TIDY UP THE TREES AROUND THE ORANGUTAN CAGES

The lush trees at the orangutan rehabilitation centre of COP Borneo, Berau, East Kalimantan, make it hard for sunlight to break into orangutan cages. Though sunlight is very necessary in managing air humidity, especially in the enclosure of COP Borneo. Finally, the team scheduled to trim the branches that block the sunlight from reaching the cage.

Jevri and Amir, two animal keepers who are masters in climbing 15 meters high trees at the school forest, were tasked with trimming the branches. With agility, both of them reached the end of the tree and effortlessly cut the sticky branches. After taking care of the twigs of one tree, they headed to another tree. Instead of going down and climb another, they were crossing over through branches as the bridge. Very similar to orangutans, just not swinging. “So that’s why all the forest school students are so good at climbing and moving from one tree to another.”, said drh. Felisitas Flora. Indeed, one of the added values for animal keeper at COP Borneo is being good at climbing.

COP Borneo orangutan rehabilitation center is the one and only rehabilitation centre founded and run by Indonesian young generation. Even most of people who run the rehab centre of COP Borneo are the local people who live in Merasa village, Berau, the nearest village to the centre. You can support the orangutan protection through kitabisa.com/orangindo4orangutan (FLO)

MERAPIKAN POHON DI SEKITAR KANDANG ORANGUTAN
Rimbunnya pepohonan di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, Berau, Kalimantan Timur membuat cahaya matahari sulit menerobos kandang orangutan. Padahal sinar matahari sangat diperlukan agar udara tidak terlalu lembab terutama di kandang orangutan pusat rehabilitasi COP Borneo. Akhirnya, tim mengagendakan untuk memangkas ranting-ranting yang menghalangi sinar matahari sampai ke kandang.

Biasanya, Jevri dan Amir, dua animal keeper yang menjadi andalan dalam memanjat pohon yang tingginya sekitar 15 meter pada saat sekolah hutan berlangsung kali ini bertugas merapikan ranting-ranting. Dengan lincah, keduannya sampai ke ujung pohon dan tanpa kesulitan memotong ranting-ranting yang menjulur. Selesai mengurus ranting di satu pohon, mereka pun menuju ke pohon yang lain. Tidak turun ke tanah malainkan melalui dahan yang menjadi jembatannya. Sangat mirip dengan orangutan, hanya saja tidak berayun. “Wjar saja, siswa sekolah hutan yang diasuh selama ini sangat pandai memanjat dan berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon yang lain.”, ujar drh. Felisitas Flora. Memang, salah satu nilai tambah untuk animal keeper di COP Borneo adalah pandai memanjat.

Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo adalah satu-satunya pusat rehabilitasi yang didirikan dan dijalankan oleh putra-putri Indonesia. Sebagian besar yang menjalankan pusat rehabilitasi bahkan orang lokal yang bertempat tinggal di desa terdekat yaitu desa Merasa, Berau. Kamu pun bisa mendukung perlindungan orangutan melalui kitabisa.com/orangindo4orangutan (FLO)

EVEN STONES ARE ENTERTAINMENTS FOR THE RANGER

Playground does not only belong to children. These well-built but soft-hearted forest guards also love to play. Every forest guard, that usually called as ranger, must obey the agreed rules that one of which is to not bring any smartphones. The rules made in order to focus their attention only on the forest activities. Smartphone can distract the team attention from surroundings through games or music player. “It’s impossible to connect to social media, even telephone network is not available there. “ said Ipeh, a volunteer of APE Guardian team. Then, what will they do on break time?

Creek is rangers’s favorite place to hang, refill water, lunch, coffee break, or even play. Really? Stones around the river are their entertainment. How come? One of them pick 3 stones up then threw it up and catch it in one after another. They were also stacked stones or rock balancing or also known as gravity glue. When break time is up, they will race to throw stones to the pile of rocks at a certain distance. After that, laughter started their afternoon patrol. it’s simple, isnt it?

The rangers are the forest guards who stand on the front line. Because of them, the forest is secured and maintained. Why the forest have to be protected? Today, it’s not only houses or offices that require security but also forests. Guarding a forest is even more difficult, no fences as a border, no signals to communicate if something happens. Rangers keep all the natural wealth in the forest safe. And rangers also need entertainment, like playing stones. Have you ever played stones? If yes, give your comments! (SAR)

BATU PUN MENJADI HIBURAN BAGI RANGER
Dunia bermain tak hanya milik anak-anak. Tak terkecuali para penjaga hutan berbadan tegap namun berhati lembut ini. Setiap penjaga hutan atau ranger harus mematuhi peraturan yang telah disepakati, salah satunya adalah tidak boleh membawa smartphone. Tujuannya adalah agar kita fokus untuk kegiatan di hutan, sebab jika ada smartphone dapat dipastikan akan ada yang bermain game atau mendengarkan musik sehingga mengabaikan keadaan sekitar. “Kalau untuk ber-media sosial itu sih tidak mungkin, signal telepon saja tidak ada.”, ujar Ipeh, relawan tim APE Guardian. Lalu apa yang dilakukan para penjaga hutan saat istirahat?

