HUSEIN DAN PERJALANANNYA: BELAJAR PERCAYA DI DUNIA YANG GELAP

Sejak pertama kali tiba di Pusat Rehabilitasi BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), Husein sudah berbeda dari orangutan lain. Kedua matanya buta. Dunia yang dikenalnya hanyalah kegelapan. Di alam liar, kondisi ini membuatnya mustahil untuk bertahan hidup sendiri. Karena itulah, Husein diberi tempat di pusat rehabilitasi, bukan untuk dilepasliarkan kembali, tetapi untuk mendapatkan perawatan dan kehidupan yang lebih aman. Namun, hidup di pusat rehabilitasi juga punya tantangan tersendiri. Salah satunya adalah bagaimana Husein bisa dipindahkan dengan aman jika suatu hari ia harus dipindahkan ke tempat lain. Inilah alasan training dimulai.

Pada 6 Maret 2025, pelatihan pertama Husein dimulai. Di depan kandangnya, trainer dan rekan-rekan keeper meletakkan sebuah kandang angkut, kandang besi dengan pintu geser yang digunakan untuk memindahkan orangutan. Husein tidak bisa melihatnya, tapi ia bisa merasakannya. Husein ragu-ragu di awal, namun entah bagaimana, ia berhasil melangkah masuk ke dalam kandang angkut secara penuh. Semua orang terkejut sekaligus senang. Sebuah awal yang baik!

Namun perjalanan ini tidak selalu semudah itu. Di hari-hari berikutnya, Husein mulai menunjukkan kehati-hatian yang lebih besar. Setiap kali mencoba masuk ke kandang angkut, tangannya tetap erat menggenggam besi, seakan takut sesuatu akan terjadi jika ia benar-benar melepaskan diri. Trainer mencoba berbagai cara untuk membantunya. Karena Husein tidak bisa melihat, mereka menggunakan air, menyemprotkan sedikit ke wajahnya untuk mengarahkan gerakannya. Husein mengikuti semprotan itu, melangkah perlahan ke dalam kandang angkut.

Masalh lain pun muncul. Husein mulai merasa curiga terhadap botol spray yang digunakan. Sampai akhirnya, Husein menolak masuk ke dalam kandang angkut. Trainer tidak menyerah. Mereka mencari cara lain agar Husein mau mengikuti arahan tanpa merasa terpaksa. Kali ini mereka mengganti botol spray dengan botol kecap. Bentuk dan suara semprotan yang berbeda tampaknya membuat Husein tidak terlalu curiga. Selain itu, ada satu hal yang selalu disukai Husein, yaitu pisang. Setiap kali ia mengikuti arahan dan masuk ke kandang angkut, ia mendapatkan pisang sebagai hadiah. Perlahan-lahan, kepercayaannya mulai tumbuh kembali.

Kini, setelah beberapa minggu pelatihan, Husein telah membuat kemajuan besar. Ia sudah bisa bertahan diam di dalam kandang angkut selama satu menit penuh. (JAN)

MISI PENCARIAN RUMAH BARU UNTUK ORANGUTAN

Di bulan Maret 2025, tim Centre for Orangutan Protection (COP) yang berada di Kalimantan Timur melakukan survei kawasan pelepasliaran orangutan. Selain ketiga tim yaitu APE Crusader, APE Defender, dan APE Guardian, tim BKSDA Kalimantan Timur, Dinas Kehutanan, serta peneliti BRIN juga menjadi bagian dari tim besar pencarian rumah baru untuk orangutan. Sebanyak 27 laki-laki dan 4 perempuan, dan satu anjing setia bergabung dalam ekspedisi menuju pedalaman hutan primer di kecamatan Tabang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Misi ini bukan sekadar perjalanan biasa, tetapi upaya besar untuk menemukan habitat yang aman dan ideal bagi orangutan yang siap kembali ke alam.

