ART FOR ORANGUTAN: A GOOD LIFE FOR ORANGUTAN

Developments often forget the natural ecosystem. Forest inhabitants are intentionally eliminated for either this reason or from illegal hunting. So, is the life of an animal less valuable than human’s desire to develop? Is a decent life for animals not worth fighting?

For the third time, an art exhibition called Art For Orangutan will be back with topic “A Good Life for Orangutan”. Looking at the problems of a type of the closest species to human that is orangutan, artists are put their knowledge of orangutan problems into two, three, or even four dimensional arts.

Our hope, through the #artfororangutan3 exhibition, is that we will not be stuck in conflicting situations. Instead, we want to rethink the image of orangutans and how they will survive in the future from a different perspective: that orangutans are not only primates but also part of our lives.

Initiated by the Centre for Orangutan Protection (COP) in collaboration with the Gigi Nyala community, the first Art for Orangutan (AFO) was held in February 2015 at the Jogja National Museum, entitled “Life for Umbrella Species”. For a second time, AFO was held in November 2016 at the same place, entitled “Refusing Extinction”. AFO itself is a charity exhibition held to campaign for the protection, rehabilitation and the end of violence against wildlife, especially orangutans. This time, we also want this event to resound through the #artfororangutan3 so we can be reminded that there are other creatures besides humans that have the right to a decent life and that can continue to exist.

GUIDELINES
#artfororangutan3 will be held on February 14-17 2019 at the Jogja National Museum (JNM), Yogyakarta. With the following conditions:
1. The artist or exhibitor should be interested in caring for wildlife and that they should be free to live in the wild.
2. The submitted work has a strong concept that is suitable to the theme. 3. Must follow on Instagram @orangutan_COP and @giginyala.
4. Participants must fill out the form and register online no later than Tuesday, January 15, 2019. (The registration link will not be accessible past that date).
5. A maximum of 3 (three) artworks can be submitted.
6. The registration fee per artwork is Rp. 50.003,- (lima puluh ribu tiga rupiah) for Indonesian artists and $10 USD (ten USD) for foreign artists. Payment must be received by February 5, 2019 and can be made to: BNI Bank account 1377888997 Centre for Orangutan Protection or by PayPal to hardi@orangutan.id / Centre for Orangutan Protection.
7. After making the transfer, please send proof of transfer to email: artfororangutan.tiga@gmail.com with the email subject: Artist Name_Title of Works.
8. The work should then be sent to the following address:

An. Daniek Hendarto (#artfororangutan3)
Camp APE Warrior – Centre for Orangutan Protection (COP)
Jl. Gito Gati, Gondanglegi RT/RW: 01/13, Tegal Weru, Sari Harjo, Ngaglik. Kec. Sleman, Kab. Sleman, Yogyakarta, Indonesia. 55581
Mobile Number: +62-813-2883-7434

9. The artist will get an exhibition certificate #artfororangutan3 in soft file / digital format which will be sent 5 days after the exhibition #artfororangutan3 and get an exhibition catalog which will be sent along with the return of the work.
10. The work submitted can be personal or collective / group work with any media. 11. The cost of shipping and returning artwork will be fully covered by the artist.
12. Packing work must be adjusted to the needs and security of the work. Delivery of works must be through a clear and legal shipping service.
13. Submitted work must be from the last 2 (two) years and never have been included in previous Art For Orangutan exhibitions.
14. The maximum size of 2D (two dimensional) work is 200 cm x 200 cm. The maximum size of 3D (three dimensional) work is H: 200 cm, W: 150 cm and L: 150
15. Copyright for works, oral and written statements given and made by artists is entirely the responsibility of the artist.
16. The committee has the right not to exhibit works received for reasons of politeness and propriety, especially those relating to pornography and racial intolerance. If this happens, #artfororangutan3 committee will notify the artist. The #artfororangutan3 exhibit will be visited by the general public with a variety of ages from children to adults.
17. The international deadline for sending artwork is Monday, January 14, 2019 (postmark). If sent past this date, the #artfororangutan3 committee has the right not to display the work.
18. The #artfororangutan3 committee is responsible for the ongoing process of the exhibition such as unpacking work upon arrival, installing, displaying and packing again.
19. The #artfororangutan3 committee will sell the work provided that the work is indeed allowed by the artist to be sold. 60% of the price will be given to the artist and 40% will be donated to the Center for Orangutan Protection.
20. Consignment of sales of work will continue for 2 weeks after the exhibition takes place. 21. The #artfororangutan3 committee will package and send the artist’s work to the
address that corresponds to the form sent at the cost provided by the artist.
22. Within 40 days after the exhibition is complete, if there is no confirmation from the artist to take or receive their packaged work, the Center for Orangutan Protection will have full rights to the work.
23. If anything else happens to the work and exhibition (force majeure) it will be resolved by deliberation and consensus.
24. More information email : artfororangutan.tiga@gmail.com or Ramadhani (COP) +62 813 4927 1904 / Ervance (Giginyala) +62 857 1580 3439.
Timeline Art For Orangutans # 3 :
- International deadline for delivery (postmark) : Monday, January 14, 2019
– End of registration (online data entered) : Tuesday, January 15 , 2019
– Exhibition of Art for Orangutans # 3 : February 14 -17, 2019
- Return / retrieval of works : Until – 5 April 2019
Registration Form : https://s.id/ArtForOrangutan3

