A NOTE FOR WORLD RANGER DAY

Annually, the world celebrates the World Ranger Day on July 31. Tough figures of the guardian of natural richness, or so called rangers, are often injured or even killed while they carry out their duties. The presence of rangers is often ignored, while natural resources and cultural heritage of our planet lie on their hands.

Centre for Orangutan Protection through its first rapid-response team, the APE Crusader, has repeatedly had to be at the forefront against the orangutan habitat destructor. Bulldozers and excavators are forced to stop the forest clearing process for oil palm plantation. APE Crusader, along with its Captain, Paulinus Kristianto, the son of Dayak Siberuang tribe of Sentarum lakeside who is also an alumni of COP School Batch 1, fighting the companies that are considered to colonize and exploit the land of Borneo.

When Linus, as he’s called, was busy extinguishing the fire at Tanjung Puting National Park (TNTP) Central Kalimantan, while his house in the village was burned by the forest fire. His grandfather was killed. Instead of shutting it down, his enthusiasm was burning even brighter.

Let’s just stop thinking other things and try reflecting on the ranger’s sacrifice for our mother earth for awhile. We need more rangers to guard our planet. Thank you International Ranger Federation for initiating World Ranger Day. (SAR)

CATATAN WORLD RANGER DAY
Setiap tahun, dunia memperingati Hari Ranger Dunia atau World Ranger Day pada 31 Juli. Sosok tangguh penjaga kekayaan alam atau disebut juga ranger dalam menjalankan tugas banyak yang terluka bahkan terbunuh. Keberadaan para ranger sering terabaikan, padahal di tangan merekalah kekayaan alam dan warisan budaya planet bumi ini berada.

Centre for Orangutan Protection melalui tim gerak cepat pertamanya yaitu tim APE Crusader telah berulang kali harus berada di garis depan para perusak habitat orangutan. Buldoser maupun ekskavator pun dipaksa untuk menghentikan pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. APE Crusader dengan kapten Paulinus Kristanto, si putra daerah dari suku Dayak Siberuang di tepian danau Sentarum yang merupakan alumni COP School Batch 1 bergerilya melawan perusahaan-perusahaan yang menurutnya menjajah dan menghisap bumi Kalimantan.

Saat Linus, begitu panggilan akrabnya, sibuk memadamkan api di Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) Kalimantan Tengah, rumahnya di kampung justru dilalap kebakaran hutan. Kakeknya tewas. Bukannya surut, semangatnya semakin membara.

Sesaat saja kita berhenti memikirkan yang lain, mari merenungkan pengorbanan para ranger untuk bumi ini. Kita membutuhkan para ranger untuk menjaga planet kita. Terimakasih Federasi Ranger Internasional yang menginisiasi Hari Ranger Dunia.

PINGPONG BACK TO THE FOREST SCHOOL

Pingpong’s condition of being malnourished while on the orangutan island forced him to return to his cage. Pingpong is closely monitored by veterinarians of the COP Borneo orangutan rehabilitation center.

It turned out that the withdrawal also made Pingpong do repetitive movements as a sign that an animal begins to experience depression. The APE Defender team quickly acted by scheduling Pingpong to return to forest school class.

“After undergoing treatment for malnutrition, Pingpong was taken to forest school. Unfortunately, Pingpong still prefers to approach animal nurse hammocks who are watching him. It is indeed not easy to rehabilitate orangutans from zoos that are very familiar with the presence of humans, “said Reza Kurniawan, COP primate anthropologist. (EBO)

PINGPONG KEMBALI KE SEKOLAH HUTAN

Kondisi Pingpong yang mengalami malnutrisi saat berada di pulau orangutan memaksanya untuk kembali ke kandang. Pingpong diawasi secara ketat oleh dokter hewan pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo. 

Ternyata penarikan itu juga membuat Pingpong melakukan gerakan berulang-ulang sebagai tanda satwa mulai mengalami depresi. Tim APE Defender cepat bertindak dengan menjadwalkan Pingpong kembali masuk kelas sekolah hutan.

“Setelah melalui terapi malnutrisi, Pingpong dibawa ke sekolah hutan. Sayang, Pingpong masih lebih suka mendekati hammock perawat satwa yang sedang mengawasinya. Memang tidak mudah merehabilitasi orangutan dari kebun binatang yang sangat terbiasa dengan kehadiran manusia.”, ujar Reza Kurniawan, ahli antropologi primata COP.

