ORDO HYMENOPTERA SEBAGAI ANCAMAN ORANGUTAN

Serangga dapat menjadi salah satu potensi ancaman bagi orangutan yang seringkali tidak disadari. Dari banyaknya serangga, Hymenoptera (semut, lebah, dan tawon) menjadi ordo yang memiliki jenis serangga dengan sengat terbanyak. Beberapa spesies dalam ordo ini memiliki ovipositor (organ reproduksi betina) yang termodifikasi, yang juga dapat berfungsi sebagai penyengat. Mengingat pentingnya peran pulau pra-pelepasliran orangutan sebagai tempat orangutan berlatih untuk bertahan hidup, tim APE Defender melakukan identifikasi ancaman.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan dua metode, yaitu active capture dan pemasangan trap/perangkap. Metode active dilakukan dengan cara menjelajahi seluruh bagian pulau sembari menangkap serangga target dengan jaring. Sedangkan metode pemasangan perangkapnya dibuat seperti lubang dengan cairan alkohol, detergen dan air madu sebagai pemikat . Dan Bait traps yaitu perangkap yang dipasangkan di batang dan ranting pohon dengan pancingan berupa wet food kucing, air madu, dan alkohol. Pemasangan kedua perangkap dilakukan secara purposive sampling diktat dari potensi ditemukannya serangga seperti dekat gundukan tanah, lubang pohon dan pohon lapuk. Data-data yang diamati yaitu jenis serangga dari ordo Hymenoptera.

Hasilnya, 13 jenis serangga dari ordo Hymenoptera teridentifikasi. Hymenoptera yang ditemukan didominasi oleh genus Apidae dan vespidae. Kedua genus ini termasuk jais dengan sengat yang dapat membahayakan jika tersengat dalam jumlah besar.

Keberadaan serangga di dalam pulau dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan kondisi lingkungan yang ada. Ketika pengambilan data, pohon Klenovia hospita dan Leea sp. Sedang berbunga, terdapat lebah genus Apidae yang beterbangan dis ekitarnya. Selain itu, juga ditemukan sarang tawon di tanah. Family vespidae, crabonidae dan halictidae menyukai tanah yang cenderung berpasir untuk membuat sarang.

Keberadaan ordo Hymenoptera memang dapat menjadi potensi ancaman bagi orangutan. Namun peran ordo ini sebagai polinator alami membantu proses penyerbukan tumbuhan yang ada di dalam pohon, sehingga dapat beregenerasi dan menjadi pakan bagi orangutan. (RRA)

EDUKASI KONSERVASI ORANGUTAN HADIR DI SMAN 5 SAMARINDA

Pada 23 September yang lalu, Tim APE Crusader bersama SKW 2 BKSDA Kalimantan Timur serta Orangufriends Samarinda melaksanakan kegiatan School Visit di SMAN 5 Samarinda. Tujuannya adalah untuk mengedukasi para pelajar mengenai pentingnya konservasi orangutan serta mengampanyekan upaya pelestarian satwa yang semakin terancam punah ini. Sebanyak 40 siswa hadir, ada tips untuk generasi muda mengambil peran menjaga kelestarian alam.
Menariknya, Orangufriends Samarinda yang merupakan relawan orangutan mengajak siswa bermain permainan edukatif. Aktivitas ini membuat pembelajaran terasa menyenangkan dan interaktif. Tawa dan semangat siswa memenuhi ruangan, menandakan pesan konservasi tersampaikan dengan cara yang hangat. Yang mengejutkan, beberapa siswa mengungkapkan ketertarikan mereka untuk terjun ke dunia konservasi. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa edukasi sejak dini dapat menumbuhkan kesadaran, rasa memiliki, serta keinginan untuk ikut berperan dalam menjaga lingkungan.
Melalui kegiatan ini, diharapkan kesadaran siswa SMAN 5 Samarinda akan semakin tumbuh bahwa menjaga orangutan berarti menjaga hutan dan kehidupan itu sendiri. Perubahan besar selalu berawal dari langkah kecil, dan hari itu, langkah dimulai bersama APE Crusader. (WIB)

JEJAK ORANGUTAN DAN BERANG-BERANG DI MUARA SUNGAI MENYUK

Pada pertengahan September, tim APE Guardian COP melakukan patroli menuju salah satu ladang masyarakat. Ladang itu dilaporkan mengalami interaksi negatif dengan orangutan. Pemilik ladang menceritakan bahwa dua hari sebelumnya terdengar suara patahan ranting di sekitar lokasi, meskipun orangutan tidak terlihat langsung. Dari penelusuran ditemui ranting yang patah, “Sepertinya benar, ini bekas lintasan orangutan”, ujar Igo, ranger APE Guardian. Dedi menambahkan bahwa di tanah juga terlihat jejak yang kuat mengarah ke ladang. Meskipun orangutan tidak terlihat saat patroli, tapi temuan ini menjadi bukti bahwa satwa tersebut sempat melintas di sekitar area ladang.
Setelah melakukan pemeriksaan, tim melanjutkan kepitan dengan mencari pakis di sekitar hutan untuk dijadikan sayur. Suasana patroli hari itu cukup tenang, memberi kesempatan tim memanfaatkan hasil hutan secara sederhana sambil tetap menjaga kewaspadaan.
Keesokan harinya, tim melanjutkan patroli, kali ini menuju pondok milik Pak Nisa. Minggu sebelumnya, ladangnya sempat kedatangan orangutan, sehingga tim kembali melakukan pengecekan ulang. Perjalan ditempuh dengan menyusuri jalan setapak di hutan. Sesampainya di pondok, tim berbagi lokasi penyisiran. Dari pengamatan hari itu, tidak terlihat tanda baru, tidak ada jejak, tidak ada ranting patah, dan tidak ada tanda aktivitas orangutan. Situasi ladang terpantau aman.
Tim pun melanjutkan ke arah hilir Muara Sungai Menyuk. Di sana Dedi menemukan dua sarang orangutan di pepohonan tinggi. Belum bisa dipastikan individu mana yang membuat sarang itu. Tak jauh dari muara, tim berjumpa dengan segerombolan berang-berang. “Jarang-jarang kita bisa menyaksikan momen seperti ini”, ujar Angka Wijaya. Berang-berang Kalimantan yang biasanya dimasukkan dalam genus Lutra ini pun menambah keanekaragaman hayati Ekosistem Busang. (ENG)