CERITA YANG TERSISA DARI ART FOR ORANGUTAN (2)

Semangat… semangat… panitia Art For Orangutan 2016 mulai memasang karya. Dengan bermodal petunjuk dari seniman yang mengirim karya tersebut, beberapa karya berhasil dipasang. Namun tak jarang, karya dikirim tanpa petunjuk, sampai akhirnya, panitia menghubungi kembali seniman untuk menanyakannya.

Di sinilah, awal cerita lucu itu mampir. Saat pameran berlangsung, seniman yang mengirimkan karya pada berdatangan dari Jakarta, Ciamis, Bali dan Yogyakarta melihat karya mereka dipajang. Ada satu orang yang lama sekali berada di depan sebuah lukisan. Orangufriends (kelompok pendukung Centre for Orangutan Protection) yang saat itu bertugas menghampirinya. Cerita punya cerita, ternyata itu adalah karyanya. Dan karyanya dipasang terbalik. Glodak!!! Spontan orangufriends meminta maaf atas kesalahan pemasangan. Namun karena pameran sedang berlangsung dan banyaknya pengunjung, kesalahan pemasangan tidak dapat langsung diperbaiki. Panitia pun berjanji untuk memperbaiki seusai acara hari kedua pameran. Malam itu, panitia belajar tentang sebuah karya abstrak. Mungkin AFO berikutnya, seniman wajib mengirimkan posisi karya saat dipasang.

Beberapa panitia tidur di ruang pameran. Pagi ini kebetulan Ramadhani, direktur operasional COP yang bertugas. Sembari olahraga dengan menyapu ruangan, Dhani begitu sapaan sehari-harinya melihat seorang bapak-bapak yang masuk ke ruangan pameran. Mungkin sekitar 50-60 tahun, kakek mungkin tepatnya. Siapakah kakek ini?

Owh, ternyata dia jauh-jauh dari Jawa Barat ke Yogya untuk melihat pameran ini. Tepatnya melihat karya nya berada di pameran Art For Orangutan 2. Ini adalah keikutsertaannya yang kedua kalinya. Karya seni memang menabrak ruang usia. Peduli pada orangutan Indonesia? Ngak cuman seniman muda donk… Usai berkeliling, si kakek pun pamit pulang, mengejar bis siang ke Ciamis.

Siang itu, muncul ibu-ibu paruh baya di ruangan pameran. Dari logat bicaranya, sepertinya orang Jakarta. Wah… pameran Art For Orangutan memang punya magnet tersendiri. Tapi kenapa si cucu yang menemaninya terlihat bingung? O… o… ternyata… si ibu dulunya kuliah di ISI Yogyakarta. Ruang pameran yang digunakan AFO adalah ruang kuliahnya dulu. Si ibu pun bernostalgia. Sementara ruang kuliah Seni Rupa sendiri sudah lama pindah ke gedung yang berbeda.

Sore ini terlihat lebih semarak. Serombongan perempuan cantik masuk ke ruangan pameran. Apa yang menarik? Ternyata karya mereka terpajang di sisi dinding pameran AFO. Ada satu temannya yang terlihat dibully. Ha… ha… ha… dia menghargai karyanya dengan harga yang menurut temannya mahal sekali.

Diiringi musik sayup-sayup, masuk satu keluarga ke dalam ruang pameran. Perempuan dengan rambut panjang menunjuk satu karya pada bapaknya. Owh, karya yang halus sekali. Mereka sekeluarga, datang dari Jakarta untuk melihat karya putrinya dipamerkan.

Art For Orangutan adalah pameran yang muncul dari ekspresi kepedulian seniman pada lingkungannya terutama orangutan. Ancaman orangutan dituangkan pada sebuah karya seni tanpa batas. Seperti karya multi dimensi senapan angin yang dikirimkan. Tak sebatas usia dewasa saja, namun kunjungan anak SD pun menjadi paham setelah melihat hasil karya lintas usia, budaya dan agama dari Art For Orangutan. (bersambung).

POPI, ORANGUTAN PALING KECIL DI COP BORNEO

Popi namanya. Dia adalah orangutan paling muda di COP Borneo. Popi masih tinggal di klinik dan kandang karantina pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, terpisah dengan bayi orangutan lainnya. Pemisahan ini agar Popi mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

Wety dan drh. Rian Winardi adalah orang yang selalu mengontrol kondisi Popi setiap saat. Kontrol pakan, kebersihan kandang, susu dan kebutuhan lainnya dikerjakan secara intensif oleh mereka berdua.

Sesekali, Popi dibawa ke sekolah hutan dan belajar bersama Owi, Bonti dan Happi di program sekolah hutan. Prestasi terbaik Popi ada pada tanggal 10 Juni 2017. Dimana Popi memanjat pohon sampai pada ketinggian 25-30 meter. Popi memanjat pohon dengan memanfaatkan akar dan ranting kecil yang menempel di pohon.

Popi juga sempat terpantau meminum air hujan yang terjebak di lubang pohon dan sesekali mengambil daun untuk dimakan. “Sebelumnya Popi kalau sekolah hutan, memanjat pohon namun tidak terlalu tinggi. Kalau memanjat pun, dia tidak berani turun, hingga para animal keeeper terpaksa memanjat pohon tersebut dan menggendongnya turun. Hari ini, Popi luar biasa. Dia memanjat pohon yang tinggi dan turun sendiri, tanpa bantuan siapa pun.”, ujar Wety Rupiana, baby sister Popi dengan haru. (NIK)

SELAMAT BERGABUNG DI COP BORNEO, RIAN

Empat tahun lamanya Rian membantu kegiatan COP sebagai orangufriends (relawan orangutan). Dari pulau Dewata, Rian melakukan aksi tunggal menolak kekejaman perkebunan kelapa sawit pada orangutan Indonesia. Edukasi ke sekolah-sekolah di pulau Bali pun dia lakukan. Berlatar belakang pendidikan kedokteran hewan Udayana, drh. Rian Winardi akhirnya bergabung di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo sejak April 2017.

Kesehatan orangutan di pusat rehabilitasi ini akan menjadi fokus Rian. Pemberian nutrisi dan tambahan susu formula untuk bayi orangutan dengan pemeriksaan berkala akan memantau tumbuh kembang orangutan Bonti, Owi, Happi dan Popi.

Pada kesempatan ini, Popi dipasang microchip, sebagai tanda pengenalnya. Ya, ini adalah pengalaman pertamanya. Banyak hal dari teori yang tidak pernah dipraktekkan di lapangan. Tapi lebih banyak lagi ilmu yang bertebaran tanpa teorinya.

“Ini adalah tantangan besar buat saya. Melepasliarkan kembali orangutan yang saat ini berada di COP Borneo adalah mimpi saya.”, ujar Rian dengan semangat. Tahun 2017 adalah tahun kebebasan untuk orangutan-orangutan COP Borneo yang sudah siap dilepasliarkan. Dalam waktu dekat ini ada dua orangutan yang akan kembali ke habitatnya. Dukungan anda semua sangat kami butuhkan. Hubungi email COP di info@orangutanprotection.com

 

 

 

 


Terimakasih para pendukung, donatur dan adopter orangutan COP Borneo.