PERJALANAN DIET ORANGUTAN AMBON

Orangutan Ambon adalah salah satu dari dua orangutan di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) yang dinyatakan unreleased karena obesitasnya. Ambon berada selama 8 tahun di kandang BORA. Dibawa dari KRUS (Kebun Raya Universitas Mulawarman) pertama kali pada tahun 2015. Berat badan orangutan diperkirakan 80 kg berdasarkan hasil pengukuran pada tahun 2019 lalu.

Namun sejak saat itu, badan Ambon mulai membesar seiring usianya yang bertambah. Ambon juga dikenal sebagai orangutan yang “mager” atau malas gerak. Selama di kandang, Ambon hanya akan berpindah dari hammock ke tenggeran saat pagi dan sore untuk defekasi. Lalu turun ke depan tempat pakan untuk mengambil makanannya. Tak jarang Ambon akan memasukkan semua buah ke dalam mulut lalu dimakannya perlahan di hammocknya.

Kurang lebih empat bulan proses diet dijalankan, pakan Ambon yang sebelumnya dipenuhi buah-buahan telah tergantikan oleh sayur buah dan sayur daun. Ketika jam feeding tiba, Ambon yang biasanya bersemangat turun dari hammock untuk mengambil pakan, hanya bisa mengernyitkan dahinya diikuti dengan gerakan tangan yang mengais-ngais pakan berharap menemukan buah di antara sayur-sayuran.

Kini tak lagi demikian, Ambon sudah terbiasa dengan pakan sayurannya. Program diet Ambon pun dibantu program training yang juga telah berjalan selama satu tahun. Syukurlah program ini dilakukan, Ambon menjadi sering exercise. Ambon lebih aktif bergerak, pindah, berdiri, duduk, atau pun jongkok dapat dilakukannya dengan begitu lincah, membuka mulutpun sudah bisa dilakukan, walaupun terkadang terdengar suara menghela napas. Mungkin capek?

Dan yang membahagiakan, perlahan-lahan Ambon mau dilakukan biometrik walaupun belum seluruh bagian tubuh dapat diukur karena sulit menjangkau bagian tubuh belakangnya. Semoga Ambon tak pernah bosan menjalani training dengan reward yang didominasi sayuran. (LIS)

COP KIRIM DOKTER HEWANNYA KE GIBBON CONFERENCE

4th Gibbon Husbandry, Health and Conservation Conference adalah kegiatan yang berfokus membahas mengenai rehabilitasi satwa Gibbon termasuk membahas IUCN guidelines untuk rehabilitasi dan translokasi Gibbon. Kegiatan ini mengumpulkan perwakilan NGO yang menjadi Pusat Rehabilitasi satwa primata kecil Gibbon. Dimulai tanggal 1 hingga 5 Oktober 2024, kegiatan ini diselenggarakan di Pahang, Malaysia.

Selain Pusat Rehabilitasi Gibbon yang ada di wilayah Asia, Perwakilan Kebun Binatang yang ada di United States maupun Australia juga mengikuti kegiatan ini. Centre for Orangutan Protection (COP) belajar dan berdiskusi mengenai perawatan satwa primata, bertemu dengan para kolega yang bekerja di dunia primata juga menjadi kesempatan luar biasa agar dapat diterapkan dan disesuaikan pada perawatan kera besar seperti orangutan.

Stereotype dan abnormal behavior, kebutuhan nutrisi pada primata, training pada gibbon menjadi materi yang dipelajari. Presentase mengenai project dari setiap Pusat Rehabilitasi Gibbon yang ada di Asia maupun penelitian pada satwa Gibbon yang berada di Zoo, termasuk kasus infeksius yang pernah terjadi di satwa Gibbon juga menjadi diskusi yang sangat menarik.

Berbagi cerita, belajar, dan berdiskusi mengenai perawatan satwa primata memang tiada habisnya. Hingga menjelang akhir kegiatan, kami bersama-sama melihat dan mendengar kesulitan yang dialami dalam perawatan satwa. Habitat asli yang hilang dan satwa yang terjebak karena ilegal logging, perkebunan kelapa sawit, perburuan liar masih menjadi ancaman yang harus segera ditangani untuk mencegah kepunahan satwa. (LIS)

PERKEMBANGAN ORANGUTAN MICHELLE DAN KOLA DARI SATU PULAU KE PULAU YANG LAIN

Sebelum dilepasliarkan ke habitatnya, orangutan harus dipastikan kesehatan dan kemampuan bertahan dirinya agar bisa beradaptasi di hutan. Seperti orangutan Michelle dan Kola yang begitu menarik diamati. Fhajrul Karim, Antropolog COP menceritakan kedua orangutan yang sudah dua kali masuk pulau pra-release ini. Pulau pertama yang dijajakinya yaitu pulau pra-release yang berada di sungai Bawaan, kampung Merasak, Berau. Selama orangutan Michelle dan Kola berada di sana memang kurang menunjukkan prilaku bertahan hidup sebagaimana di alam semestinya. Kedua orangutan ini cenderung dominan beraktivitas di tanah serta cukup malas mencari pakan alami yang tersedia di pulau. Kondisi sungai yang sering banjir akibat luasnya aktivitas pertambangan menyebabkan daratan pulau sering tenggelam. Kebiasaan keduanya yang banyak menghabiskan waktu di tanah dan tidak mau mencari makan tentu membahayakan keselamatan diri mereka kedepannya. Michelle dan Kola sempat dipulangkan kembali ke kandang karantina BORA (Bornean Orangutan Rescue Alliance) untuk sementara waktu sebelum dipindahkan ke pulau pra-release baru di pulau Dalwood Wylie dan Lambeng, kecamatan Busang, Kutai Timur.

Perubahan prilaku bertahan hidup dan adaptasi kedua orangutan ini menunjukkan perkembangan yang signifikan.Orangutan Kola yang sebelumnya hanya rebahan tanpa ada upaya mencari makan, kini sudah mandiri menemukan pakan alaminya. Memakan pucuk daun dan buah hutan, seperti buah Besuk dan Ara menjadi makanan favoritnya. Beberapa kali prilaku adaptasi ini terpantau dari ujung seberang pulau. Rasa ingin Kola menjelajahi keseluruhan bagian pulau juga begitu tinggi. Tidak hanya itu saja, kemajuan juga diperlihatkannya dengan menghabiskan waktu di atas pohon sambil mengunyah daun kesukaannya.

Sedangkan kemajuan dari orangutan Michelle yaitu dirinya sudah terbiasa mencari buah hutan untuk mengisi perutnya yang kosong. Michelle suka memakan buah hutan seperti buah Ara, buah Asak, dan buah Besuk. Rasa ingin mencari pakan alami orangutan Michelle begitu tinggi. Hal ini terlihat pada saat ranger berupaya menghiraukan Michelle untuk tidak diberikan makan di saat buah hutan banyak di pulau. Secara mandiri Michelle pergi ke dalam pulau untuk menemukan buah hutannya sendiri. Kemajuan juga ditunjukan pada prilaku bersarang. Orangutan Michelle sudah mau membuat sarang untuk ditempatinya. Hal yang menarik lainnya dari Michelle, yaitu pada saat cuaca malam di hulu sungai menunjukkan akan turunnya hujan deras serta guntur, orangutan Michelle akan memilih pohon tertinggi dan besar dengan percabangan yang banyak sejak sore hari untuk ditempatinya. Insting alami mengenal cuaca ini sangat dikuasai oleh Michelle, sehingga pada saat hujan deras pun terjadi, Michelle merasa aman melanjutkan tidurnya. (JUN)