UPDATE: AMBON TODAY

Ambon adalah orangutan tertua di COP Borneo. Usianya berkisar 25-27 tahun. Ambon berada di COP Borneo sejak 11 April 2015. Jantan dewasa ini adalah pribadi yang baik dan tenang dengan siapa pun.”Ambon tidak agresif dan menyerang manakala ada aktivitas animal keeper di area kandangnya.”, ujar Danel, koordinator Animal Keeper.

Berbeda dengan orangutan dewasa lainnya yang berada dalam satu blok yaitu Debbie dan Memo. Ambon yang dikenal animal keeper memang berbeda. Tenang, kalem dan bukan tipikal perusak yang jahil.

Pola makannya juga sangat santai dan tidak tergesa-gesa seperti Memo maupun Debbie. “Ambon sangat suka makan kelapa da buah nangka.”, tambah Reza Kurniawan, manajer COP Borneo.

Peluang Ambon untuk dikembalikan ke habitatnya cukup berat. “Namun, semoga harapan kedua dengan cara membuat enclosure untuk masa tuanya dapat terwujud.”, harapan Reza Kurniawan.

Umur yang tua dan tingkat keliaran yang kurang memadai membuat Ambon harus tinggal di COP Borneo. Danel dan animal keeper yang lain berusaha membuat enrichment yang bisa menarik dan menghabiskan waktu cukup lama, agar Ambon asik dengan enrichment tersebut. Enrichment ataupun pengayaan sangat diperlukan. Apakah kamu punya ide untuk membuat enrihment untuk Ambon?

Bantu kami dengan membeli COP_merchandise di instagramnya COP. Atau kamu bisa langsung berdonasi lewat http://www.orangutan.id/what-you-can-do/
Terimakasih.

DUA PEDAGANG SATWA LIAR DITANGKAP DI MALANG

Tengah malam ini, akan menentukan hasil besok. APE Warrior masih koordinasi dengan Gakkum KLHK untuk operasi penggerebekkan pedagang satwa liar. Peninjauan ke lokasi pun tak luput dari persiapan. “Pagi tadi, elang yang ditawarkan masih lengkap. Elang jawa masih dijemur.”, begitu kata Suwarno dari Animals Indonesia.

Pagi, 14 Juli 2017, Gakkum KLHK yang dipimpin pak Gunawan meluncur bersama Polres Malang ke rumah tersangka. Tim dibagi dua, penggrebekkan dilakukan bersamaan. Jarak rumah tersangka A dan D hanya terpaut 200 meter. “Kita akan membagi tim menjadi dua. Kita lakukan bersamaan, sepertinya tersangka saling mengenal karena mereka bertetanggaan. Tersangka juga sangat profesional, mereka tidak pernah mau bertatap muka langsung. Media sosial dan kemudahan bertransaksi saat ini sangat memudahkan langkah tersangka.”, ujar pak Gunawan.

Sesampai di lokasi, pedagang tertangkap tangan bersama satwa dagangannya. Dari rumah tersangka A diperoleh 10 satwa liar, sementara dari rumah tersangka D diperoleh 7 satwa liar. Dari total keseluruhan, ada 3 elang jawa (Nisaetus bartelsi), 8 elang brontok (Spizaetus cirrhatus), 3 elang hitam (Icticaetus malayensis dan 1 elang alap tikus (Elanus caeruleus). Selain elang, turut diamankan 1 ekor ular sanca kembang (Phyton reticulates) dan 1 burung hantu.

Dari pengakuan tersangka, harga jual elang secara online sekitar satu hingga lima juta rupiah. Kelima belas elang ini adalah bukti, tingginya permintaan elang di pasar perdagangan satwa liar. Tingginya permintaan ini didukung oleh ‘pecinta’ atau kolektor. Menjamurnya komunitas pecinta raptor lebih memperburuk keberadaan elang di alam.

MAKING NEST IN THE CAGE

This is the most ambiguous words for many people. Nest in the cages? Nest supposed to be on the trees, that’s more like it. It was the fact that we found at the Orangutan Rehabilitation Centre.
 
Usually, in the wild, in every day or afternoon, orangutan make nest on top of the tree. Day nest that orangutan makes was used for napping, after their daily routine looking for food. Meanwhile the afternoon nesting was made as night approaches for longer rest. The nest consist of twigs and leaf that been arrange such way strong enough to sustain their weight. But what happen at the orangutan rehabilitation center? It will be a different story.
 
