Satu orangutan dari Tapanuli Selatan masuk ke Sumatran Rescue Alliance (SRA). Orangutan berjenis kelamin betina ini memasuki usia dewasa namun sayang memiliki tubuh yang kurus. Kondisi malnutrisinya teramati menjadi penyebab tidak aktifnya dia selama diperjalanan bahkan di awal kehadirannya di SRA. Ini diperparah dengan diare yang dideritanya.
Orangutan Tapanuli adalah spesies orangutan baru, yang secara resmi dipublikasikan pada November 2017. Bahkan tim di SRA tak seorang pun pernah melihatnya secara langsung. “Sesungguhnya kami tidak pernah berharap ada orangutan tapanuli masuk pusat rehabilitasi kami. Ini membuat kami prihatin, apalagi melihat kondisinya yang malnutrisi serta stres”, ujar Ahmad Nabil, biologist SRA dengan sedih.
Pengamatan prilaku di awal kedatangan, orangutan terlihat berkeliling kandang dan berputar-putar cukup banyak. Sembari menggelantung, dia melakukan kiss squek cukup sering karena banyaknya orang yang memperhatikannya, hal ini membuat tim medis di SRA kesulitan saat melakukan treatment. Untungnya, orangutan tersebut memiliki nafsu makan yang mulai membaik. Tapi tidak dengan dedaunan dan jenis sayur yang tim berikan, dia bahkan tidak menyentuhnya. Buah-buahan saja yang dihabiskannya.
Penanganan konflik satwa liar memang menjadi perhatian utama tim APE Sentinal di Sumatra. “Dalam satu bulan ini saja, tim mendapatkan dua laporan konflik orangutan dan sempat menjadi viral di media sosial. Belum lagi laporan konflik dengan jenis satwa liar lainnya”, jelas Netu Damayanti dari tim APE Sentinel COP. Memasuki tahun ketiganya Centre for Orangutan Protection di Medan secara khusus, tim berharap kasus konflik satwa dan manusia tidak sampai berakibat fatal yang berujung pada kematian. (BIL)
