HARIMAU MINANGKU SAYANG, HARIMAU MINANGKU MALANG

Masyarakat Minangkabau (yang mendiami hampir seluruh wilayah di Sumatera Barat), biasa menyebut diri mereka dengan sebutan “Orang Minang” yang masih memegang teguh dan menjalankan hidup sesuai dengan adat istiadat yang jadi warisan leluhur. Terutama dalam hal mengelola dan menjaga sumber daya alam mereka nan kaya. Terjaganya pengetahuan lokal, tak heran bila “Orang Minang” sering mengaku memiliki kawasan hutan yang cukup terjaga dengan segala bentuk kehidupan di dalamnya. Mengaku punya kearifan lokal terkait konservasi tentang bagaimana menjaga hutan dan bagaimana hidup selaras dengan satwa serta bagaimana memperlakukan mereka, khususnya pada harimau. Banyak sekali cerita rakyat terkait harimau yang dimiliki masyarakat Minang di tanah Minangkabau.

Tapi kemudian, terjadilah hal yang mengherankan… harimau muncul, keluar dari habitatnya dan berkonflik dengan manusia. Dan sialnya, harimau selalu ada di pihak yang salah. Padahal harimau itu “indak manga-manga” (nggak ngapa-ngapain). Cuma numpang lewat, sekedar cari makan. Kebetulan “tapirogok” (kepergok) dengan manusia yang sedang melakukan aktifitas berladang, disebutlah harimau telah “menghadang” manusia. Itu yang selalu dipakai masyarakat sebagai alasan. Si “Raja Hutan ditangkap kemudian dibuang ke rimba yang antah berantah karena dianggap meresahkan, mengancam dan menggangu warga.

Sebelum kasus kemunculan harimau di Nagari Gantuang Ciri kabupaten Solok yang akhirnya harus ditangkap ini, pernah ada juga kemunculan harimau di Padang. Tepatnya di sekitar bukit karst yang jadi lokasi tambang Semen Padang. Tapi berhasil dihalau untuk kembali ke habitatnya, dan tidak ada korban dari kedua belah pihak. Sebelumnya lagi, sekitar April 2018 telah terjadi hal serupa. Harimau muncul di pemukiman warga di Nagari Palupuah kabupaten Agam, dan sempat memangsa ternak warga. Setelah melalui beberapa tahapan penanganan oleh BKSDA Sumbar, harimau pun akhirnya ditangkap dan dievakuasi ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya (PRHSD) milik Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD). Meski kini harimau yang diberi nama Sopi Rantang itu akhirnya bisa dilepasliarkan ke kawasan Suaka Marga Satwa Rimbang Baling (perbatasan Sumba-Riau), tapi peristiwa penangkapan itu sempat jadi sesalan masyarakat Palupuah. Mereka merasa bersalah. Karena setelah melihat secara langsung harimau yang telah ditangkap, ternyata harimau itu bukan “Penjaga kampung” mereka. Ya, itulah yang dipercaya masyarakat Minang di Sumatera Barat. Bagi mereka, harimau tak sekedar penghuni rimba belantara ereka yang terjaga, tetapi adalah jelmaan leluhur mereka. Setelah dua tahun berlalu, kembali terjadi konflik yang sama di Sumatera Barat. Kali ini terjadi di Nagari Gantuang Ciri kecamatan Kubung, kabupaten Solok. Dimana yang jadi korban konflik, lagi-lagi adalah harimau. Sehingga harimau harus ditangkap dan dievakuasi dari habitatnya.

“Dari konflik yang kembali terjadi ini, ada hal yang tak (mau) dipahami oleh pihak-pihak yang berkonflik. Si harimau sebenarnya mau minta tolong sama manusia karena akibat aktifitas perburuan yang dilakukan manusia melukai anak-anak mereka, induk mereka… membuat mereka terancam. Ini semua terjadi untuk ke sekian kalinya di Minangkabau (Sumatera Barat).”, ujar Novi Rovika, Orangufriends Sumatera Barat dengan kecewa. “Ini menegaskan kalau sepertinya sudah tak ada lagi penghargaan “masyarakat adat Minang” terhadap pengetahuan leluhurnya terkait “Alam Takambang Jadi Guru”.”, tambahnya lagi. Pemerintah nagari yang menjadi representasi dari masyarakat adat Minang mampukah melindungi harimau? atau memang tak mau? (NOVI_Orangufriends)

