PENDATAAN KURA-KURA BAJUKU DI WRC JOGJA

Kamis, 27 Agustus 2020, Orangufriends Nana, Angel dan Zain bersama mahasiswa magang dari Universitas Teknologi Yogyakarta yaitu Ilham mengunjungi WRC di Kulon Progo, Yogyakarta dalam rangka membantu proses pendataan dan pemindahan kura-kura bajuku. Kura-kura bajuku (Ortilia borneensis) yang saat ini juga berstatus terancam punah (IUCN) ini merupakan satwa translokasi yang sudah berada di WRC sejak tahun 2003.

Selain pendataan, pemisahan dan pemindahan kura-kura dari satu kandang ke kandang lainnya dilakukan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Kura-kura dikeluarkan dari kandang, lalu pengukuran plastron atau bagian perut dan karapas atau bagian tempurung dicatat. Selanjutnya pemberian nomor dan penyuntikan vitamin. Sekalian pemeriksaan kesehatan, kura-kura yang mengalami luka atau sakit juga segera diobati. Secara keseluruhan terhitung ada sekitar 40 kura-kura yang didata.

Nana yang merupakan alumni COP School batch 6 dan merupakan mahasiswa kedokteran hewan menyatakan, “Senangnya bisa belajar secara langsung dari dokter hewan di lapangan yang ilmunya sulit didapatkan dari kampus.”. Belajar bisa dimana saja dan kapan saja. Keuntungan menjadi bagian Orangufriends, memang seru! (LIA)

BONTI DAN TEMAN SEKANDANGNYA BOROS HAMMOCK

Kalau ditanya kandang siapa yang paling sering hammocknya rusak, pasti kandang orangutan Bonti dan kawan-kawannya. Hampir setiap bulan perawat satwa memperbaiki hammock mereka. Bagaimana tidak, hammock yang kebanyakan digunakan orangutan sebagai tempat beristirahat dan bersantai, justru dipakai Jojo, Popi, Mary terlebih Bonti untuk bergelantungwan bersama. “Beban hammock yang seharusnya untuk 1-2 orangutan kecil, digunakan beramai-ramai. Duh kelakuan bocah-bocah.”, gumam Widi Nursanti, manager Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo.

Tolong… tak ada lagi bahan untuk buat hammock. “Biasanya kami mendapatkan selang bekas dari Dinas Pemadam Kebakaran Berau. BNPB juga bantu orangutan loh. Jadi selang-selang yang sudah tidak bisa dipakai Damkar Berau, kami gunakan untuk membuat hammock.”, jelas Widi.

Kenapa harus ada hammock? Orangutan liar biasanya menghabiskan aktivitasnya di atas pohon. Dua kali dalam sehari akan membuat sarang untuk beristirahat. Kami di pusat rehabilitasi juga berusaha untuk menyediakan hammock atau tempat tidur gantung yang bisa digunakan orangutan untuk membiasakan diri berada di atas. Bekas selang pemadam kebakaran yang masih cukup kuat namun sudah tidak bisa digunakan Damkar, kami buat menjadi hammock. Yuk, siapa nih yang mau bantu orangutan lagi? Saat ini kami membutuhkan bahan untuk membuat hammock.(WID)

SRA DI LEVEL 3 , TUNGGU KAMI ORANGUTAN SUMATERA

Sumatra Rescue Alliance (SRA) lahir untuk orangutan dan primata di Sumatera. Pembangunan fisik klinik dan kandang sudah mulai terlihat. Dinding klinik sudah diketinggian tiga meter. Hujan yang terus menerus turun di sore hari memaksa tim memutar otak, mencari jalan bagaimana pembangunan dapat berjalan sesuai rencana.

Posisi pembangunan yang berada di seberang sungai Besitang, Sumatera Utara cukup menyulitkan bahan bagunan masuk ke lokasi. Sungai menjadi keruh dengan debit yang tidak bisa dilewati. “Berbahaya kalau kita memaksa “melangsir” saat sungai tinggi. Kita tunggu sampai turun. Material kita tumpuk di titik penyeberangan. Kalau tidak surut juga pada waktunya, terpaksa pakai perahu. Dan biaya bisa menjadi lebih besar. Sekali lagi berharap alam bermurah hati dan mendukung pembangunan SRA ini.”, ujar Nanda Rizki Dianto.

Populasi orangutan Sumatera di alam diperkirakan tidak lebih dari 14.000 individu. Keberadaan orangutan sebagai ‘umbrella spesies’ masih saja terancam punah. Bagaimana dengan spesies lainnya? Kepemilikan ilegal yang sering dijumpai atau dilaporkan tidak dapat ditindak lanjuti karena tidak adanya Pusat Penyelamatan Satwa yang memadai di Sumatera terutama bagian utara. “Kami yang bekerja lebih keras, atau tunggu kami Orangutan Sumatera, semoga alam bermurah hati.”.