OPEN CALL FOR BROADCASTERS

Beberapa bulan ini, Centre for Orangutan Protection (COP) semakin aktif berkolaborasi dengan stasiun radio lokal sebagai platform untuk berbagi cerita dan pengalaman mengenai konservasi orangutan. Tim COP sering terdengar di gelombang radio dari RRI Yogyakarta hingga KISS FM Medan untuk menyebarkan virus pelestarian orangutan. Dalam setiap siaran, staf COP dan Orangufriends (relawan orangutan) berbagi cerita menarik, baik itu tentang biologi orangutan, aksi-aksi konservasi yang sedang berjalan, atau program lain yang juga fokus pada pelestarian satwa liar seperti tim APE Protector yang bekerja untuk perlindungan Harimau Sumatra di Sumatera. Siaran ini menjadi media yang sangat efektif untuk mendekatkan pesan konservasi kepada masyarakat luas.

Siaran radio juga menjadi sarana informasi kegiatan Orangufriends seperti acara musik Sound for Orangutan di Yogyakarta, Abelii Fest di Medan, Moriosphere di Samarinda, dan kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak orang lainnya. Partisipasi seluruh lapisan masyarakat dalam mendukung kerja konservasi bukanlah hal yang ekslusif tetapi menjadi kewajiban kita semua.

Melihat antusiasme yang tinggi dari pendengar, COP berharap agar kegiatan penyiaran ini bisa berlangsung secara rutin setiap bulannya. “Kami mengajak Orangufriends yang memiliki minat dalam dunia penyiaran dan ingin ikut menyuarakan kegiatan konservasi orangutan untuk bergabung. Ini adalah kesempatan untuk berbagi pengetahuan, meningkatkan kesadaran, dan menginspirasi lebih banyak orang untuk terlibat dalam upaya pelestarian orangutan. Orangufriends yang tertarik bisa langsung menghubungi staf COP di daerah masing-masing untuk bergabung dan menyuarakan perubahan positif melalui gelombang radio”, jelas Demetria Alika Putri, staf komunikasi COP di Yogya. (DIM)

PERTEMUAN DENGAN SI PEJANTAN KECIL

Berulang kali tim APE Guardian melakukan patroli di sekitaran lokasi translokasi Kola sampai dengan sungai payau dengan harapan dapat menjumpai salah satu orangutan yang telah dilepasliarkan, namun tim belum menemukan tanda jejak orangutan sedikit pun. Akhirnya laporan ranger yang sekelebatan menjumpai orangutan di sekitar muara sungai Wei membuat tim bersemangat lagi. 7 sarang, bekas makan/barking berupa sepahan kulit kayu, dan bekas urinasi menjadi bukti kehadiran orangutan.

Ketujuh sarang yang ditemukan berlokasi saling berdekatan, bahkan dalam satu pohon terdapat dua sarang. Sarang yang ditemukan kebanyakan bertipe 2 namun juga ditemukan sarang tipe 1 yang terlihat masih baru dibuat. Bekar urinasi juga ditemukan masih keadaan basah dan berbau sangat pekat. Tim pun melanjutkan patroli menyusuri sungai, sekitar 800 meter jejak orangutan pun ditemukan di pinggiran sungai. Tak hanya itu, beberapa jejak rusa dan tulang yang belum teridentifikasi pun itu menjadi temuan Sabtu sore itu.

Keesokan sorenya, si pejantan muda menunjukkan dirinya di pohon Baran yang terletak di seberang pos monitoring. Orangutan tersebut memiliki perawakan yang kecil, seperti baru disapih dari induknya. Tim menduga orangutan tersebut adalah Sigit, anak dari Marni, orangutan yang ditranslokasi pada tahun 2022. Pejantan kecil ini juga berkali-kali melakukan vokalisasi yang ditujukan untuk mengusir tim yang mengamati dari bawah sambil mengayun-ayunkan ranting. Matahari semakin jatuh di ufuk barat, orangutan muda ini pun membuat sarang dan tertidur. (ARA)

HUJAN METEOR MENGHANTUI MASYARAKAT LEWOTOBI LAKI-LAKI

Bagi masyarakat urban di perkotaan, fenomena seperti hujan meteor mungkin hanya terjadi dalam film. namun lain halnya dengan warga Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggintang, Flores Timur. Hal ini tergambar dari pernyataan warga terkait lubang-lubang besar yang ditemukan di desa mereka. Salah satu lubang besar dengan diameter 15 meter berada di dekat jalan penghubung desa dan terbentuk akibat erupsi Gunung Lewotobi yang terjadi pada 4 November 2024. Uniknya, peristiwa tersebut tidak meninggalkan batu atau serpihan apa pun.

Sebuah rumah yang kami lewati membuat kami terhenti untuk memandanginya. “Itu adalah rumah yang dihantam meteor saat erupsi kemaren, dengan korban enam orang meninggal dunia”, ujar Aziz, Koordinator Lapangan Dinas Peternakan Flores Timur. Rumah tersebut kini hanya menyisakan sebuah kandang yang berisi empat ekor babi peliharaan yang kelaparan. Babi-babi itu menghabiskan pakan berupa dedak jagung yang kami berikan dengan dicampur air.

Setelah mendapat persetujuan dari salah satu keluarga korban, evakuasi empat ekor babi pun dilakukanbersama Dinas Peternakan. Namun, saat tiba di lokasi, kandang hanya berisi dua ekor babi, sementara pagar kandang terlihat telah roboh. Meskipun gemuruh Gunung Lewotobi terdengar sangat keras, proses evakuasi tetap berjalan cepat. Kedua babi yang tersisa dibawa ke shelter yang telah dibangun di dekat Posko Puskewan Konga, Kecamatan Titehena, Flores Timur. Di sana, perawatan dilakukan dengan baik oleh Dinas Peternakan hingga akhirnya kedua babi tersebut diambil oleh keluarga korban. (DIT)