Pembangunan sering sekali melupakan ekosistem alam. Penghuni hutan tersingkir secara sengaja dengan kehilangan rumahnya ataupun karena perburuan liar. Apakah nyawa seekor hewan tidak lebih berharga dibandingkan pembangunan tersebut? Apakah kehidupan tersebut tidak layak diperjuangkan?

Untuk ketiga kalinya, pameran seni rupa Art For Orangutan akan kembali hadir dengan tajuk “A Good Life For Orangutan”. Melihat permasalahan satu jenis individu yang sangat dekat sekali dengan manusia, yaitu orangutan. Bagaimana para pelaku seni memahami permasalahan orangutan dan mencoba menuangkannya dalam bentuk dua dimensi, tiga bahkan empat dimensi.

Tentu saja harapannya, Art For Orangutan tidak hanya terjebak pada situasi konfliktual, melainkan memikirkan kembali, imaji-imaji akan orangutan dan bagaimana keberlangsungannya di kemudian hari melalui perspektif lain. Bahwa orangutan bukan hanya primata, namun bagian dari kehidupan kita dengan ide-ide segar dan di luar kebiasaan.

Digagas oleh Centre for Orangutan (COP) yang bekerjasama dengan komunitas Gigi Nyala, AFO pertama kali pada Pebruari 2015 berjudul “Life for Umbrella Species” di Jogja Nasional Museum. Kali kedua dengan tajuk “Menolak Punah” diselenggarakan pada November 2016 di tempat yang sama. AFO merupakan pameran amal untuk kampanye perlindungan, rehabilitasi dan menghentikan kekerasan terhadap satwa liar, terutama orangutan. Kali ini, dengan tanda pagar, menggemakan #artfororangutan3 agar kita semua tidak lupa bahwa makhluk hidup lain berhak mendapatkan kehidupan layak dengan dijaganya keberlangsungan hidupnya.

PANDUAN
#ArtForOrangutan3 akan dilakukan pada tanggal 14-17 Februari 2019 di Jogja National Museum (JNM), Yogyakarta. Dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Seniman atau peserta pameran memiliki semangat kepedulian terhadap satwa liar, bahwa satwa liar lebih layak dan indah hidup dialam.
2. Karya yang dikirimkan memiliki konsep yang kuat dengan kesesuaian tema.
3. Wajib follow Instagram @orangutan_COP dan @giginyala.
4. Peserta berkewajiban mengisi formulir dan batas akhir pendaftaran secara online paling lambat Senin, 21 Januari 2019. (Melebihi tanggal tersebut secara otomatis link pendaftaran tidak akan bisa diakses/dibuka).
5. Mengirimkan maksimal 3 (tiga) judul karya.
6. Peserta dalam Negeri membayar Rp. 50.003,- (lima puluh ribu tiga rupiah) dan seniman manca Negara membayar USD 10 (sepuluh dollar) untuk satu judul karya. Pembayaran ditransfer ke rekening BNI 1377888997 an. Centre for Orangutan Protection sebelum tanggal 5 Februari 2019.
7. Setelah melakukan transfer harap mengirimkan bukti transfer ke email: artfororangutan.tiga@gmail.com dengan judul email : Nama Peserta_Judul Karya.
8. Karya kemudian dikirimkan ke alamat sebagai berikut :

An. Daniek Hendarto (AFO #3)
Camp APE Warrior – Centre for Orangutan Protection (COP)
Jl. Gito Gati, Dusun Gondanglegi 01/13, Tegal Weru, Sari Harjo, Ngaglik.
Kec. Sleman, Kab. Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55581
No Hp : 0813-2883-7434

