karena pengaruh imun tidak akan menghampiri lagi. (RAR)