HEWAN DOMESTIK DI KAMPUNG MERASA, APAKABAR?

Paramedis Bornean Orangutan Rescue Alliance (BORA) sore ini telah mempersiapkan diri untuk ke Kampung Merasa, Berau yang merupakan kampung terdekat dengan pusat rehabilitasi yang dikelolah COP. Dokter hewan Yudi dan paramedis Tata menyampaikan sosialisasi penanganan dan pengobatan hewan domestik yang sempat terlaksana di kampung sekitar dua tahun lalu dan terhenti sejak pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia.

Tim medis menyampaikan bahwa pelayanan ini tanpa dipungut biaya alias gratis. Pelayanan meliputi pemeriksaan dan penanganan terhadap hewan domestik yang sakit. Selain hewan domestik seperti anjing dan kuncing, pelayanan akan dilakukan terhadap hewan ternak juga. Namun pelayanan tidak dapat dilakukan setiap hari karena keterbatasan jumlah tim medis. Rencananya akan dilaksanakan dua kali dalam satu bulan yaitu pada hari Sabtu dan Minggu. Jadwal ini juga menyesuaikan jadwal tim medis. Sementara untuk kasus gawat darurat, apabila memungkinkan bisa langsung menghubungi BORA dan akans egera ditangani. Kategori kasus gawat darurat seperti kecelakaan dan mengakibatkan hewan terluka parah dan hewan yang sedang melahirkan namun anak hewan tidak segera keluar.

Masing-masing RT di Kampung Merasa telah disebarkan formulir untuk pendataan awal jumlah dan jenis hewan yang ada di kampung. Selain itu, telah dibagikan juga logbook di ketua RT masing-masing. Logbook ini berguna sebagai buku pendaftaran, bagi warga kampung yang mempunyai hewan sakit bisa menulis di logbook ini. Tim medis pelaksana akan melayani berdasarkan data yang ada di logbook.

“Semoga hadirnya tim medis BORA di Kampung Merasa bisa membantu hewan peliharaan yang membutuhkan bantuan”, kata drh. Yudi Ardianto optimis. (TAT)

ULAH ORANGUTAN BERANI DI SEKOLAH HUTAN

Orangutan bernama Berani adalah orangutan remaja yang berumur 7-8 tahun berada di Pusat Rehabilitasi BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Di sekolah hutan, Berani cukup berbeda dengan yang lainnya. Ketika pagi hari berada di sekolah hutan, Berani biasanya belum ingin beraktivitas di atas pohon untuk mencari makan dan bermain gelantungan di tali akar. Berani lebih senang menarik orangutan yang lain untuk bermain gulat-gulatan, gigit-gigitan di tanah hingga ia puas.

Menjelang siang, saatnya balik ke kandang. “Yuk pulang… pulang”, ajak perawat satwa. Kalau orangutan lain langsung menuju ke perawat satwa dan langsung naik ke pundak untuk digendong. “Hemmm di sinilah Berani pelan-pelan naik ke atas pohon, mulai menjauh dari perawat satwa dan memanjat pohon yang tinggi sekitar 15-20 meter dengan asiknya. Berani juga bergelantungan di tali akar sambil melihat ke bawah”, cerita Linau, kordinator perawat satwa BORA.

Perawat satwa terus memanggil turun sambil memancingnya dengan buahmaupun susu tetapi Berani tidak menghiraukan itu. Hingga waktu terus berlalu, bahkan perawat satwa harus saling bergantian menuju kamp untuk makan siang dan kembali lagi ke lokasi sekolah hutan dimana Berani masih asik bergelantungan.

Hari sudah sore, hujan pun mulai turun. Berbagai cara sudah diupayakan untuk mengajak Berani turun. Seluruh perawat satwa hingga paramedis sudah basah karena hujan namun tetap semangat. “Alamat bermalam di sekolah hutan nih kalau Berani tak juga turun”, gumam perawat satwa Stefen. Sekolah hutan sudah semakin gelap dan dengan santainya Berani turun. Perawat satwa hanya bisa geleng-geleng kepala, antara gemes dan lega. “Wahhh… parah banget nih Berani. Senengnya ngerjain perawat satwanya”. (NAU)

UPAYA PENERTIBAN BERUJUNG PADA KEMATIAN CANON

Media sosial diramaikan dengan video penangkapan hewan anjing bernama “Canon” oleh Satpol PP di Aceh. Dalam video itu, sejumlah petugas Satpol PP terlihat berusaha menangkap anjing berwarna hitam dengan menggunakan kayu. Aksi tersebut menuai banyak protes dari jagad dunia maya. Tidak sedikit yang marah dan balik mengecam oknum Satpol PP tersebut. Canon juga dimasukkan ke dalam kotak kayu, dilakban dan diberi sedikit lubang kemudian ditutup terpal. Diduga tata cara evakuasi anjing ini malah menyebabkan hewan cerdas ini meninggal dunia.

Terlepas dari kasus tersebut, sebelumnya Camat Pulau Banyak, Mukhlis menyatakan bahwa pihaknya telah memberikan surat pemberitahuan terhadap pihak Kimo Resort. Ia menjelaskan kegiatan penertiban ini dilakukan karena mendapat laporan bahwa Canon diduga telah membuat beberapa wisatawan resah karena kehadirannya. Bahkan disebutkan bahwa Canon pernah menggigit wisatawan di sana.

Sejak tahun 2010, tim APE Warrior COP telah melakukan penanganan satwa pada situasi bencana. Walaupun kematian satwa akibat bencana menjadi hal wajar dan bagian seleksi alam. Namun, menjadi catatan penting ketika proses penanganan baik itu seperti evakuasi/penyelamatan maupun perawatan langsung tetap mengutamakan animal welfare (kesejahteraan satwa). Memang dalam situasi yang bisa mengancam keselamatan diri sendiri, kita dituntut untuk menangani satwa dengan cepat dan tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Tapi untuk kasus kematian Canon ini seharusnya bisa diantisipasi lebih awal, karena situasinya berbeda jauh dari kondisi darurat. Penanganannya pun bisa lebih dipersiapkan dengan matang.

“Upaya penertiban apalagi ada dugaan kekerasan, semoga tidak akan terjadi lagi pada hewan peliharaan maupun satwa liar lainnya, kerena mereka juga termasuk makhluk hidup. Turut berduka untuk Canon”, ucap Satria Wardhana, kapten APE Warrior prihatin. (SAT)