Orangutans separated from infants from the orangutan mother and illegally kept, accustomed to living in situations far from natural words. Starting from the diet, habits and other natural behavior becomes very different. Many orangutans in the rehabilitation center of COP Borneo have not been able to make nests and with their natural instincts, have been dulled by human behavior that humanize orangutans.
 
“The orangutan at the rehabilitation center will undergo a series of basic training when one day it will be released, one of which is making a nest,” said Reza Kurniawan, APE Defender captain.
 
One of the methods undertaken by the animal nurses is to provide various leaves and twigs that can be the practice of making nests. The response of orangutans to learn to make nests is very diverse, there is a strange feeling with the leaves and remove the leaves. There are also those who trample the leaves, even eat the leaves and twigs. This situation is not separated from the pattern of previous care.
 
“Orangutans at the rehabilitation center will try to restore their natural instincts before they are prepared for the wild-release program,” Reza explained. Surely this long process, takes months to years, depending on the orangutan intelligence is concerned.
 
“The block 2 COP Borneo enclosure is for infant and adult orangutans. We trained his natural instinct by putting the leaves into the cage with the goal of getting used to the leaves and making nests in their cages, “said Danel, animal keeper coordinator at COP Borneo. This process is done painstakingly by the animal keeper so that when at the forest school of these orangutans can have better instinct to make a nest and go to pre release island.
 
“This is a long process that is not cheap and not easy, but friends here try their best to get both orangutans’ chance to return home.” Reza Kurniawan hopes to be responsible for COP Borneo orangutan rehabilitation center. (Dhea_Orangufriends)

MEMBUAT SARANG DALAM KANDANG
Ini adalah sebuah tulisan yang sangat ambigu bagi banyak orang. Sarang kok di kandang? Sarang ya di pohon, itu baru benar. Itulah faktanya yang dapat dijumpai di pusat rehabilitasi orangutan.

Biasanya, di alam, pada setiap siang dan sore, orangutan akan membuat sarang di pohon. Sarang siang dibuat orangutan untuk istirahat siang, setelah di pagi hari beraktivitas mencari makan. Sementara sarang sore dibuat ketika malam menjelang untuk istirahat yang lebih lama. Sarang terdiri dari ranting dan daun yang ditata sedemikian rupa yang cukup kuat untuk menopang berat badan orangutan tersebut. Namun apa yang terjadi di pusat rehabilitasi orangutan? Itu akan berbeda cerita.

Orangutan yang terpisah sejak bayi dari induk orangutan dan dipelihara secara ilegal, terbiasa hidup dalam situasi jauh dari kata alami. Mulai dari pakan, kebiasaan dan perilaku alami lainnya menjadi sangat berbeda. Banyak orangutan yang berada di pusat rehabilitasi COP Borneo belum bisa membuat sarang dan dengan insting alaminya, telah tumpul karena perilaku manusia yang memanusiakan orangutan.

“Orangutan di pusat rehabilitasi akan menjalani serangkaian pelatihan dasar ketika kelak akan dilepasliarkan, salah satunya adalah membuat sarang.”, ujar Reza Kurniawan, kapten APE Defender.

Salah satu metode yang dilakukan oleh para perawat satwa adalah dengan memberikan aneka daun dan ranting yang bisa menjadi bahan praktek membuat sarang. Respon orangutan belajar membuat sarang sangat beragam, ada yang merasa aneh dengan daun dan membuang daun tersebut. Ada juga yang menginjak-injak daun, memakan bahkan acuh pada daun dan ranting. Situasi ini tidak lepas dari pola perawatan terdahulu.

“Orangutan di pusat rehabilitasi, akan dicoba untuk mengembalikan naluri alaminya sebelum dipersiapkan ke program lepas liar.”, jelas Reza. Tentunya ini proses panjang, memakan waktu bulan hingga tahun, tergantung kecerdasan orangutan yang bersangkutan.

“Kandang blok 2 COP Borneo adalah untuk orangutan yang berusia masih bayi dan remaja. Kami melatih naluri alaminya dengan memasukkan daun ke dalam kandang dengan tujuan mereka terbiasa dengan daun dan membuat sarang di kandangnya.”, ujar Danel, koordinator animal keeper di COP Borneo. Proses ini dilakukan dengan telaten oleh animal keeper agar kelak ketika sekolah hutan para orangutan ini lebih bisa mengasai naluri membuat sarang dan lanjut menuju pulau pra pelepasliaran.

“Ini adalah proses panjang yang tidak murah dan tidak mudah, tapi teman-teman di sini mencoba yang terbaik agar kesempatan kedua orangutan untuk kembali ke rumahnya dapat terwujud.”, harapan Reza Kurniawan sebagai penanggung jawab pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo. (WET)