CINTA KEEPER PADA ORANGUTAN DI BORA

Rasa cinta kepada orangutan benar-benar dialami kita, seorang animal keeper. Saya, Fhajrul Karim yang telah menjadi animal keeper selama 11 bulan di BORA, sehari pun tak pernah luput melihat tingkah oranguta yang lucu dan menggemaskan. Respon malu dan pamer terhadap keeper yang disenangi terlihat jelas bagi orangutan yang sudah masuk usia remaja, itulah yang ada pada diri Bonti, Jojo, dan Mary. Lirikan mata dan ekspresi mereka setiap berjumpa tak bisa terlupakan.

Bonti yang di saat senang selalu memamerkan kemampuan memanjat dan bergulatnya, baik itu ketika di kandang maupun di saat sekolah hutan. Lalu ada Mary yang senang sekali menunjukkan kemampuan menumpuk-numpuk daun untuk membuat sarang terbaiknya kepada keeper. Sedangkan Jojo lebih cenderung memamerkan kemampuannya melilit akar dengan simpul, sering ditunjukkannya. Terkadang Jojo juga memperlihatkan kemampuannya menggunakan alat untuk mendapatkan perhatian keeper. Tentu saja interaksi ketiga orangutan ini berhasil membuat para keeper merasa sayang terhadap mereka bertiga.

Melihat orangutan berhasil meningkatkan kemampuan serta pengetahuan alaminya merupakan suatu kebanggan besar bagi keeper. Sama halnya seperti orangtua melihat anaknya tumbuh besar menjadi sosok yang mandiri di kehidupannya. Kebanggan yang dirasakan orangtua tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan keeper setiap melihat orangutan tersayangnya.

Topik bercerita membanggakan adanya peningkatan kemampuan orangutan di kandang dan di sekolah hutan sering dilontarkan ketika selesai bekerja. Tidak hanya itu saja, rasa ingin mengetahui kabar orangutan di saat libur kerja pun menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh keeper untuk didengar. Rasa cinta inilah yang menjadi penyemangat keeper tetap terus menjalankan rutinitas di pusat rehabilitasi BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance). Harapan keeper ingin melihat Bonti, Jojo, dan Mary merasakan kembali atmosfer hutan yaitu tempat habitat yang tepat ketika rilis nanti. (JUN)

APE CRUSADER SCHOOL VISIT DI SDN 09 MUARA WAHAU

“Kalau berjumpa dengan orangutan, adik-adik harus bagaimana?”, begitu drh. Theresia Tineti menanyakan kembali apa yang harus dilakukan saat anak-anak sekolah atau pun mengetahui keberadaan orangutan di sekitar mereka. “Lapor Bu dokter, ada orangutan besar di bla-bla-bla”.

Masih ingat orangutan Vivy yang diselamatkan di sekitar pemukiman dan ladang dimana lokasi tersebut di kelilingi perkebunan kelapa sawit. Saat itu tim menemukan beberapa sarang yang dibuatnya, dan ketika tim APE Crusader menaikkan drone di lokasi tersebut, kemungkinan orangutan ini berasal dari jembatan 1 Wahau yang mana masih dijumpai sedikit hutan sekunder dan kebun buah warga. Informasi dari warga juga, orangutan tersebut sempat ditembak dengan senapan angin karena merusak tanaman warga.

“Jangan disakiti ya…”, peringatan dari dokter hewan Tere lagi. “Yuk yang sayang orangutan jadi Dokter Hewan atau bisa jadi Biologist, jadi Forester, Animal Keeper atau Ranger”, ajak Tere lagi sambil memperkenalkan profesi yang relevan dengan kegiatan konservasi. 52 siswa SDN 09 Muara Wahau pun mengikuti kegiatan School Visit dari Centre for Orangutan Protection dengan antusias, kondusif, dan interaktif. Kelak, anak-anak inilah yang akan melanjutkan kerja konservasi hari ini. (YUS)

ORANGUFRIENDS MEDAN DI MADRASAH ALIYAH FARHAN SYARIF

“Tepuk Orangutan”, seru Orangufriends Medan yang melakukan kunjungan sekolah di Madrasah Aliyah Swasta Farhan Syarif Hidayah, Sei Semayang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara. Aulia merupakan alumni COP School Batch 14 mengajak 80 siswa dari kelas 10 dan 12 untuk mengenal Centre for Orangutan Protection (COP) dan konservasi orangutan.

Materi berat yang dikemas ringan tentang Biologi orangutan dan berbagai profesi yang dibutuhkan dalam dunia konservasi pun menjadi wawasan baru bagi para siswa dan guru yang hadir. Tentu saja permainan “Pemburu dan Penebang” bukanlah profesi yang disarankan. Tepatnya bagaimana itu menjadi ancaman atas keberadaan orangutan. Suasana di luar ruangan itu pun mendadak meriah khas anak remaja menuju dewasa. Mereka pun berani berpendapat tentang makna filosofi dari permainan yang baru saja mereka mainkan.

Untuk Orangufriends (relawan orangutan) ini adalah cara mereka berlatih public speaking. Tidak mudah ternyata berbicara di depan orang banyak, sekali pun itu mereka yang hanya terpaut bebera tahun. Ada guru yang mengawasi juga sempat buat grogi. Tapi bikin nagih, kapan lagi punya kesempatan berperan dalam dunia konservasi orangutan. Selanjutnya Orangufriends Medan menyampaikan surat permohonan untuk melakukan kegiatan School Visit ke SDIT Plus Az-zahra Stabat dan SMPN 1 Stabat. Semoga kedua sekolahan tersebut juga membuka pintu untuk kami. (BUK)