MENEBAR SEMANGAT KONSERVASI DI SEKOLAH-SEKOLAH TAPANULI SELATAN

Pada awal Mei 2025, tim APE Patriot menggelar rangkaian edukasi konservasi satwa liar di sejumlah sekolah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Bersama dengan BBKSDA Sumatera Utara, mereka menyambangi berbagai tingkatan sekolah untuk menanamkan kepedulian terhadap kelestarian dan hutan sejak dini.

Perjalanan dimulai sejak Senin, 5 Mei di SMP Negeri 3 Sipirok. Kedatangan tim disambut hangat oleh Kepala Sekolah yang langsung menyiapkan kelas untuk kegiatan edukasi. Sebanyak 35 siswa kelas 9 yang baru saja menyelesaikan ujian sekolah hadir didampingi Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum. Perkenalan diselingi permainan ringan untuk mencairkan suasana. Kemudian dilanjutkan dengan kisah menarik seputar orangutan dan pentingnya melestarikan satwa liar. Antusiasme siswa terlihat sejak awal hingga sesi diskusi. Sebagai penutup, tim menyerahkan poster info grafis dan berfoto bersama para siswa sebagai kenang-kenangan.

Keesokan harinya, Selasa 6 Mei, tim melanjutkan edukasi ke Kecamatan Arse yang berdekatan dengan kawasan Ekosistem Batang Toru. Sekolah pertama yang dikunjungi adalah SMK Negeri 1 Arse. Sebanyak 41 siswa dari kelas 10 da 11 mengikuti sesi edukasi yang juga dihadiri oleh Kepala Resort Cagar Alam Dolok Sipirok, Bapak Martono Gurusinga. Beliau memberikan pengantar tentang kawasan Cagar Alam. Seperti biasa tim melanjutkan kegiatan dengan mengajak siswa memahami peran mereka dalam menjaga satwa liar dan bagaimana bersikap jika menemukan kasus kejahatan terhadap satwa. Suasana kelas hangat dan penuh semangat.

Masih di hari yang sama, sekolah kedua yang disambangi adalah SD Negeri 100403 Arse. Edukasi di sekolah dasar ini teraan begitu semarak dengan kehadiran 126 siswa kelas 6. Salah satu bagian paling menarik adalah permainan “pemburu dan penebang”, yang menjadi refleksi tentang kerusakan hutan akibat ulah manusia. Momen berkesan muncul ketika seorang siswa mengaku pernah melihat orangutan di sekitar tempat tinggalnya dan berharap bisa melihatnya lagi suatu hari nanti.

Bulan depan, kita ke sekolah mana lagi ya? (DIM)

APE PATRIOT MENYAPA GENERASI MUDA DI SEKITAR HUTAN BATANG TORU

“Pernah lihat orangutan di sekitar rumah kalian?” Pertanyaan pembuka ini langsung mengundang antusiasme para siswa saat tim APE Patriot dari Centre for Orangutan Protection (COP) memulai sesi School Visit pada Kamis, 8 Mei 2025. BBKSDA Sumatera Utara, tim mengunjungi dua sekolah yang berada tak jauh dari kawasan Ekosistem Batang Toru, yaitu SD Negeri 100410 Kecamatan Arse dan MTs Negeri 1 Tapanuli Selatan. Bersamaan dengan tim APE Sentinel yang melanjutkan edukasi di kampus UMTS di Kota Padang Sidempuan, Sumatera Utara, tim APE Patriot pun turut mengedukasi generasi muda yang tumbuh di sekitar hutan yang merupakan habitat alami orangutan Tapanuli.

Sebanyak 70 siswa dari kelas 1 hingga 6 SD dan 50 siswa dari kelas 8A dan 8B MTsN 1 Tapanuli Selatan mengikuti sesi edukasi konservasi ini dengan penuh semangat. Materi yang disampaikan mencakup pengenalan tentang orangutan, pentingnya hutan sebagai habitat satwa liar, serta peran manusia dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan pendekatan yang interaktif dan visual yang menarik, sesi ini dirancang agar mudah dipahami oleh siswa dari berbagai jenjang.

School Visit ini merupakan bagian dari rangkaian edukasi lapangan yang telah dimulai sejak awal pekan, termasuk kunjungan ke SMP Negeri 3 Sipirok, SMK Negeri 1 Arse, dan SD Negeri 100403 Arse. Dari setiap kunjungan, tim melihat antusiasme yang besar dari para siswa dan sambutan hangat dari pihak sekolah. Banyak yang berharap agar kegiatan seperti ini dapat terus berlanjut. Melalui pendekatan edukatif ini, COP berupaya menanamkan nilai-nilai kepedulian lingkungan sejak dini, membentuk generasi yang sadar dan siap menjaga hutan serta satwa liar di sekitarnya.

