LITTLE FOREST FOR JOJO

Jojo is a baby orangutan who was rescued last April 2018. At this time Jojo supposes to attend forest school, but the medical check-up results are not good. It makes Jojo must be isolated from other orangutans. “Sadly we must accept the fact that Jojo cannot join other orangutans. Jojo was detected with hepatitis B”, said vet Flora Felistita.

We don’t want to see Jojo spend his day in the cage. Every morning after checking the orangutans in the cage, drh. Flora, a doctor and Jojo’s mother at the same time, invited Jojo to play at the baby house.

The baby house that was built in 2016 by Angle’s Team coordinated with Australia’s Compassion and Soul has begun to decay. There are many broken ropes that need repairment. But this did not break the spirit of drh. Flora to invite Jojo to play. This morning, the enclosure in front of the clinic was transformed by drh. Flora to become a very cool playing area like a small forest with the addition of leaves and twigs.

From inside the cage, Jojo looks very impatient to play. After arriving at the baby house, Jojo looked confused because he had previously only hung on ropes without branches, twigs or leaves. “It’s natural. This is the first day Jojo played in the forest. Jojo had fallen to the ground because he chose the tree branch wrongly and was really shocked, but he quickly woke up again”, explained drh. Flora proud.

Compared to the beginning of Jojo’s arrival at the COP Borneo orangutan rehabilitation center, Jojo showed a very good progress. Jojo is very active when given leaves and twigs in a cage. He tries to arrange it like making a nest. “Hopefully someday Jojo will have an enclosure and can feel living and sleeping in a real tree.” (IND)

HUTAN KECIL UNTUK JOJO
Jojo, si bayi orangutan yang diselamatkan pada bulan April 2018 yang lalu. Seharusnya, saat ini Jojo sudah mengikuti kelas sekolah hutan. Namun hasil tes yang tidak bagus membuat Jojo harus diisolasi dengan orangutan yang lain. “Dengan sedih kami harus menerima kenyataan bahwa Jojo tidak dapat bergabung dengan para orangutan yang lain. Jojo terdeteksi hepatitis B.”, kata drh. Flora Felistita.

Kami tidak mau melihat Jojo menghabiskan harinya di kandang. Setiap pagi selesai mengecek para orangutan di kandang, drh. Flora, dokter sekaligus merangkap ibu bagi orangutan Jojo mengajak Jojo untuk bermain di baby house.

Baby house yang dibangun tahun 2016 oleh Angle’s Team yang dikoordinir With Compassion and Soul Australia sudah mulai lapuk. Tali temali yang ada banyak yang putus dan membutuhkan perbaikan. Tapi ini tidak mematahkan semangat drh. Flora untuk mengajak Jojo bermain. Pagi ini, enclosure yang berada di depan klinik disulap drh. Flora menjadi area bermain yang sangat sejuk layaknya hutan kecil dengan penambahan daun-daunan dan ranting.

Dari dalam kandang, terlihat Jojo sangat tidak sabar untuk bermain. Namun setelah sampai di baby house, Jojo terlihat bingung karena sebelumnya dia hanya bergelantungan di tali-tali tanpa dahan, ranting maupun daun. “Wajar… ini adalah hari pertama Jojo bermain di ‘hutan’nya dan Jojo sempat jatuh ke tanah karena salah memilih ranting pohon untuk bergelantung dan sungguh mengejutkan, dia dengan sigap langsung naik lagi.”, urai drh. Flora bangga.

Dibandingkan dengan awal kedatangan Jojo di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, Jojo menunjukkan perkembangan yang baik. Jojo sangat aktif bahkan ketika diberi daun dan ranting di dalam kandang, dia berusaha menatanya layaknya membuat sarang. “Semoga suatu saat nanti Jojo mempunyai enclosure dan bisa merasakan tinggal dan tidur di pohon sesungguhnya.”. (WET)

OWI AND LIANA PLANT

Finally, Own played by himself. Apparently, his followers weren’t always near him. Owi who had a loyal follower named Bonti, had to learn independently. It’s because Bonti was busy exploring his forest school class.

Owi grabed Liana plant. Liana that hanging in the forest school of COP Borneo area is a mainstay for orangutan to climb, hang, and move from one big tree to another tree. The movements of little orangutans are so agile and the animal keepers must be more alert when they are busy playing with this Liana plant. The exploration of little orangutans know no time.

“Owi, be careful!”, Simon shouted. Owi turned around for a moment, looked at Samson (animal keeper) and continued to climb. Simson’s tasks will be even harder. Following Owi’s movement and having to get ready when Owi refused to go down. That’s right, every animal keeper in COP Borneo orangutan rehabilitation centre must have the ability to climb also. “We are far behind when it comes to climb compares to orangutans. Sometimes I feel these little orangutas mocked us because of our slowness. But I am happy, they are indeed have to be better.”, he added.(SAR)

OWI DAN TANAMAN LIANA
Akhirnya Owi pun bermain sendirian. Ternyata tak selamanya para pengikut itu selalu berada di dekatnya. Owi yang mempunyai pengikut sejati bernama Bonti akhirnya harus belajar mandiri. Karena Bonti juga sekarang lebih sibuk dengan mengeksplore kelas sekolah hutannya.

Owi meraih tanaman Liana. Liana yang bergelantungan di sekolah hutan COP Borneo memang menjadi andalan para orangutan untuk memanjat, bergelantungan dan berpindah dari satu pohon besar ke pohon yang lain. Pergerakan orangutan-orangutan kecilnya sangat lincah, dan para animal keeper harus lebih waspada saat meraka sudah asik dengan tanaman Liana ini. Karena penjelajahan orangutan kecil ini tak mengenal waktu.

“Owi! Hati-hati ya!”, begitu teriak Simson. Owi pun berbalik sesaat, menatap Simson (animal keeper) dan kembali memanjat. Tugas Simson akan semakin berat. Mengikuti perpindahan Owi dan harus bersiap saat Owi tak mau turun. Benar, setiap animal keeper di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo juga harus bisa memanjat. “Kita sih kalah jauh kalau urusan memanjat dibandingkan orangutan. Kadang juga merasa diejek orangutan-orangutan kecil ini karena kelambatan kita. Tapi senang, mereka memang harus lebih jago.”, tambahnya lagi.

DART FROM ORANGUFRIENDS AUSTRALIA

Kamu bingung bisa bantu apa? Ini adalah Kelsie Prabawa, salah satu alumni COP School yang berasal dari Australia. Dia menanyakan ke teman-teman nya, apa yang bisa dia bawa dari Australia untuk orangutan di pusat rehabilitasi orangutan COP Borneo, Kalimantan Timur. Dalam sekejap, barang-barang titipan pun sampai di rumahnya dan siap untuk dibawa ke Indonesia.

Simpel ya! Tapi tau ngak, ini sangat membantu sekali. “Perlengkapan untuk membius ini harus pesan dulu kalau di Indonesia. Bisa 3-4 bulan baru barang bisa sampai tujuan. Selain itu, jumlahnya juga kadang tidak sebanyak yang kita pesan karena keterbatasan barang.”, kata Ryan Winardi, dokter hewan COP. “Peralatan ini bisa digunakan berulang kali loh untuk menghemat.”, tambah Ryan lagi.

Nah, sudah tahu kan? Mau membantu orangutan, ngak usah bingung. Siapa pun kamu, tentu saja bisa membantu orangutan Indonesia, si kerabat merah kita yang memiliki kesamaan DNA 97%. Terimakasih mbak Kelsie dan orangufriends Australia.