FELIX, ANGGOTA BARU SEKOLAH HUTAN

Saat pertama kali ikut sekolah hutan, Felix masih sangat bergantung pada babysitter. Ia mendekap erat dan enggan dilepaskan, bahkan harus dipancing dengan buah agar mau menjauh. Jika buah habis, ia kembali merajuk sambil menangis dengan ekspresi melas yang mengundang rasa kasihan. Sementara itu, Arto dan Harapi tetap cuek, terus memanjat pohon dan memanen buah tanpa peduli pada “bocah cengeng” ini. Sesekali, jika mendekat ke babysitter, mereka menyempatkan diri untuk menjahili Felix. Tak berani memanjat, Felix hanya menunggu buah yang jatuh. Namun, semakin sering ikut sekolah hutan, ia mulai berani bertahan di atas pohon lebih lama, meskipun setiap kali harus dipancing dengan buah agar mau melepaskan dekapan.

26 Maret menjadi titik balik bagi Felix. Untuk pertama kalinya, ia berani menjelajah sendiri tanpa harus dipaksa atau dipancing dengan buah. Saat babysitter duduk, Felix tiba-tiba memanjat jalinan liana untuk mengikuti Harapi. Sesekali ia menoleh ke bawah, memastikan babysitter tetap ada di dekatnya, lalu kembali memanjat mesi masih terlihat terseok-seok. Tiba-tiba terdengar suara keras, “Cttakkk kkreeekk bruuuk!”, sebuah batang pohon ambruk. Babysiter panik karena Felix sedang memanjat di sekitarnya. Namun, ternyata Felix sendiri yang sengaja menjatuhkan batang pohon untuk menikmati kulit kayunya.

Perlahan, Felix semakin aktif. Ia tidak hanya memanjat dan memakan buah dari pohon ara (Ficus sp.), tetapi juga mulai bermain dengan Harapi. Ketika melihat Harapi bermain di genangan air, Felix mendekat dan ikut menceburkan kakinya. Bahkan, ia tampaknya sengaja menyeringai, mungkin untuk menantang Harapi, hingga akhirnya mereka saling menggigit dalam permainan. Momen ini menunjukkan bahwa Felix mulai benar-benar beradaptasi dan membentuk interaksi sosial dengan teman-temannya.

Tiga jam berlalu, melewati jadwal pemberian susu. Felix dan teman-temannya sudah cukup puas bermain dan menjelajah di sekolah hutan. Saat kandang dibersihkan dan makanan disiapkan, Felix tertidur di hamocknya. Babysitter yang membangunkannya untuk sesi pemberian susu terakhir tak bisa menyembunyikan rasa takjub. Dari bayi orangutan yang lemah dengan luka bernanah, diare, dan demam tinggi, kini Felix tumbuh menjadi individu yang lebih mandiri dan percaya diri.

Selamat belajar Felix! Kami siap terus dibuat takjub oleh perkembanganmu. (ARA)

HUSEIN DAN PERJALANANNYA: BELAJAR PERCAYA DI DUNIA YANG GELAP

Sejak pertama kali tiba di Pusat Rehabilitasi BORA (Borneo Orangutan Rescue Alliance), Husein sudah berbeda dari orangutan lain. Kedua matanya buta. Dunia yang dikenalnya hanyalah kegelapan. Di alam liar, kondisi ini membuatnya mustahil untuk bertahan hidup sendiri. Karena itulah, Husein diberi tempat di pusat rehabilitasi, bukan untuk dilepasliarkan kembali, tetapi untuk mendapatkan perawatan dan kehidupan yang lebih aman. Namun, hidup di pusat rehabilitasi juga punya tantangan tersendiri. Salah satunya adalah bagaimana Husein bisa dipindahkan dengan aman jika suatu hari ia harus dipindahkan ke tempat lain. Inilah alasan training dimulai.

Pada 6 Maret 2025, pelatihan pertama Husein dimulai. Di depan kandangnya, trainer dan rekan-rekan keeper meletakkan sebuah kandang angkut, kandang besi dengan pintu geser yang digunakan untuk memindahkan orangutan. Husein tidak bisa melihatnya, tapi ia bisa merasakannya. Husein ragu-ragu di awal, namun entah bagaimana, ia berhasil melangkah masuk ke dalam kandang angkut secara penuh. Semua orang terkejut sekaligus senang. Sebuah awal yang baik!