CHARLOTTE, FROM UNDER THE HOUSE TO THE FOREST CANOPY

The sky was still gray when we left the small dock at Long Lees, a quiet village on the banks of the Atan River in Busang District, East Kutai. The morning dew had not yet completely evaporated, and the remnants of last night’s rain made the air feel fresh and cool. On one of the four boats moving along the river, whose water level was rising and murky, an orange metal cage containing Charlotte, a female orangutan around 10 years old, was securely tied to the center of the boat. She was quiet, simply observing through the bars, as if she knew she was being taken to something better than her past. Along with the East Kalimantan Natural Resources Conservation Agency (BKSDA), the Centre for Orangutan Protection (COP) team headed upstream toward the pre-release island.
Charlotte became a special memory in my career in orangutan conservation. She was the first individual I encountered during my assignment in an orangutan rescue operation, a moment that marked the beginning of my journey with COP. I still clearly remember our long journey in 2021, traversing the vast, endless labyrinth of oil palm plantations, until we finally arrived at a wooden house where Charlotte was tied under the raised house, her neck entangled in a chain with only one meter of movement space. From there, we brought her to the Borneo Orangutan Rescue Alliance (BORA) rehabilitation center in Berau. Now, four years later, I am once again embarking on a long journey with Charlotte, but with a different mission—no longer to rescue her from the chains, but to escort her toward freedom.
The journey to the prerelease island of Dalwood Wylie that morning was not entirely smooth. About 15 minutes after leaving Long Lees, the engine of the boat carrying Charlotte’s cage suddenly stopped. In the middle of the wide and deep Atan River, the boat had to be towed to the riverbank for inspection. Due to the engine issue that couldn’t be resolved, the team decided to replace the engine with one from another boat. Out of the four boats that originally set off, only three continued the journey. One boat remained on the riverbank, with rangers Ulang and Billy staying behind to repair the engine.
About two hours later, we finally arrived at the APE Guardian monitoring post located across from Dalwood Wylie Island. After lunch, we moved the cage containing Charlotte onto the island. After a count of three, Mr. Rudi from the East Kalimantan Natural Resources Conservation Agency opened the cage door. When the door opened, Charlotte did not hesitate. Within seconds, she climbed the first tree she saw, continuing to climb until she reached the canopy. Leaves rustled above our heads as she moved between trees, tasting leaves, fruits, and even bark—a good sign that she was ready to resume her life as a forest dweller. On this island, Charlotte will undergo further observation to test her independence, far from human footprints, toward the final stage of her freedom. (RAF)

CHARLOTTE, DARI KOLONG RUMAH KE KANOPI HUTAN

Langit masih kelabu saat kami meninggalkan dermaga kecil di Long Lees, sebuah kampung tenang di tepi Sungai Atan, Kecamatan Busang, Kutai Timur. Embun pagi belum benar-benar menguap, sisa hujan semalam membuat udara terasa segar dan dingin. Di salah satu dari empat perahu yang bergerak menyusuri sungai yang bergerak menyusuri sungai yang permukaan airnya sedang naik dan keruh itu, sebuah kandang logam berwarna jingga berisi Charlotte, orangutan betina berusia sekitar 10 tahun, terikat rapi di tengah kayu. Ia tidak berisik, hanya diam memperhatikan dari balik jeruji, seolah tahun ia sedang dibawa menuju sesuatu yang lebih baik dari masa lalu. Bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, tim Centre for Orangutan Protection (COP) berangkat ke arah hulu, menuju pulau pra-pelepasliaran.

Charlotte menjadi bagian dari memori yang spesial dalam perjalanan karier saya di dunia konservasi orangutan. Dialah individu pertama yang saya temui saat ditugaskan dalam operasi penyelamatan orangutan, momen yang menjadi awal perjalanan saya bersama COP. Saya masih mengingat jelas perjalanan panjang kami pada 2021, menyusuri luasnya labirin kebun sawit yang tiada habisnya, hingga akhirnya tiba di sebuah rumah kayu tempat Charlotte diikat di kolong rumah panggung, lehernya terjerat rantai dengan ruang gerak hanya 1 meter. Dari sana, kami membawanya menuju pisat rehabilitasi Borneo Orangutan Rescue Alliance (BORA) di Berau. Kini, setelah empat tahun berlalu, saya kembali melakukan perjalanan panjang membawa Charlotte, namun dengan misi berbeda, bukan lagi menyelamatkannya daru kekangan rantai, tetapi mengantarkannya menuju kebebasan.

Perjalanan menuju pulau pra-pelepasliaran Dalwood Wylie pagi itu tidak sepenuhnya mudah. Sekitar 15 menit meninggalkan Long Lees, mesin perahu pengangkut kandang Charlotte mendadak mati. DI tengah sungai Atan yang lebar dan dalam, perahu itu harus digandeng ke tepi sungai untuk diperiksa. Karena kendala mesin yang tak kunjung teratasi, tim memutuskan menukar mesinnya dengan mesin perahu lain. Dari empat perahu yang semula berangkat, hanya tiga yang akhirnya melanjutkan perjalanan. Satu perahu menetap di tepi sungai, ranger Ulang dan Billy tetap tinggal untuk memperbaiki mesin tersebut.

Sekitar dua jam kemudian akhirnya kami tiba di pos monitoring APE Guardian yang berlokasi di seberang pulau Dalwood Wylie. Selepas makan siang, kami memindahkan kandang berisi Charlotte ke dalam pulau. Setelah hitungan ketiga, Pak Rudi dari BKSDA Kalimantan Timur membuka pintu kandang. Ketika pintu kandang dibuka, Charlotte tidak ragu. Dalam hitungan detik, ia memanjat pohon pertama yang ia lihat, terus memanjat hingga ke kanopi. Daun-daun bergoyang di atas kepala kami saat ia berpindah antar pohon, mencicipi daun, buah, dan bahkan kulit kayu, tanda awal yang baik bahwa ia siap kembali menjalani hidup sebagai penghuni hutan. Di pulau ini, Charlotte akan menjalani pengamatan lanjutan untuk menguji kemandiriannya, jauh dari jejak manusia, menuju tahap akhir kebebasannya. (RAF)