EVALUASI TIGA BULAN MICHELLE DI PULAU ORANGUTAN

Hi Michelle… apakabar mu? Michelle adalah orangutan yang sangat manja. Michelle dinilai sangat tergantung dengan manusia saat dia berada di sekolah hutan. Kedekatannya dengan manusia tidak terlepas dari perilaku perawat satwa yang merawatnya saat di kebun binatang dulu. Perlakuan perawatnya yang menganggapnya seperti anaknya sendiri benar-benar membuat tim APE Defender yang merawat Michelle di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo kewalahan. Michelle terkenal sangat manja.

Juli 2019 yang lalu, Michelle menjadi penghuni pulau pra-rilis COP Borneo. Michelle menjadi satu-satunya orangutan betina kandidat pelepasliaran pusat rehabilitasi yang berada di Berau, Kalimantan Timur ini. Karena selama dua tahun terakhir ini, COP Borneo hanya melepasliarkan kembali orangutan jantan. Namun sayang, hasil evaluasi Michelle tidak begitu baik.

Patroli tengah malam yang dilakukan tim pos pantau COP Borneo beberapa kali memergoki Michelle tidur di gresik pulau, bukan di atas pohon selayaknya orangutan liar yang selalu membuat sarang di sore hari untuk tidurnya. Usaha tim APE Defender dengan membuatkan sarang di pohon dan mengusirnya dari gresik untuk masuk ke dalam pulau yang penuh dengan pohon juga tidak begitu berhasil. 

Hingga datanglah musim hujan. Evaluasi tiga bulanan untuk Michelle pun keluar. Selama tiga bulan Michelle tak juga membuat sarang. Kebiasaan tidur di gresik membahayakannya, karena sungai bisa sewaktu-waktu naik dan menyapu gresik. Michelle pun ditarik kembali ke kandang karantina. 

ALOUISE KEMBALI KEPANGKUAN IBUNYA (2)

Satu minggu bersama Septi, mengembalikan rasa percaya diri Alouise. Alouise sesekali terlihat melepaskan pelukannya dari Septi untuk mengambil makanan hutan. Mulai dari menggigiti kambium kayu bahkan merasakan dedaunan yang ada. Septi, orangutan betina yang sudah terlalu lama dipelihara manusia. Sifat liarnya, nyaris tak pernah muncul. Namun saat Alouise didekati orangutan kecil lainnya, Septi langsung muncul dan melindunginya. Sesekali, perawat satwa pun melakukan itu, mencoba menarik Alouise, Septi dengan cepat memeluk Alouise. 

Ketergantungan Septi dan Alouise, membuat lega para perawat satwa di COP Borneo. Lebih-lebih, saat Alouise menjadi contoh untuk orangutan-orangutan kecil lainnya yang berada di kelas sekolah hutan. Memanjat, berpindah pohon, bahkan mencoba membuat sarang sementara. Mungkin ingatan kehidupan dengan induknya masih sangat melekat dan menjadi kebiasaannya. Entah apa yang terjadi hingga Alouise harus berpisah dengan induknya. Dan kenangan buruk apa yang tertinggal padanya, hingga Alouise sangat takut pada manusia. Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, adalah daerah yang telah dibuka untuk perkebunan kelapa sawit besar-besaran. Bahkan, kematian induk orangutan pada 23 Juli 2011 yang melibatkan pegawai PT Sabantara Rawi Sentosa (Lewis dan Tadeus) telah dijatuhi pidana penjara 8 bulan dan denda Rp 25.000.000,00 subsider pidana kurungan 2 bulan (9 Mei 2012) oleh Pengadilan Negeri Sangatta. Saat itu induk orangutan tewas dan anaknya masih bisa diselamatkan, di tempat yang sama terdapat satu anak orangutan juga yang telah ditempatkan dalam kandang kayu.

Alouise menjadi harapan di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo. “Jika tubuhnya sudah semakin kuat, dia pasti akan menjadi kandidat terbaik untuk pelepasliaran orangutan.”, ujar Reza Kurniawan, pengamat antropologi primata Centre for Orangutan Protection. 

Tapi harapan itu pupus sudah. 13 Oktober 2019 yang lalu, Alouise ditemukan dalam keadaan telentang mati di kandang. Ada titik bekas sengatan di bagian penisnya. Pada sekitaran titik sengatan, terdapat reaksi lokal yang menyebabkan pembengkakan disekitar perut bagian bawah hingga anusnya. 

Selamat kembali ke pangkuan ibumu, Alouise. Memanjatlah yang tinggi tanpa menghiraukan kami lagi. Abaikan panggilan kami untuk kembali ke kandang saat sore menjelang. Peluklah ibumu dan bermainlah di pohon pilihanmu.

 

ALOUISE KEMBALI KEPANGKUAN IBUNYA (1)

Alouise, orangutan yang melalui perjalanan darat selama empat jam dari kampung Nehas Liah Bing, kecamatan Muara Wahau, kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur ke Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo ini merupakan bayi orangutan berjenis kelamin jantan. 9 Maret 2019 yang lalu, Alouise mulai menjalani masa karantina dan pemeriksaan medis. Tubuh mungilnya mengingatkan kami pada Popi, bayi orangutan betina yang ada di COP Borneo dengan pusar yang masih memerah, sepertinya tali pusarnya baru saja lepas (pupak_bahasa Jawa). Perasaan kawatir menghantui kami, merawat bayi orangutan bukanlah hal yang mudah, ditambah tubuh Alouise yang terlihat ringkih sekali.

Hari berganti, Minggu berlalu dan Bulan semakin menyakinkan kami, Alouise bukan bayi orangutan biasa. Usahanya menumpuk-numpuk ranting dan dedaunan yang kami berikan persis seperti orangutan mulai membangun sarangnya. Mungkin, ingatannya pada ibunya masih melekat kuat. Sikap liarnya muncul sesaat saja, saat masa karantinanya berlalu dan Alouise berkesempatan ke sekolah hutan. Alouise, memanjat pohonnya, tanpa menoleh ke bawah, dan berhenti di ketinggian 20 meter. Panggilan tak dihiraukannya, terus di atas bahkan hingga matahari mulai condong ke barat. Iming-iming susu tak cukup menurunkannya dari pohon.

Tak seorang pun yang tak pernah digigitnya. Gigitan adalah salah satu cara orangutan kecil mempertahankan diri. Tak satu orangutan pun bisa berdekatan dengan nya. Hingga pada satu kesempatan, Septi, orangutan betina remaja menjadi tempat Alouise berlindung. Alouise benar-benar merasa nyaman bersama Septi. Begitu pula sebaliknya, Septi terlihat sangat melindungi Alouise.