Namun perjalanan ini tidak selalu semudah itu. Di hari-hari berikutnya, Husein mulai menunjukkan kehati-hatian yang lebih besar. Setiap kali mencoba masuk ke kandang angkut, tangannya tetap erat menggenggam besi, seakan takut sesuatu akan terjadi jika ia benar-benar melepaskan diri. Trainer mencoba berbagai cara untuk membantunya. Karena Husein tidak bisa melihat, mereka menggunakan air, menyemprotkan sedikit ke wajahnya untuk mengarahkan gerakannya. Husein mengikuti semprotan itu, melangkah perlahan ke dalam kandang angkut.

Masalh lain pun muncul. Husein mulai merasa curiga terhadap botol spray yang digunakan. Sampai akhirnya, Husein menolak masuk ke dalam kandang angkut. Trainer tidak menyerah. Mereka mencari cara lain agar Husein mau mengikuti arahan tanpa merasa terpaksa. Kali ini mereka mengganti botol spray dengan botol kecap. Bentuk dan suara semprotan yang berbeda tampaknya membuat Husein tidak terlalu curiga. Selain itu, ada satu hal yang selalu disukai Husein, yaitu pisang. Setiap kali ia mengikuti arahan dan masuk ke kandang angkut, ia mendapatkan pisang sebagai hadiah. Perlahan-lahan, kepercayaannya mulai tumbuh kembali.

Kini, setelah beberapa minggu pelatihan, Husein telah membuat kemajuan besar. Ia sudah bisa bertahan diam di dalam kandang angkut selama satu menit penuh. (JAN)

MISI PENCARIAN RUMAH BARU UNTUK ORANGUTAN

Di bulan Maret 2025, tim Centre for Orangutan Protection (COP) yang berada di Kalimantan Timur melakukan survei kawasan pelepasliaran orangutan. Selain ketiga tim yaitu APE Crusader, APE Defender, dan APE Guardian, tim BKSDA Kalimantan Timur, Dinas Kehutanan, serta peneliti BRIN juga menjadi bagian dari tim besar pencarian rumah baru untuk orangutan. Sebanyak 27 laki-laki dan 4 perempuan, dan satu anjing setia bergabung dalam ekspedisi menuju pedalaman hutan primer di kecamatan Tabang, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Misi ini bukan sekadar perjalanan biasa, tetapi upaya besar untuk menemukan habitat yang aman dan ideal bagi orangutan yang siap kembali ke alam.

Karena medan yang begitu berat, tim harus melakukan penerjunan dalam dua tahap. Tim advance diberangkatkan lebih dulu untuk membawa logistik dan mendirikan camp di tengah hutan, memastikan bahwa tim utama nantinya dapat bergerak lebih efektif. Saat tim inti berangkat, mereka menggunakan 5 mobil double gardan untuk menghadapi jalur berbatu dan berlumpur selama 14 jam perjalanan. Tak berhenti di situ, tim juga harus menyeberangi sungai dengan 8 perahu ketinting, menerjang arus deras selama 3 jam, sebelum melanjutkan perjalanan kaki sejauh puluhan kilometer menembus hutan belantara.

Setelah dua minggu eksplorasi penuh tantangan, akhirnya tim menemukan kawasan hutan yang masih sangat alami, kaya akan sumber makanan, memiliki kanopi yang kuat, dan jauh dari aktivitas manusia, tempat yang sempurna untuk orangutan yang akan dilepasliarkan. “Semua kerja keras ini terbayar sudah”, ujar Ferryandi Saepurohman yang menjadi koordinator survei kali ini. Keberhasilan ini bukan hanya sebuah pencapaian besar dalam dunia konservasi, tetapi juga bukti bahwa dengan kerja sama, dedikasi, dan semangat, manusia bisa berperan sebagai penjaga alam yang sesungguhnya. Tim pun kembali dengan kebanggaan dan harapan baru akan pelestarian orangutan serta alam dan habitatnya. (DIM)