LOMBA POSTER ORANGUTAN

Tema: Anti Kepemilikan Ilegal Satwa Liar

Kepemilikan satwa liar dilindungi masih menjadi salah satu penyebab utama berkurangnya populasi satwa liar di alam. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat bahwa satwa liar memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Sedangkan memelihara satwa liar memiliki banyak resiko seperti penularan penyakit atau zoonosis.

Selain itu, banyak yang masih belum menyadari adanya peraturan yang melarang masyarakat untuk memiliki, menyimpan dan memperjualbelikan satwa-satwa liar dilindungi. Maka dari itu perlu adanya sosialisasi dan penyadartahuan lebih lanjut kepada masyarakat untuk berperan aktif melestarikan satwa liar di habitatnya.

Salah satu caranya melalui media publikasi seperti poster. 1000 poster rencananya akan dicetak dan disebar oleh tim COP di berbagai lokasi di Kalimantan Timur. Ini bertujuan untuk mengedukasi dan mendorong masyarakat dalam melindungi satwa-satwa liar yang ada dan melaporkan bila ada kejahatan yang muncul di sekitar mereka. 

Jadi kami sangat menantikan karya kalian… Mari kita semua bekerja sama untuk melindungi satwa-satwa liar di Indonesia. (LIA)

JOKO THE SMART CHALLENGER

October, 8th 2011 marks the date of Joko’s first meeting with the staff at Yogyakarta Wildlife Rescue Centre (WRC). Joko is one of the Bornean orangutans who was confiscated by the Central Java Nature Conservation Agency from a restaurant in the city of Solo with Ucokwati.

Weighs around 90 kg, making Joko the largest male orangutan among the other 6 orangutans in WRC. And at WRC, Joko is known by the animal keepers and volunteers as a very active and intelligent orangutans.

He is always exited every time he was given the enrichment. He can finish the enrichment easily and faster than the others. For example, when the keeper gave him coconut. With his great strength, he could easily break the coconut. Even once, he had also tried to break his cage lock using the stone that he got from breaking his own cage wall.

That is one form of intelligence owned by orangutans. Same as humans, they are animals that are quick to adapt and fast to learn. They can use resources around them to solve problems. So this time, it’s the animal keeper and volunteers turn to think harder, what kind of enrichment that can challenge Joko’s intelligence and strength? (LIA)

JOKO SI PENANTANG CERDAS

8 Oktober 2011 menjadi tanggal pertemuan pertama Joko dengan para staf di Wildlife Rescue Centre (WRC) Yogyakarta. Joko adalah salah satu orangutan Kalimantan yang disita oleh BKSDA Jawa Tengah dari sebuah restoran di kota Solo bersama Ucokwati.

Memiliki berat badan sekitar 90kg, menjadikan Joko sebagai orangutan jantan terbesar diantara 6 orangutan lainnya yang ada di WRC. Dan di WRC sendiri hingga sekarang Joko dikenal oleh para keeper dan volunteer sebagai orangutan yang sangat aktif dan pintar. 

Ia selalu bersemangat ketika diberikan enrichment dan dengan mudah serta cepat bisa menyelesaikannya. Contohnya saja ketika diberi enrichment kelapa. Dengan kekuatannya yang besar, kelapa dengan mudah bisa ia pecahkan. Bahkan ternyata saking kuat dan pintarnya, ia juga pernah menjebol gembok kandang menggunakan batu yang ia dapatkan dari menjebol dinding kandangnya sendiri.

Itulah salah satu bentuk kecerdasan yang dimiliki orangutan. Hampir sama dengan manusia, mereka adalah satwa yang cukup cepat beradaptasi dan bisa memecahkan masalah menggunakan hal-hal atau benda yang ada di sekitar mereka. Jadi kali ini giliran para keeper dan volunteer nih yang harus berpikir keras, enrichment apa lagi ya yang bisa menantang kecerdasan dan kekuatan Joko? (LIA)