HAPPI WON’T COME DOWN

Lina walk faster to the Clinic. She took a bottle, pour in warm water and four spoon full of milk then stir it. Milk for luring Happi the orangutan that won’t come down were made in the speed of tlight.

This is not the first time Happi the orangutan won’t come down from the tree. Usually when the time to come home, Owi the orangutan came down and not long after other orangutans will follow, Happi not exception. But this time when all the orangutans had come down, back to the cage and all the hammocks had been packed, Happi the orangutan still did not want to go down. it’s had been 45 minutes for Herlina, animal keeper yelled for Happi but ignored. Happi was busy eating the fruit of the forest, sitting in the nest at the tip of the tree.

Climb to catch up.. not possible. The tree is to high, almost 25 meters. Desperate, Herlina sat at the root of the tree waiting for Happi the orangutan. The milk she made was also useless, Happi the orangutan did not look down at all. But Lina did not give up, her eyes always looked up, hoping Happi will saw it.

“Pucuk di cinta, ulam pun tiba” (shoots in loved, dish arrived – Indonesian words means : gaining something more than what been hope for/ dream for – Ed). Herlina waited was not in vain. Happi the orangutan sees it and immediately looks for ways to get off. It took about 10 minutes for Happi to get off the tree. “Happi is to cool to play, not realizing that all other orangutans are back in the cage,” said Lina. “Happi, if you want to climb later on, remember the time ya, Nak! Your mother is not able to climb to get you,” she added. (Dhea_Orangufriends)

HAPPI TIDAK MAU TURUN
Kaki Lina melaju cepat menuju klinik. Lina mengambil botol, mengisinya dengan air hangat dan memasukkan empat sendok susu lalu mengaduknya. Susu untuk memancing orangutan Happi yang tak mau turun pun jadi secepat kilat.

Ini bukan kali pertama orangutan Happi tidak mau turun pohon. Biasanya ketika waktunya pulang, orangutan Owi akan turun lalu tak lama kemudian orangutan yang lain akan mengikutinya, tidak terkecuali Happi. Namun kali ini ketika semua orangutan sudah turun, kembali ke kandang dan semua hammock sudah dikemasi, orangutan Happi masih saja tidak mau turun. 45 menit sudah Herlina, animal keeper teriak-teriak memanggil Happi tetapi tidak juga dihiraukannya. Happi sibuk memakan buah hutan, duduk di sarang buatannya di ujung pohon.

Memanjat untuk menyusulnya… tidak mungkin. Pohonnya terlalu tinggi, hampir 25 meter. Seperti putus asa, Herlina duduk di akar pohon menunggu orangutan Happi. Susu yang dibuatnya pun juga seperti tidak berguna, orangutan Happi tidak melihat ke bawah sama sekali. Tapi Lina tidak menyerah, matanya selalu melihat ke atas, berharap orangutan Happi melihatnya.

Pucuk di cinta, ulam pun tiba. Penantian Herlina tidak sia-sia. Orangutan Happi melihatnya dan segera mencari cara untuk turun. Butuh waktu sekitar 10 menit untuk Happi bisa turun dari pohonnya. “Happi terlalu asik main, tidak sadar kalau teman-temannya sudah kembali ke kandang semua.”, ujar Lina. “Happi, besok-besok kalau manjat, ingat waktu ya nak. Ibumu ini ngak bisa manjat nyusulin kamu.”, tambahnya. (WET)

SAAT KANDANG ANGKUT DIBUKA

Inilah waktu yang di nanti. Mengangkat pintu kandang angkut dan menyaksikan orangutan OKI meraih batang pohon pertamanya di hutan yang akan menjadi rumah barunya. Bapak Sunandar, kepala BKSDA Kalimantan Timur lah yang membukakan pintu kebebasan itu kepada Oki. Oki yang sejak 2010 yang lalu dikenal COP di Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) akhirnya bebas dalam arti sesungguhnya.

“Awalnya, kami hanya berani bermimpi untuk Oki yang saat itu berada satu kandang dengan dua orangutan lainnya. Di dalam kandang 3x3x1 meter yang terlihat sempit, Oki berbagi kandang dengan Hercules dan Antak yang mulai terlihat stres. Ya saat itu Antak mulai memainkan air liurnya sendiri dan memakan kotorannya sendiri. Sebulan kemudian, kadang bertambah satu penghuni, yaitu Nigel yang terlihat sangat murung. Mimpi kami, membongkar jeruji besi. Kandang dengan teralis besi berganti kandang terbuka atau enclosure.”, kenang Ramadhani, manajer Komunikasi COP.

Januari 2010, Ramadhani bertugas pertama kali ke Kalimantan Timur tepatnya di KRUS. Perlahan tapi pasti, Centre for Orangutan Protection mencoba untuk membantu KRUS dalam hal perawatan satwanya. Kandang-kandang satwa dipenuhi enrichment, orangufriends (kelompok pendukung COP) Samarinda secara bergantian menjadi interpreter atau pemandu bagi pengunjung di kebun binatang dengan harapan pengunjung turut diedukasi karena mereka juga turut bertanggung jawab. Selain itu juga ada program peningkatan kapasitas para perawat satwanya dan meningkatkan kesejahteraan satwanya menjadi fokus utama. Suatu kebun binatang yang tanpa pengelolaan yang baik hanya akan membuat satwa penghuninya menderita.