Anak sungai adalah tempat favorit para ranger untuk beristirahat, mengisi ulang kebutuhan air, tempat makan atau coffee break bahkan bermain. Serius? Batu-batu yang tersebar di sungai adalah hiburan tersendiri buat para ranger. Bagaimana mungkin? Salah satu ranger memungut 3 batu lalu melemparkannya ke atas lalu akan ditangkap dengan bergantian. Ada pula yang mengambil lalu menyusunnya, bahasa kerennya rock balance ada juga yang menyebutnya garvity glue. Setelah waktu istirahat berakhir… mereka akan berebutan mengenai batu yang telah disusun dengan batu dalam jarak tertentu. Selanjutnya gelak tawa pun mengawali patroli siang mereka. Sederhana ya…!

Para ranger adalah para penjaga hutan yang berada di garis depan. Berkat merekalah keamanan hutan terjaga. Kenapa sih hutan harus dijaga? Zaman sekarang, tak hanya perumahan atau perkantoran saja yang memerlukan penjagaan, tapi hutan pun. Bahkan menjaga hutan jauh lebih sulit, tak ada pagar yang mengelilingi, tak ada jaringan telepon yang bisa menembus komunikasi jika terjadi sesuatu, ya pada para ranger lah, kekayaan hutan bisa terjaga. Dan para ranger juga butuh hiburan, yang dengan bermain batu tadi. Kamu pernah bermain batukah? Kalau ya… berikan komentarmu! (IPEH_Orangufriends)

A HUT FULL OF WASTE WAS FOUND IN THE MIDDLE OF PROTECTED FOREST

This morning, two volunteers in the APE Guardian or the orangutan release monitoring team were preparing to enter the forest again. “This time we go earlier”, said Widi, one of the volunteer. This is the tenth-day orangutan Novi and Leci are released into their habitat. “Actually, if we meet the orangutans, we still haven’t determined how to react, whether we run away or dare to observe them”, added Widi.

Widi is a volunteer who participates in the release of orangutans in Berau, East Kalimantan. Just being physically strong isn’t enough to be a volunteer. They also must have strong mentally, especially in the forest where there is no electricity, telephone signal, and no internet.

After walking for 2 hours going up and down deep into the forest, the team found plastic trash. “One… two… and more and many more! Then we found a hut in a protected forest! This is crazy! Humans left all of their trashes here!” said Widi in anger. Plastics of instant noodles, cigarettes, snacks, flour are scattered everywhere. Even some clothes are left behind. Bottles of herbal drink are also laying in a big amount. (IND)

PONDOK PENUH SAMPAH DI TENGAH HUTAN LINDUNG
Pagi ini seperti pagi kemarin. Kedua relawan tim APE Guardian atau tim monitoring pelepasliaran orangutan sudah bersiap masuk hutan kembali. “Kali ini lebih pagi.”, ujar Widi. Ini adalah hari kesepuluh orangutan Novi dan Leci dilepasliarkan ke habitatnya. Sudah sepuluh hari juga kami belum berjumpa dengan mereka lagi. “Sesungguhnya, kalau berjumpa juga kami masih belum menentukan sikap, apakah berlari menjauh atau memberanikan diri mengamati mereka.”, tambah Widi lagi.

Widi adalah relawan yang mengajukan diri untuk ikut pelepasliaran orangutan di Berau, Kalimantan Timur. Fisik saja tidak cukup katanya untuk menjadi seorang relawan. Apalagi di hutan yang tidak ada signal telepon konon internet. Sudah pasti mental kudu kuat. Tapi itu pula yang membuat hari ini penuh kemarahan, berhari-hari tinggal di hutan harus bertemu jejak manusia yang bernama sampah .

Setelah berjalan selama 2 jam dengan medan yang naik turun, tim menemukan sampah plastik. “Satu… dua… dan semakin banyak! Dan sebuah pondok di hutan lindung! Gila… manusia meninggalkan jejak dengan sampahnya!”, geram Widi. Plastik mi instan, rokok, cemilan, tepung tercecer dimana-mana, bahkan bekas pakaian sengaja dibiarkan tertinggal dengan jumlah yang tidak sedikit. Sisa-sisa botol minuman jamu pun tergeletak begitu saja. (WIDI_Orangufriends)