FINALLY, LANA COMES BACK HOME

Seven hours on the road and river finally brought back orangutan Lana to Sungai Lesan Conservatory Park, East Borneo. Orangutan Lana is a male orangutan rescued by APE Defender last November. Lana was forced to enter the farms and plantation fields because his habitat was destroyed. Field opening for palm plantation pushed Lana to eat palm sprouts. Lana also had to eat fruits from villager’s farm.

“Lana is still very wild. We do not want to keep him any longer. We are worried he will get used to human and being fed. Today on December 10th 2016, orangutan Lana, is being released in Sungai Lesan Conservatory Park.” Stated DVM. Eliz, APE Guardian.

Orangutan translocation is not an easy job. The main concern is choosing the forest for orangutan’s new habitat, and the next thing is how to reach the agreed location. This is all about teamwork. Thanks to KPHP West Berau, OWT, Head of Lesan Dayak Village, Cultural Chief of Lesan Dayak Village, Koramil, POice Chief of Kelay, BKSDA Berau and people of Lesan Dayak that have always been able to protect and preserve the conservatory park through orangutan, which played the role as umbrella species for the forest itself and other wildlife.

LANA PUN KEMBALI KE HUTAN

Tujuh jam perjalanan darat dan sungai akhirnya mengantarkan orangutan Lana ke Hutan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur. Orangutan Lana adalah orangutan jantan yang dievakuasi tim APE Defender akhir November yang lalu. Lana terpaksa masuk ke ladang masyarakat karena hutan sebagai habitatnya telah habis. Pembukaan perkebunan kelapa sawit memaksa Lana memakan tunas muda pohon kelapa sawit. Lana juga terpaksa memakan buah di kebun masyarakat.

“Lana masih sangat liar sekali. Kami tidak ingin menahannya lebih lama lagi. Kawatir, dia terbiasa dengan dengan manusia dan diberi makanan, 10 Desember 2016 ini, orangutan Lana, kami lepaskan di Hutan Lindung Sungai Lesan.”, ujar drh Eliz, APE Guardian.

Translokasi orangutan bukanlah hal yang mudah. Pemilihan hutan sebagai habitat baru orangutan tersebut adalah persoalan yang utama. Selanjutnya, upaya untuk mencapai lokasi yang dimaksud. Ini semua adalah kerja keras tim. Terimakasih KPHP Berau Barat, OWT, Kepala Desa Lesan Dayak, Kepala Adat Lesan Dayak, Koramil, Kepa Polsek Kelay, BKSDA Berau dan masyarakat Lesan Dayak untuk menjaga kelestarian hutan lindung lewat orangutan yang merupakan spesies payung untuk hutan dan satwa liar lainnya.

PEDAGANG ORANGUTAN KP RAMBUTAN DIVONIS 100 JUTA

Terdakwa Hendri Yasrudi terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup, begitulah kutipan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 28 November 2016.

24 Juli 2016, Tipidter Bareskrim Mabes Polri bersama COP, JAAN dan Animals Indonesia menyelamatkan satu individu orangutan yang akan diperjualbelikan di Kampung Rambutan, Jakarta. Orangutan tersebut dimasukkan ke dalam keranjang buah. Kini orangutan dititipkan di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, Jawa Barat untuk kemudian dikirim ke pusat rehabilitasi orangutan untuk menjalani proses sebleum dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya.

Hakim Ketua, Nelson J Marbun, S,.M.Hum menjatuhkan pidana penjara selama satu tahun dan delapan bulan dan denda sebesar Rp 100.000.000,00. “Ini memang jumlah denda terbesar yang pernah dijatuhkan untuk kasus perdagangan orangutan. Centre for Orangutan Protection, mengapresiasi kinerja para penegak hukum yang telah berupaya melakukan penegakkan hukum terhadap kejahatan satwa liar, semoga untuk kasus-kasus kejahatan terhadap satwa liar dapat diberikan hukuman penjara yang lebih dari ini.”, ujar Hery Susanto, kordinator Anti Wildlife Crime COP.

HARAPANKU ADA DI POPI

Sore itu saya sampai camp langsung bergegas mengepaki barang-barang medis untuk melakukan penyelamatan orangutan. Saya masih baru dan masih belajar mengenai orangutan. Dalam hati saya, mampukah saya melakukan ini? Setelah menyiapkan barang-barang dan mendengarkan arahan dari drh. Ade saya dan 2 orang lainnya berangkat. Saat itu kami belum tahu informasi yang jelas mengenai kondisi orangutan. Daerah yang kami tuju adalah Sangkulirang. Perjalanan yang cukup jauh membutuhkan waktu sekitar 8 jam. Jalan berliku, dari yang awalnya mulus hingga berlubang. Setelah berjam-jam akhirnya kami mencapai lokasi yang dituju.

Sesampainya dilokasi kami langsung menuju rumah pemilik orangutan, dan ternyata orangutan tersebut masih sangat kecil. Dia masih kecil, badannya lemah, bahkan giginya belum tumbuh. Bayi orangutan sekecil ini seharusnya ada dipelukkan induknya, merasakan kehangatan dan kasih sayang induknya. Hal ini semakin membuka mata saya tentang begitu kejamnya manusia terhadap orangutan. Saat diperiksa bayi itu bahkan tidak mampu melawan, suara nafasnya pun terdengar ngorok. Setelah diperiksa, kami langsung kembali menuju ke camp. Selama diperjalanan saya selalu khawatir akan keadaan bayi yang terlalu lemah, dan setiap minum susu selalu tersedak. Kami menyebutnya dengan Popi.

Sejak ada Popi, rutinitas kami bertambah. Kami siap sedia di klinik selama 24 jam, untuk memberikan susu, mengganti diaper, dan memastikan keadaan Popi baik-baik saja. Setiap malam kami bergantian bangun untuk memberi susu. Setiap hari kami memberikan tambahan vitamin dan obat agar keadaannya membaik. Awalnya kami tidak berharap banyak dengan kondisi Popi saat itu. Namun setelah 3 minggu berjalan, keadaannya membaik. Popi yang dulu lemah, sekarang semakin kuat, bahkan mampu menggenggam jari saya dengan kuat.

Awal November menjadi hari yang membahagiakan karena si Popi kecil sekarang sudah tumbuh giginya. Gigi yang tumbuh berjumlah 4, semakin hari semakin kuat dia menggigit. Ahh… lucunya bayi ini. Pantas saja seekor bayi orangutan bisa dijual dengan harga yang mahal. Kadang saya dan mbak Weti berpikir, apakah bayi ini akan bertahan jika hanya diberi susu ketika dia membutuhkan tanpa diberi perhatian dan kasih sayang? Dulu harapan kami tidak banyak, tapi Popi membuat saya belajar bahwa harapan itu selalu ada, sekecil apapun itu. Popi kini semakin besar dan tumbuh sehat. (LIZ)