VONIS 2 TAHUN UNTUK PENYELUDUP ORANGUTAN SUMATRA

Pada penghujung bulan April 2021 lalu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Lampung bersama dengan Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan (KSKP) Bakauheni Polres Lampung Selatan dan Balai Karantina Pertanian Wilayah Karja Bakauheni melakukan operasi kegiatan K9 di pelabuhan Bakauheni. Operasi gabungan ini berhasil menyelamatkan dua individu bayi orangutan Sumatra (Pongo abelii) berkelamin jantan dan betina dengan umur diperkirakan 1 hingga 1 tahun 4 bulan.

Awalnya kedua bayi ini sempat dirawat di lokasi transit Pusat Penyelamatan Satwa Lampung, Sumatran Wildlife Center (SWC JAAN) Lampung. Kemudian pada bulan Mei 2021, kedua bayi tersebut diserahkan ke BKSDA Jambi bersama Frankfurt Zoogical Society (FZS) sebagai pengelola sekolah orangutan. Oleh Menteri Siti Nurbaya, kedua orangutan ini diberi nama Siti untuk yang betina dan Sudin untuk yang jantan.

Ketika diseludupkan, kedua orangutan ini dibawa oleh bus ALS dengan Nomor polisi BK 7885 DK dari Medan, Sumatra Utara menuju Tanggerang. Semua awak bus diamankan oleh pihak berwajib untuk dimintai keterangan. Dari hasil pemeriksaan, supir dan kernet bus ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik KSKP yang berada di bawah Kepolisian Resor Lampung Selatan. Penunjukkan kedua tersangka tersebut menunjukkan bahwa kasus ini telah masuk ke dalam proses hukum di tingkat penyidikan. Penyidik dapat melakukan upaya paksa yakni penyitaan dan penggeledahan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) hingga melakukan pengembangan kasusnya.

Selanjutnya, 30 April 2021, penyidik Polres Lampung Selatan berhasil mengamankan seseorang yang diduga penjual orangutan yang beralamat di kota Medan, Sumatra Utara. Disinyalir pelaku kejahatan ini adalah pemain lama perdagangan orangutan, namun belum pernah tertangkap dan diproses hukum.

Terkait dengan tindak pidana pada kasus ini, penyidik menjerat pelaku dengan Pasal 21 Ayat 2 UU No.5 tahun 1990 tentang Koservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan bunyi, “Setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup’. Pasal 40 Ayat 2 berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketntuan sebagaimana dimaksud pasal 21 Ayat 2 dipida dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.

Penantian panjang pemerhati satwa langka ini pun berbuah manis. Selama kurang lebih lima bulan proses pengembangan, penyidikan dan persidangan akhirnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kalianda menjatuhkan vonis pidana penjara kepada 2 orang pelaku penyeludupan orangutan ke pulau Jawa dan kepemilikan satwa dilindungi lainnya.

Tersangka berinisial EDP pemilik satwa dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun, sementara terdakwa HP yang merupakan supir kendaraan bus ALS yang mengangkut orangutan, dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1 tahun.

Kedua vonis yang diberikan lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Selatan (Lamsel).”Kendati demikian, Centre for Orangutan Protection mengapresiasi kinerja tim penegakan hukum pada kasus ini. Vonis tersebut menjadi langkah serius untuk upaya menekan kasus kejahatan terhadap satwa liar dilindungi, khususnya orangutan”, kata Satria Wardhana, kordinator Anti Wildlife Crim COP. (SAT)

SUMATRAN ORANGUTAN ROADSHOW MENGKAMPAYEKAN ANTI SENAPAN ANGIN

Sumatran Mission 2021 mengangkat isu Anti Senapan Angin. Aksi ini didasari temuan-temuan kasus penggunaan ilegal senapan angin untuk menembak satwa liar. Dari Catatan COP, setidaknya lebih dari 20 kasus yang korbannya adalah orangutan. Tidak sedikit yang mengalami lumpuh, buta bahkan mati.

Selain kampanye isu anti senapan angin leat siaran radio, dalam sepekan ini perjalanan tim juga langsung turun ke jalan. Aksi dilakukan secara theatrikal dengan menggunakan kostum orangutan dan membawa poster bertuliskan anti senapan angin. Di Lampung, tim yang menyebut dirinya APE Guardian atau malaikat kera ini beraksi di Bundaran Siger yang menjadi ikon pintu masuk pulau Sumatra. Kemudian di Palembang, aksi dilakukan di atas jembatan Ampera yang berada di pusat perekonomian kota. Jembatan Ampera juga menjadi jalur perairan tersibuk di kota yang terkenal dengan mpek-mpeknya dengan kuah cukonya yang khas. Naik lebih ke atas lagi, tim APE Guardian beraksi di Tugu Keris. Tak seorang pun orang Jambi yang tak mengenal tugu ini, tempat. wajib bagi yang melintas kota Jambi untuk mengabadikannya.