9. Peserta akan mendapatkan sertifikat keikutsertaan pameran #artfororangutan3 dalam bentuk softfile/digital yang akan dikirimkan 5 hari pasca pameran #artfororangutan3 dan mendapatkan katalog pameran yang akan diberikan bersamaan dengan pengembalian karya.
10. Karya yang dikirimkan bisa berupa karya personal atau kolektif/kelompok dengan media apapun.
11. Biaya pengiriman dan pengembalian karya sepenuhnya ditanggung oleh peserta.
12. Packing karya disesuaikan dengan kebutuhan dan keamanan karya. Pengiriman karya harus melalui jasa pengirim yang jelas dan legal.
13. Karya yang dikirimkan adalah karya terbaru dalam 2 (dua) tahun terakhir dan belum pernah diikutkan dalam pameran art for orangutan sebelumnya.
14. Ukuran maksimal karya 2D (dua dimensi) dengan ukuran maksimal 200 cm x 200 cm. 3D (tiga dimensi) dengan ukuran maksimal T: 200 cm, L: 150 cm dan P: 150 cm
15. Hak cipta atas karya, pernyataan lisan maupun tertulis yang diberikan dan dibuat oleh seniman adalah sepenuhnya tanggungjawab seniman.
16. Panitia berhak untuk tidak memamerkan karya yang diterima dengan alasan kesopanan dan kepatutan, terutama yang berhubungan dengan pornografi dan SARA. Jika ini terjadi, Panitia #artfororangutan3 akan melakukan konfirmasi kepada peserta. Pameran #artfororangutan3 akan dikunjungi oleh kalangan umum dengan variasi umur dari anak-anak hingga orang dewasa.
17. Batas akhir pengiriman karya adalah pada tanggal Jumat, 25 Januari 2019 (Cap Pos). Jika melebihi tanggal tersebut maka Panitia #artfororangutan3 berhak untuk tidak memamerkan karya tersebut.
18. Panitia #artfororangutan3 bertanggung jawab dalam proses berlangsungnya pameran seperti pembongkaran karya ketika datang, pemasangan, memamerkan dan packing kembali.
19. Panitia #artfororangutan3 akan melakukan penjualan karya dengan ketentuan bahwa karya tersebut memang oleh peserta diperkenankan untuk dijual. Dengan prosentase penjualan karya sebesar 60% dari harga karya yang terjual
menjadi hak seniman dan 40% didonasikan untuk Centre for Orangutan Protection.
20. Melakukan konsinyasi penjualan karya selama 2 minggu setelah pameran berlangsung.
21. Melakukan teknis pengembalian karya peserta ke alamat yang sesuai dengan formulir yang dikirim dengan biaya ditanggung oleh seniman.
22. Jika dalam waktu 40 hari setelah pameran selesai dan tidak ada konfirmasi dari peserta untuk mengambil atau siap menerima paketan karyanya kembali maka karya akan menjadi hak Centre for Orangutan Protection.
23. Jika ada hal lain yang terjadi terhadap karya dan acara pameran (force majeure) maka akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.
24. Informasi lebih lanjut melalui email : artfororangutan.tiga@gmail.com atau Ramadhani (COP) +62 813 4927 1904 / Ervance (Giginyala) +62 857 1580 3439.
Timeline Art For Orangutan #3
- Batas akhir pendaftaran (data online masuk) : Senin, 21 Januari 2019
– Batas akhir pengiriman karya (cap pos)
– Pameran Art for Orangutan #3
– Pengembalian/pengambilan karya:
Jumat, 25 Januari 2019 : 14 – 17 Februari 2019 : Hingga – 5 April 2019
Formulir Pendaftran : https://s.id/ArtForOrangutan3

UNTUNG TURNS TO GO BACK HOME

He is Untung, a lucky orangutan with imperfect fingers who can compete in the COP Borneo pre-release island. In 2011, when Centre for Orangutan Protection took him to the school forest for the first time, he looked scared, his body trembled while hugging the branch of tree. His confidence was lacking. COP staffs patiently accompanied him, talked to him with deep voice, and gently fondled him. On the next forest school, Untung had to grab fruits between branches for his meal. His hunger guided him to reach the banana. From that day onward, we believe that Untung will be back to its habitat one day.

Almost 8 years has passed. Going back and forth inside and outside the cage to teach him that he’d better avoid humans whenever they approaches him with a long pipe. He would then made voices to scare people. And whenever our eyes met, he would looked at us with dislike. Untung is getting wilder.

The pre-release island is surrounded by river and is dominated by the orangutan release candidates. the animal keeper will only stop by to put some foods in the morning and evening, to complement the natural food that is available on the island. Untung’s grumpy attitude was always on to drive away the on-duty animal keepers without exception.

