AKU, SEPTI DAN JAHE (2)

Zingiber officinale atau jahe adalah tanaman rimpang yang biasanya digunakan untuk memasak sop karena menambah cita rasa pedas dan hangat. Jahe juga biasa dibuat minuman di saat musim hujan atau sekedar menghangatkan tubuh di malam yang dingin. Sekoteng, bandrek dan wedang jahe begitulah jenis minuman berbahan dasar jahe ini menjadi akrab untuk dinikmati.

Minggu, 16 Agustus 2020 pukul 07.26 WITA, aku mulai mengupas kulit jahe, mencucinya lalu menggerusnya. Setelah hasil gerusan selesai, aku mengambil sari jahe dengan memerasnya menggunakan saringan. Sari yang dihasilkan hanya seperempat gelas. lalu aku memasak air 3/4 gelas dan menambahkannya ke air sari jahe. Sebelum kuberikan, aku mencobanya dan ternyata rasanya hambar dan pedas. Aku berpikir jika kuberikan kepada Septi, pasti dia tidak ingin meminumnya, sama seperti aku. Kubawa “wedang jahe” itu ke klinik. Kutambahkan madu beberapa sendok, lalu aku mencicipi lagi dan rasanya enak sekali. Tidak tunggu lama aku  memindahkan ramuan wedang jahe itu ke gelas khusus untuk digunakan pada orangutan. Dengan rasa senang bercampur ragu, kubawa wedang jahe ke kandang Septi. Saat melihat Septi dan perutnya, aku langsung memberikan ramuan herbalku kepadanya. Pada awalnya aku ragu Septi akan meminumnya, tetapi ternyata ramuanku diminumnya perlahan-lahan hingga sisa sangat sedikit. Senang rasanya, Septi senang dengan ramuan wedang jahe yang kubuat.

Selasa, 18 Agustus 2020 hari ketiga pemberian wedang jahe kepada Septi, di pagi hari seperti biasa aku menuju kandang Septi. Saat aku melihatnya, ada sesuatu yang berbeda. “HAH?!”, bunyi itu yang keluar dari mulutku setelah terkejut melihat perut Septi mengempis dari hari sebelumnya. Hanya perasaan senang yang tergambar dalam perasaanku. Kupegang perut Septi dan ternyata perutnya sudah sama rasanya seperti orangutan lain. Setelah perutnya mengempis, nafsu makannya pun meningkat drastis.

Jadi… seperti itulah cerita aku, Septi dan jahe. Aku berharap kondisi Septi tidak terulang lagi dan semakin membaik setiap harinya. Cerita kami akan terus berlanjut sampai 25 hari kedepan. Doakan Septi terus ya! (GIL)

BERPACU DENGAN HARI, PEMBANGUNAN SRA LANJUT

Libur hari Kemerdekaan usai sudah. Tahun ini berbeda dengan tahun biasanya. Lomba dan pertandingan ditiadakan. Sebelum dan sesudah 17 Agustus sepanjang itu masih di bulan Agustus biasanya dipenuhi dengan kegiatan yang melibatkan banyak orang. Dan tahun ini, cukup dengan upacara bendera, mengheningkan cipta dan berdoa, semoga kemerdekaan ini dapat kita isi dengan lebih baik lagi. Dan pembangunan Pusat Penyelamatan Primata kembali dilanjutkan.

Pondasi bagunan klinik Sumatra Rescue Alliance (SRA) Primate Center selesai sudah. Hujan deras mengguyur lokasi tepat sesaat semen-semen sudah mengeras. Menutup pengerjaan hari ini, berlanjut untuk membawa bahan-bahan dari seberang sungai ke lokasi. Lagi-lagi berharap, alam bersahabat dan membantu pembangunan ini. 

SRA Primate Center yang berada di lahan Bukit Mas Permaculture Centre (BPC), Sumatera Utara adalah upaya penanggulangan konflik antara manusia dan orangutan maupun primata dilindungi lainnya di wilayah kerja Balai Besar KSDA Sumatera Utara. Penyelamatan, Rehabilitasi, Pelepasliaran menjadi fokus utama kegiatan Pusat Penyelamatan Orangutan dan Primata dilindungi di Sumatera ini. “Semoga pembangunan dapat sesuai jadwal dan dapat segera beroperasi.”, harapan Daniek Hendarto, direktur Centre for Orangutan Protection. “Mari kita ciptakan kesempatan hidup kedua bagi orangutan dan primata dilindungi yang telah tercerabut dari habitatnya. Saya, kamu dan kita semua, bersama-sama.”, tambah Daniek.

MUSIM BAKAR LAHAN DI LABANAN TIBA

Siaga! Musim akan segera berganti. Dari tahun ke tahun, pusat rehabilitasi orangutan yang berada di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Labanan, Kalimantan Timur akan menghadapi musim ini. Tak ada asap kalau tak ada api. Ditambah dengan musim kemarau membuat lahan dan hutan semakin mudah terbakar, saatnya mengisi tandon-tandon air dan mengecek titik-titik keran air. Tak lupa selang-selang yang ada juga diperiksa.

Untuk meminimalisir merambatnya api ke pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, para perawat satwa usai membersihkan kandang dan memberi makan orangutan langsung bergotong-royong membuat sekat bakar sekitar 1 meter. Kami sangat kesulitan membuat sekat bakar ini karena banyak sekali akar di ujung pohon yang tidak dapat dijangkau dengan parang ataupun gergaji mesin. Yang bisa kami lakukan hanyalah membersihkan di bagian tanah dan memotong-motong pohon-pohon jatuh yang melintang agar nantinya api tidak merambat mendekat ke camp.

Saat kecil menjadi kawan dan ketika besar menjadi lawan. Mencegah adalah jalan terbaik. Doakan kami agar kebakaran hutan dan lahan tak seperti tahun lalu. Dimana kandang-kandang angkut sampai berada pada posisi siap angkut. Dimana orangutan-orangutan di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo siap dipindahkan ke tempat yang lebih aman. Bau asap tahun lalu masih belum juga hilang dari ingatan kami dan bantuan dari Orangufriends berupa tandon air, selang maupun mesin air masih dalam kondisi terawat dan siap pakai. Semoga alam bermurah hati pada kami.