Bantu pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo yuk, Pingpong juga berhak kembali ke habitatnya. Kamu bisa bantu melalui https://www.kitabisa.com/orangindo4orangutan

ORANGUTANS IN REHABILITATION CENTER OR IN THE ZOO?

If there is a question “Which is better, orangutans in the zoo or rehabilitation center?”, then the answer is the rehabilitation center. Why? Because the future is clearer.

Is the future of orangutans in the zoo unclear? Of course, it is clear. Obviously, they will be a spectacle of many people, on display like a doll, then people try to get close to seeing his behavior. Whereas in a rehabilitation center, the orangutan will be placed in a place far away from the crowd and only meet certain people.

Genetically, orangutans have similarities with humans up to 97%. It makes orangutans and humans have some similarities in disease, such as flu, fever, typhoid, malaria, hepatitis, herpes to tuberculosis. So that orangutans and humans can transmit diseases (zoonosis). Some diseases also have special treatment to be cured such as laboratory tests to quarantine.

A zoo is an easy place for the transmission of diseases between humans and animals, especially orangutans, and vice versa. Why? Because the interaction between humans and orangutans is not properly monitored by officers and occurs freely. The warning board has indeed been installed in each enclosure, but who can ensure orangutans and humans do not come into direct contact? The number of visitors causes the interaction to be unavoidable and spread the disease easily.

If orangutans are in a rehabilitation center, orangutans will only interact with a few people like the animal keepers and the medical team. Their condition is also always monitored with regular checks. A special program for orangutans at the rehabilitation center also stimulates the wild nature of the orangutan, because rehab center has its own rehabilitation goal to release orangutans to their habitat. Every individual orangutan has the opportunity to return to live in its natural habitat. (IND)

REHABILITASI ORANGUTAN ATAU ORANGUTAN DI KEBUN BINATANG
Jika ada pertanyaan, “Lebih baik mana, orangutan di kebun binatang atau pusat rehabilitasi?”, maka jawabannya adalah pusat rehabilitasi. Kenapa? Karena masa depannya lebih jelas.

Lalu apakah masa depan orangutan di kebun binatang tidak jelas? Tentu saja jelas, jelas dia akan menjadi tontonan banyak orang, dipajang kemudian orang-orang berusaha mendekat untuk melihat tingkah lakunya. Sedangkan jika berada di pusat rehabilitasi, maka orangutan tersebut akan di tempatkan di kandang yang jauh dari keramaian dan hanya bertemu dengan orang-orang tertentu saja.

Secara genetik, orangutan memiliki kemiripan dengan manusia hingga 97%. Maka orangutan dan manusia memiliki beberapa kesamaan penyakit. Misalnya flu, pilek, demam, tipes, malaria, hepatitis, herpes hingga tuberkolosis. Sehingga orangutan dan manusia dapat saling menularkan penyakit (zoonosis). Beberapa penyakit juga memiliki perlakuan khusus agar dapat disembuhkan seperti pemeriksaan laboratorium hingga karantina.

Kebun binatang adalah tempat yang mudah untuk penularan penyakit antara manusia dan satwa khususnya orangutan, begitu pula sebaliknya. Kenapa? Karena interaksi antara manusia dan orangutan tidak terawasi dengan baik oleh petugas dan terjadi dengan bebas. Papan peringatan memang sudah dipasang di setiap kandang, tapi siapa yang bisa memastikan orangutan dan manusia tidak bersentuhan secara langsung? Banyaknya pengunjung menyebabkan interaksi tersebut tak terhindarkan dan penyebaran penyakit pun dengan bebas terjadi.

Jika orangutan berada di pusat rehabilitasi, orangutan hanya akan berinteraksi pada beberapa orang saja seperti animal keeper dan bagian medis saja. Kondisi mereka juga selalu dalam pantauan dengan pemeriksaan berkala. Program khusus untuk orangutan di pusat rehabilitasi juga merangsang sifat liar orangutan tersebut, karena tujuan rehabilitasi sendiri untuk melepasliarkan kembali orangutan ke habitatnya. Setiap individu orangutan mempunyai kesempatan untuk kembali hidup di habitat alaminya. (RYN)