Keterbatasan personil dan waktu yang singkat tak menyurutkan semangat apalagi dengan dukungan Orangufriends (relawan orangutan) di kota-kota yang dilintasi Sumatran Mission 2021 ini, tim bertekad akan terus beraksi hingga kota terakhir. “Masyarakat luas harus menentang penggunaan senapan angin. Apalagi penggunaannya untuk menembak satwa. Kelangsungan hidup satwa tersebut terancam. Hari ini satwa, besok bisa saja adik atau kakak kita”, ujar Satria Wardhana, kordinator Anti Wildlife Crime COP.

Penggunaan senapan angin masuk dalam Peraturan Kapolri No 08/2012. Pada pasal 12 ayat 1, Senapan Angin termasuk senjata api dalam penggunaannya hanya boleh dilakukan untuk olahraga menembak, dilarang menggunakan di luar lokasi latihan dan tidak diperbolehkan untuk berburu. Jika ada pelanggaran bisa dilaporkan ke aparat ke wilayah terdekat. Bisa ke Polsek atau Polres setempat. (SAT)

COP TEMUKAN ORANGUTAN DAN SATWA LIAR LAINNYA, KAWASAN INI PUNYA NILAI KONSERVASI TINGGI

Sepanjang bulan Agustus 2021, tim APE Crusader dari Centre for Orangutan Protection (COP) menerima 10 (sepuluh) laporan orangutan masuk perkebunan, area pertambangan, pemukiman masyarakat dan berada di pinggir jalan atau menyeberang jalan. Beberapa kasus laporan sempat viral di media sosial. Laporan terakhir membawa tim APE Crusader menelusuri informasi di wilayah Jalan Poros Kelay, Kampung Sidobangen, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur pada tanggal 7 September 2021.

“Atas informasi masyarakat, tim mencoba menelusuri dan melakukan pengecekan kebenaran informasi orangutan di pinggir jalan dan masuk kebun warga masyarakat di sekitar Jalan Poros Kelay, Kampung Sidobangen”, ujar Arif Hadiwijaya, kapten APE Crusader COP.

Lokasi Kampung Sidobangen merupakan salah satu kampung yang wilayahnya berbatasan langsung dengan area Hutan Lindung Sungai Lesan (HLSL) yang memiliki peran penting sebagai habitat satwa liar terutama orangutan. Potensi konflik sangat memungkinkan terjadi dengan kondisi seperti sekarang ini. “Sering munculnya orangutan di pinggir jalan maupun menyeberang jalan seperti yang viral beberapa waktu ini, kami menduga jalan poros tersebut menjadi salah satu pemisah antar metapopulasi orangutan yaitu HLSL dan Hutan Lindung Wehea”, jelas Arif.

Banyaknya informasi masuk terkait perjumpaan orangutan di area yang berdampingan dengan aktivitas manusia membuat tim APE Crusader mengintensifkan patroli di area tersebut. “Kami berjumpa dengan satu individu orangutan (pongo pygmaeus morio), lutung dahi putih (presbytis frontata) dan lutung merah (Presbytis rubicunda) yang cukup langka pada kunjungan lapangan tanggal 7 September yang lalu. Ketiganya termasuk satwa liar ikonik Kalimantan yang terancam keberadaannya karena hutan yang merupakan habitatnya beralih fungsi”, Arif Hadiwijaya, kapten APE Crusader.

Centre for Orangutan Protection bersama Balai KSDA Kalimantan Timur terus melakukan upaya preventif terhadap berbagai macam potensi konflik satwa liar yang ada di wilayah ini. Salah satunya dengan pemasangan papan himbauan serta penyadartahuan kepada masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di sekitar area tersebut untuk tidak berburu dan melukai orangutan maupun satwa liar lainnya jika terjadi perjumpaan secara langsung.

Untuk wawancara lebih lanjut, silahkan hubungi:

Arif Hadiwijaya
Kapten APE Crusader COP
HP: 081318702729
Email: info@orangutanprotection.com