“Ayo Oki… ekplore terus sekitarmu. Carilah makan terbaik mu di hutan. Jangan dekati lagi manusia.”, teriak Daniek, manajer aksi COP dengan semangat.

EX-ZOO INHABITAT ORANGUTAN RELEASE TO NATURAL HABITAT

East Kalimantan Natural Resource Conservation Center (BKSDA KALTIM) release 1 (one) individual orangutan ex-rehabilitation in Lesan River Protected Forest (HLSL), Berau District, East Kalimantan. Soon to be released are 15 years old male Orangutan. The Orangutan named Okibhas undergone all stages of rehabilitation at the COP Borneo Orangutan Rhabilitation Center for 2,5 years.

Oki was evacuated from a zoo in Samarinda with ten other orangutans back in April 2015. In general, those ten orangutans has undergo a rehabilitation process excellently and achieve ready status to be released.
Their readiness were shown by their wild behavior, such as their way of foraging fot foods, their movements in the canopy, and building nests. The release actions will be conducted in several phases. We expected, by the end of December 2017, all of the rescued orangutans has return to the natural habitat.
The rehabilitation process includes Quarantine in early Arrivals, the they started to learn about natural foods and how to collect them, building nests, recognizing dangers as well as predators, and then taken back to quarantine to made sure that they don’t carry any pathogens and disease such as hepatitis an tuberculosis. This process is crucial to avoid any infections that may have impacted other orangutans in the natural habitat.
All the rehabilitation process was conducted inside Labanan research forest area and an isle under the supervision of the Assembly of Research and Development for Dipterocarp Forest Ecosystem (BP2THP).

To ensure the safety of orangutans and post- release survival, Centre for Orangutan Protection and the communities of several villages around HLSL form and place 1 (one) joint team in HLSL. The team will monitor and submit periodic progress reports to the Ministry of Environtment and Foresty for evaluation. The team is strategically established for working together with KPHP West Berau which serves as a ranger thatsecures the area from illegal legging and hunting threats.

Siaran Pers

ORANGUTAN EKS KEBUN BINATANG DILEPASLIARKAN KE HABITAT ALAMINYA

Untuk disiarkan segera 16 September 2017

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur (BKSDA KALTIM) melepasliarkan 1 (satu) individu orangutan eks rehabilitasi di Hutan Lindung Sungai Lesan (HLSL), Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Orangutan yang dilepasliarkan berumur kurang lebih 15 tahun dan berjenis kelamin jantan. Orangutan bernama Oki tersebut telah menjalani seluruh tahapan rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Orangutan COP Borneo selama 2,5 tahun.

Oki dievakuasi dari sebuah kebun binatang di Samarinda bersama 10 (sepuluh) orangutan lainnya pada bulan April 2015. Secara umum, 10 (sepuluh) orangutan tersebut menjalani proses rehabilitasi dengan baik dan telah siap untuk dilepasliarkan. Kesiapan tersebut ditunjukkan dengan perilaku mereka yang sudah sangat liar, mulai dari mencari makan, pergerakan di kanopi hingga membangun sarang. Pelaksanaan pelepasliaran akan dilakukan secara bertahap. Diharapkan, pada akhir bulan Desember 2017, seluruhnya telah kembali ke habitat alaminya. Proses rehabilitasi meliputi karantina di awal kedatangan, kemudian belajar mengenal dan mencari pakan alami, membuat sarang dan mengenali bahaya termasuk pemangsa dan kemudian kembali lagi ke karantina untuk memastikan bahwa orangutan tidak mengidap penyakit berbahaya seperti hepatitis dan tubercolusis. Hal ini penting dilakukan guna mencegah penularan penyakit yang memungkinkan kepada orangutan lainnya di habitat alaminya. Seluruh proses rehabilitasi dilaksanakan di dalam kawasan Hutan Penelitian Labanan dan Pulau Bawan Kecil di bawah supervisi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa (B2P2EHD).

Untuk memastikan keamanan orangutan dan kelangsungan hidup paska pelepasliaran, Centre for Orangutan Protection dan masyarakat beberapa desa sekitar HLSL membentuk dan menempatkan 1 (satu) tim gabungan di HLSL. Tim ini akan memantau dan menyampaikan laporan perkembangan secara berkala ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk dievaluasi. Tim ini secara strategis dibentuk atas kerja bersama dengan KPHP Berau Barat yang berfungsi sebagai ranger yang mengamankan kawasan dari ancaman pembalakan liar dan perburuan.

Narasumber :
1. Ir. Sunandar Trigunajasa (Kepala Balai KSDA Kalimantan Timur).
2. Ir. Ahmad Saerozi (Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Ekosistem Hutan Dipterokarpa / B2P2EHD).
3. Ir. Syafruddin (Kepala UPT DKPHP Berau Barat).
4. Hardi Baktiantoro (Ketua Centre for Orangutan Protection)