Karena medan yang begitu berat, tim harus melakukan penerjunan dalam dua tahap. Tim advance diberangkatkan lebih dulu untuk membawa logistik dan mendirikan camp di tengah hutan, memastikan bahwa tim utama nantinya dapat bergerak lebih efektif. Saat tim inti berangkat, mereka menggunakan 5 mobil double gardan untuk menghadapi jalur berbatu dan berlumpur selama 14 jam perjalanan. Tak berhenti di situ, tim juga harus menyeberangi sungai dengan 8 perahu ketinting, menerjang arus deras selama 3 jam, sebelum melanjutkan perjalanan kaki sejauh puluhan kilometer menembus hutan belantara.

Setelah dua minggu eksplorasi penuh tantangan, akhirnya tim menemukan kawasan hutan yang masih sangat alami, kaya akan sumber makanan, memiliki kanopi yang kuat, dan jauh dari aktivitas manusia, tempat yang sempurna untuk orangutan yang akan dilepasliarkan. “Semua kerja keras ini terbayar sudah”, ujar Ferryandi Saepurohman yang menjadi koordinator survei kali ini. Keberhasilan ini bukan hanya sebuah pencapaian besar dalam dunia konservasi, tetapi juga bukti bahwa dengan kerja sama, dedikasi, dan semangat, manusia bisa berperan sebagai penjaga alam yang sesungguhnya. Tim pun kembali dengan kebanggaan dan harapan baru akan pelestarian orangutan serta alam dan habitatnya. (DIM)

RUBY… WAKTUNYA PULANG SEKOLAH!

“Ruby turun yuk…”
“Sudah selesai nih sekolahnya…”
Begitulah teriakan para keeper ketika memanggil Ruby untuk turun ketika waktu sekolah hutan selesai. Seperti biasa, kami tak datang dengan tangan kosong, buah-buan dan susu sudah siap sebagai pancingan.

Aku bersama 4 orang rekan keeper lainnya masih bertahan di sekitar kandang, menunggu dan mencoba berbagai cara agar Ruby turun. Tapi tak semudah itu. Hari semakin sore, sudah pukul 16.30 WITA dan Ruby tetap tidak menunjukkan tanda-tanda mau turun. Dari bawah, kami bisa melihatnya duduk santai di antara dahan, sesekali mengunyah daun atau mengelupas kulit kayu dengan tenang. Tak sedikit pun ia tertarik pada buah-buahan yang kami tawarkan, apalagi susu. Sesekali ia hanya melirik ke arah kami, lalu kembali sibuk dengan aktivitasnya sendiri.

Tapi kami tidak menyerah, kami terus mengikuti Ruby dan terus menyodorkan buah pancingan serta susu berharap Ruby akhirnya tertarik. Segala jenis pancingan dikeluarkan, kelapa, durian, pisang, bahkan susu yang biasanya jadi jurus pamungkas. Biasanya, anak-anak orangutan di BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance) langsung mau turun begitu melihat botol susu, tapi kali ini Ruby tetap bertahan di atas.

“Ruby… Ruby!”

Panggul kami sekali lagi, dan lagi-lagi Ruby hanya menengok sebentar dan kembali asik dengan aktivitasnya di atas pohon. Seperti sedang menguji kesabaran kami.

Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WITA, waktunya aku sebagai babysitter bertugas memberikan susu sore untuk anak-anak orangutan, termasuk Ruby. Dede, salah satu keeper yang ikut pun mendapat ide, “bikinin aja susunya sekalian, siapa tahu kali ini dia mau”, katanya. Aku segera bergegas ke baby house, membuat susu, lalu kembali ke lokasi Ruby.

Tapi Ruby sudah berpindah lagi, kali ini ke belakang kandang karantina. Aku mengikutinya sendiri, sementara rekan-rekan keeper lainnya menunggu di kejauhan agar Ruby tak curiga.

Jujur, aku mulai pesimis. Ruby terlihat masih santai di atas, menikmati waktunya sendiri. Tapi tepat saat aku mulai berpikir bahwa ia benar-benar tak akan turun, terdengar suara gemerisik dari atas. Aku mendongak dan di sanalh Ruby, meluncur turun dengan lincah.

Ternyata susu tetaplah godaan yang tak bisa ditolak. Aku membiarkannya minum dulu sebelum akhirnya membawanya kembali ke kandang, dimana teman-teman keeper sudah menunggu. Semua terlihat kaget sekaligus lega karena akhirnya Ruby mau turun. (JAN)