Thankfully, Untung succeeded this stage. Release preparations have also begun.”, explained Jhony, the coordinator of COP Borneo animal keepers in Berau, East Kalimantan. Untung will be one of the second orangutan who had entered a zoo and went to COP Borneo rehabilitation centre to be released. COP Bornea has succeeded with Oki orangutans, the one from Mulawarman University Botanical Garden, Samarinda. Now it is Untung turn! (SAR)

GILIRAN UNTUNG UNTUK KEMBALI KE RUMAH
Dia adalah Untung, orangutan yang beruntung walau dengan jari yang tidak sempurna mampu bersaing di kelas pulau pra rilis orangutan COP Borneo. Untung di tahun 2011 saat Centre for Orangutan Protection mengajaknya pertama kali ke sekolah hutan, Untung terlihat ketakutan, tubuhnya bergetar memeluk dahan. Terlihat rasa percaya dirinya yang sangat porak poranda. Dengan telaten, staf COP menemaninya, berbicara dengan suara rendah dan membelai punggungnya dengan lembut. Saat sekolah hutan berikutnya, Untung harus meraih buah-buahan sebagai makanannya di antara dahan. Rasa laparnya menuntunnya meraih pisang. Saat itulah, kami yakin, kelak Untung akan kembali ke habitatnya.

Hampir delapan tahun berlalu. Bolak balik ke luar kandang mengajarkannya, saat seseorang dengan pipa panjang mendekatinya, sebaiknya dia menghindar. Dia pun akan segera mengeluarkan suara untuk mengusir. Dan saat kita bertatapan, dia pun melihat kita dengan kebencian. Untung semakin meliar.

Pulau pra rilis orangutan adalah sebuah pulau yang dibatasi oleh sungai. Pulau mutlak dikuasai oleh orangutan-orangutan kandidat pelepasliaran. Hanya pada saat pagi dan sore hari, para animal keeper akan berlabuh sesaat di dermaganya untuk meletakkan makan pagi dan sore sebagai tambahan dari makanan yang sudah tersedia secara alami di pulau. Sikap galak Untung pun tanpa terkecuali, dengan galak dia berekspresi, mengusir para animal keeper yang bertugas.

“Syukurlah, Untung berhasil pada tahapan ini. Persiapan untuk pelepasliarannya pun sudah dimulai.”, jelas Jhony, koordinator animal keeper di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, Berau, Kalimantan Timur. Untung akan menjadi orangutan kedua yang pernah di kebun binatang dan masuk pusat rehabilitasi COP Borneo untuk dilepasliarkan. COP Borneo telah berhasil dengan orangutan Oki, orangutan dari Kebun Raya Unviversitas Mulawarman, Samarinda. Kini giliran Untung!

DOZENS OF ORANGUTANS LOST THEIR HABITAT IN CENTRAL KALIMANTAN

The APE Crusader team found another threatened orangutan habitat in Lamandau, Central Kalimantan. Our finding is strengthened by the discovery of orangutan nests in the middle of an area that has clearing permission for oil palm plantations. From the survey of orangutan organizations in 2015, it was estimated that there were 0.23 individuals/km2 along 8,500 meters in the plantation area.

Among the pile of logs and a road that cut through the forested area, the team also found 4 nests that were only 200-500 meters away from the road. “This area is an orangutan habitat! The brutal process of clearing forests into oil palm plantations must be stopped,” said Paulinus Kristanto, Habitat Campaigner of COP.

The Act of Indonesia Republic No. 5 of 1990 concerning Conservation of Natural Resources and Ecosystems in article 21 paragraph 2e reads, “taking, damaging, destroying, trading, storing or possessing eggs and/or nests of protected animals” will be punished with a maximum jail sentence of 5 years and a maximum fine of IDR 100 million. (IND)

PULUHAN ORANGUTAN TERANCAM KEHILANGAN HABITAT DI KALTENG
Tim APE Crusader menemukan satu lagi habitat orangutan yang terancam di kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Habitat orangutan diperkuat dengan penemuan sarang yang berada di tengah ijin perencanaan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Dari hasil survei organisasi orangutan tahun 2015 diperkirakan terdapat 0,23 individu/km2 sepanjang 8.500 meter di areal perkebunan tersebut.

Di antara tumpukan kayu tebangan dan jalan yang membelah kawasan berhutan, tim juga menemukan 4 sarang yang berjarak hanya 200-500 meter. “Kawasan ini merupakan habitat orangutan! Proses pembukaan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit harus dihentikan.”, ujar Paulinus Kristanto, juru kampanye Habitat COP.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dalam pasal 21 ayat (2) e berbunyi, “mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.”, dengan sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dengan paling banyak Rp 100.000.0000,00. (NUS)